4

42 7 17
                                    

Tadi pagi sudah ada Hongbin yang mendatangiku karena pameran. Malam ini giliran si mancung Lee Jaehwan. Dia memiliki pekerjaan yang sama denganku. Pekerjaan di dunia seni. Jika aku lebih sering menjual karya dalam bentuk kanvas, dia lebih banyak menjual karyanya yang berupa ilustrasi untuk cerita ataupun buku jenis lainnya. Kadang dia menggelar pameran bersama denganku. Juga beberapa artis lainnya.



"Aku baru tahu kalau ternyata kau seorang gay, kak Taekwoon." ucapnya sambil menatap baik-baik aku dan Hakyeon secara bergilir.



Dia duduk di sofa. Baru saja mendapat suguhan teh dari Hakyeon. Di saat yang sama aku berdiri tidak jauh darinya. Meraut beberapa pensil yang terjejer rapi di atas meja besar serupa meja makan. Tapi ini meja khusus tempatku meletakkan segala hal yang berkaitan dengan pekerjaanku.



"Bukankah kau datang untuk membicarakan pameran?" tanyaku yang masih sibuk dengan sekian pensilku.



"Ya. Tadi aku mengatakan itu pada pesan yang kukirim untukmu." jawabnya, "Tapi sekarang aku lebih penasaran pada urusan pribadimu."



Dia tahu itu urusan pribadi tapi malah bertanya tanpa tahu diri. Dasar. Dia memang salah satu artis yang kutahu bertingkah tanpa peduli apapun. Lebih tepatnya mulut yang dimilikinya itulah yang tidak peduli pada apapun. Bicara apa saja yang dia mau. Menjawab. Bertanya seperti apapun yang bisa keluar dari sana.



"Bagaimana makhluk goa dengan pakaian tak menarik dan gaya bicara tidak bersahabat seperti dirimu bisa memiliki pacar?" lanjutnya, "Maksudku, kenapa ada yang betah berdua denganmu yang kelewat aneh itu?"



Aku tidak aneh. Memang berbeda karena semua orang juga berbeda.



"Taekwoon selalu baik padaku." sahut Hakyeon yang sudah berpindah ke belakangku, mulai memeluk dan menempelkan pipinya pada punggungku, "Kami cocok satu sama lain."



"Whoaa... kalian mesra sekali. Tapi tunggu, itu hanya ucapan karena kalian baru jadian kan? Aku tidak yakin kau akan betah pada orang seburuk dirinya setelah bersama selama beberapa hari."



Memangnya aku seburuk apa? Dan omongan Jaehwan itu malah membuat Hakyeon terkikik sambil mempererat pelukannya padaku.



"Jangankan beberapa hari, seumur hidup pun aku pasti betah bersama dengannya." jelas Hakyeon, "Sudah kubilang dia baik padaku kan? Kami sungguhan cocok satu sama lain.



Iya kan, Taekwoon?"



"Ya." jawabku sekenanya.



"Ah, lihat!" ucap Jaehwan sedikit meninggi, "Kau dengar sendiri jawabannya. Reaksinya pada pernyataanmu tidak serius, kak... siapa namamu? Kita belum berkenalan."



Hakyeon kembali terkikik.



"Cha Hakyeon."



"Kak Hakyeon kalau begitu."



Hakyeon mulai melepaskan pelukannya. Sedikit menarik tubuhku agar menghadap padanya. Dia sedang tersenyum saat kuturuti itu.



"Kau serius kan, Taekwoon?" tanyanya, "Aku sungguhan memilikimu?"



Kujawab dengan anggukan yang menaikkan senyumnya.



"Aku mencintaimu." lanjutnya yang entah harus kutanggapi dengan apa.



Mungkin aku harus balas mengucap cinta? Tapi perasaanku tidak membawaku ke arah sana. Dan dia malah menyentuh sebelah pipiku dengan telapak tangan kanannya.



"Aku mencintaimu, Taekwoon." ulangnya, "Beri jawaban yang sama."



"Ya." jawabku.



Dia membutuhkan jawaban itu. Karena masih dalam masa patah hati akibat batalnya pernikahannya.



"Aku juga mencintaimu, Hakyeon." lanjutku yang langsung membuatnya kembali memelukku, erat sekali.



"Ya-ya, sekarang aku percaya." gumam Jaehwan, "Baru kali ini ada yang bisa membuat kak Taekwoon menurut. Kau pasti orang yang luar biasa, kak Hakyeon.



Kalian cocok satu sama lain. Pasti akan bahagia berdua. Selamanya."



Itu pendapat atau doa? Mungkin keduanya?



"Ah! Karena aku sudah mendapat penjelasan tentang kalian, sekarang aku kembali pada tujuan awalku. Pameran.



Aku ingin mengadakan pameran bersamamu lagi, kak Taekwoon. Kali ini bukan sekadar memajang karya masing-masing di pameran yang sama. Tapi aku ingin kolaborasi dalam karya."



Mengerjakan satu karya bersama-sama?



"Aku ingin setidaknya ada 7 lukisan yang kita buat bersama." lanjutnya.



7?



"Lucky 7. Kalau tidak sekalian 13 saja. Yang katanya angka terburuk. Aku senang pada angka-angka populer semacam itu."



"Kau tidak sibuk dengan proyek ilustrasimu?" tanyaku yang masih dipeluk oleh Hakyeon, walau tidak seerat sebelumnya.



"Masih ada satu tanggungan ilustrasi yang belum kuselesaikan." jawabnya, "Tapi aku sungguh ingin melakukan kolaborasi denganmu. Pertimbangkanlah.



Aku sudah mengatakan itu pada manajermu. Tapi dia tidak berani menjamin persetujuanmu. Padahal sudah ada gedung yang kuincar untuk memamerkan karya kita berdua."



Ya Tuhan, dia sudah memikirkan tentang gedung.



"Apa temanya?" tanyaku.



"Apa?" Dia malah balik bertanya.



"Tema yang kau inginkan jika kita melakukan kolaborasi." jawabku.



"Apa itu artinya kau setuju?"



"Sebutkan dulu tema yang kau mau."



"Gemini." jawabnya.



Gemini?



"Aku ingin kau menggambar wanita seksi yang memiliki kesan misterius. Akan kutambahkan sisi rapuh padanya.



Rasa benci. Marah. Iri. Dendam. Aku ingin menggambarkan semua itu.



Jadi, nanti akan ada wanita kembar yang luar biasa memikat tapi mengerikan di saat yang sama."



"Itu terdengar hebat." sahut Hakyeon, "Aku ingin melihat yang semacam itu. Setujui saja, Taekwoon."



"Ya." jawabku.



Kedua mata Jaehwan langsung membulat kaget.



"Setuju? Kau setuju, kak Taekwoon?"



"Ya." jawabku.



"Ternyata omongan pacar memang berbeda. Langsung dituruti." gumamnya.



Aku memang harus menuruti apapun yang Hakyeon mau. Apapun itu.



"Sudah kubilang Taekwoon baik padaku." ucap Hakyeon yang langsung disusul tawa ringan setelahnya.



Jaehwan hanya melihat kami dengan pandangan malas. Sementara aku berniat kembali mengurusi pensil-pensilku. Pekerjaanku belum selesai.



***



11:22


2 April 2018


Motive [VIXX Leo N]Where stories live. Discover now