Khitbah Sehari

43 3 1
                                    

Gubuk itu menjadi saksi bisu perjodohan dua insan yang saling mencintai dan mengagumi satu sama lain. Gadis itu menunduk dan bermain dengan ujung jilbabnya. Ia masih melihat lelaki bersarung itu berdiri tegap membelakanginya.

"Dek Syamra. Sudah lama kita menjalani perasaan ini dek," ucap laki-laki itu. "Abah sudah wafat, sampeyan tau kan? Abah yang menjodohkan kita."

Syamra terdiam dan terus menyimak apa yang diucapkannya.

"Dek, maafkan aku. Aku belum bisa mengkhitbahmu karena aku belum mampu. Jika nanti ada seseorang yang baik agama dan akhlaknya, terimak dia dek, aku ikhlas, asalkan sampeyan bahagia," sambungnya.

Tak terasa air mata itu menetes di jilbab birunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak terasa air mata itu menetes di jilbab birunya. Ia tak menyangka harus mendapatkan keputusan yang sepihak.

"Aku tau, tanpa Abah Abdul perjodohan ini tak kuat. Tapi apakah dengan gampangnya Mas Khafiedz menyerah? Aku ndak pernah menginginkan pernikahan yang mewah," tegas Syamra yang penuh emosi.

"Dek, aku hanya gak mau, lihat sampeyan cuman nunggu aku yang gak jelas kapan mengkhitbah sampeyan. Aku pun sedih dek, tapi mungkin ini jalan yang terbaik. Assalamualaikum dek."

Syamra tak menyangka ini benar terjadi. Perjodohan yang diikatkan padanya dan Khafiedz dari kecil harus luluh lantah di usia mereka yang sudah dewasa. Bukan karena tak sama merasakan hanya takdir dan waktu yang belum merestui mereka.

Syamra berlari menuju rumah dengan perasaan yang hancur tak tergambarkan. Ia masih ingin melanjutkan perjodohan itu namun kandas sudah, semuanya berakhir. Terpukul dan tak percaya lagi dengan namanya jodoh.

Setiap hari ia harus bergelut dengan layar tipis itu. Merangkai kata-kata dan meluapkan semua perasaannya dalam bentuk karya sastra yang menjual. Selama ini ia mengumpulkan pundi-pundi dari hasil menulisnya untuk meringankan beban khafidz saat mengkhitbahnya.

Namun ternyata semua sia-sia. Ia menyimpan kembali lagi tabungannya. Mungkin tabungan itu bisa dipergunakan dengan hal yang lain.

Notif handphonenya berbunyi lagi, tampak pesan dari sang guru. "Assalamualaikum, anakku. Kengeng nopo?" tulis pesan itu. Ia mengerti setiap apa yang menimpanya beliau selalu peka dengan perasaan Syamra.

Syamra menceritakan dengan detail apa yang ia rasakan dan masalah yang sedang menimpanya. "Cah ayu, anakku. Kabeh iku sampun kersane gusti Allah. Dados anakku kedah sabar nggih nak." (Semua itu sudah rencananya Allah. Jadi anakku harus sabar ya nak.)

Pikiran konyol muncul dalam benak Syamra. Kenapa ia tak mencoba agar beliau menjodohkan dia dengan pilihan sang guru? Syamra pun iseng meminta seperti itu, padahal hatinya masih kalut dan hancur tak bisa melupakan Khafiedz.

"Annakku sakniki wudhu, sholat istikharah kagem asma Muhammad Afnan bin Abdul Faqih," ucap beliau membuat Syamra bingung dan siapa Afnan? Hatinya terus bertanya-tanya.

"Sakniki dilakoni," ucap beliau lagi. Syamra pun mengambil wudhu dan melaksanakan sholat istikharah pada saat itu juga. Syamra fokus terhadap nama itu dan saat selesai ia melaksanakan istikharah, ia merasakan hawa dingin, tentram dan sejuk yang tak bisa digambarkan.

"Pripun, Nak?" tanya beliau.

"Dalem merasakan tentram, bah. Sejuk adem ngoten," jawab Syamra dengan tersenyum.

"Alhamdulillah, siap-siap nggih Syamra insyaaAllah akan segera dikhitbah," ucap sang guru lalu menghilang.

Dalam hati Syamra bingung, siapa yang akan mengkhitbahnya? Sedangkan dia hanya dekat dengan Gus Khafiedz.

Satu bulan kemudian, notif itu datang lagi padanya, namun kali ini dari Afnan. "Assalamualaikum, Saya Afnan, InsyaaAllah, saya dan keluarga akan silaturrahmi ke rumah kamu."

Syamra hanya mengread pesan itu. Bukan ia tak suka dengan Afnan namun ia bingung dengan rencana Allah yang membuat ia tak habis pikir. Orang yang tak pernah dipikirkannya dan orang yang tak pernah jumpa dengannya dengan keyakinan mengkhitbahnya dengan modal istikharah yang baik.

Hari itu, semakin dekat dan semakin ada di depan mata, gadis itu masih dilema antara menerima pinangan orang yang sama sekali tak pernah ia tatap dengan nyata hanya dalam layar handphone saja. Washilah dari sang guru yang menjadi penguatnya.

Ia tak pernah tau dari mana datangnya jodoh. Yang ia tau hanya takdzim pada sang guru yang menjodohkannya. Notif itu berbunyi, pesan dari sang guru. "Anakku, insyaaAllah niki silaturrahmi kagem selawase." (Anakku, insyaaAllah ini silaturrahmi untuk selamanya). Ia membaca dengan mata yang berkaca-kaca dan percaya itu isyarat dari sang guru.

Tepat jum'at yang barokah, rombongan itu tiba di rumahnya. Ia hanya bisa bersembunyi di dalam kamarnya, namun di depannya terdapat orang banyak. Hanya sedikit menyingkap tirai kamarnya. Ia melihat seseorang yang menurutnya terlalu berlebihan untuknya.

"Syamra, keluar. Nduk," ucap Ayah yang sudah berada disana. Tangannya gemetar dan ingin pingsan namun ia bertahan. Takut untuk bertemu dengan seseorang yang tak pernah ia lihat. Hingga akhirnya ia keluar dengan malu dan duduk di sebelah salah satu perempuan yang tidak lain adalah adik dari Afnan yaitu Nur.

Nur tersenyum, Syamra merasa canggung. "Sudah tau, Kak Afnan yang mana?" tanya Nur dan Syamra hanya tersenyum dan menggeleng. "itu yang bajunya sama kayak kakak." Nur menunjuk salah satunya.

Ia melihat Afnan hanya menunduk, Syamra pun ikut menunduk.
"Jadi kedatangan kami kesini, pertama, ingin bersilaturrahmi," ucap ayah dari Afnan yang tak lain Abdul Faqih. "jika Afnan berkenan maka akan berlanjut untuk yang kedua. Gimana Afnan?" tanya beliau pada putranya yang sesekali melihat Syamra lalu mengangguk setuju.

"Bagaimana nak Syamra?" tanya beliau pada Syamra dan membuat Syamra bingung untuk menjawabnya. Syamra hanya terdiam tersenyum.

"Kalo kata kanjeng Nabi, perempuan yang dikhitbah tapi jawabannya diam, maka berarti itu setuju," kata salah satu keluarga Syamra.

"Alhamdulillah. Berarti langsung saja ke tanggal pernikahan," ucap beliau.

Dalam hati Syamra terkejut, mengapa secepat ini? Ia belum mengenal Afnan lebih dalam. Namun Syamra berharap Afnan bisa menjadi imam yang baik untuknya, walaupun mereka belum mengenal satu sama lain.

Sesi makan pun tiba, Syamra mengambil sedikit makanan untuk mengganjal rasa laparnya. Tiba-tiba Afnan berkata, "Makan yang banyak Syamra biar gemuk," celoteh Afnan membuat semuanya bersorak dan Syamra yang ingin menelan makanannya tak bisa dan rasanya makanan itu tak dapat ia cerna dan berubah menjadi hambar.

Tiba-tiba Afnan mendekati Syamra. Hal itu membuat Syamra canggung, walaupun masih berjarak. "Tadi, Abah Umar ngirim pesan ke Mas. Katanya, Saya nitip anakku, itu jodohnya sampeyan," ucap Afnan semakin membuat dada Syamra rasanya sesak.

'Berarti, Abah Umar bukan hanya mengirim pesan ke aku? Ke Mas Afnan juga.' batin Syamra.

Adzan ashar berkumandang dan semua bergegas menuju musholla dekat rumah Syamra. Tinggalah Syamra dan adik dari Afnan yang mengobrol disana.

"Alhamdulillah, Kak Afnan dapet jodoh juga kak," ucap Nur dan Syamra hanya tersenyum. "Kak Afnan tuh paling dingin sama perempuan," sambung Nur menjelaskan perangai Afnan pada Syamra.

Apa salahku. Gus?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang