7. Membuat geram.

90 11 0
                                    

Satu keluaran dengan tiga anak dan satu ibu memasuki mobil seharga satu miliar untuk pertama kalinya. Itu adalah Hassan dengan ibu dan dua adik perempuannya. Hari ini Hassan menjemput ibunya yang pulang pengobatan dari rumah sakit elite di Jakarta.

Dua gadis muda berkulit hitam manis dan berwajah setengah India di belakang sana tak bisa diam di atas jok. Mereka memeriksa ke belakang mobil, ke kanan, ke kiri, meraba apa yang bisa diraba.

Dua gadis bersaudara saling bergenggaman tangan dengan senyum seri bahagia di wajah.

"Aa, aa keren banget bisa punya mobil ini."

Asih, ibu dari Hassan, wanita paruh baya berwajah lusuh dan lemah itu mendengus tipis. Tampak sekali kalau ia wanita tua penyakitan. Matanya tak segar, kulitnya kusam, meskipun sisa cantiknya masih terlihat.

"(Ini bukan mobil aa. Ini pak bos kasih pinjem.)" Hassan mengemudi dengan fokus. Ia mendengus kala kepala adiknya muncul dari belakang.

"(Kerjaan abang apa, sih?)"

"(Ajudan. Boss abang itu konglomerat. Punya pesawat pribadi, kapal pesiar, perusahaannya banyak, sahamnya dimana-mana.)" Hassan menjawab dengan bahasa daerah asal mereka.

"(Saan...)"

"Ya, mak?" tanya Hassan memutar wajah dengan waspada, lalu kembali lurus ke depan.

"Berapa duit, tadi? Jujur, Saan." Asih buka suara. Ia menggunakan bahasa Indonesia.

Hassan lama sekali bungkam. Ia mulai salah tingkah kala suasana berubah hening, sampai akhirnya ia tak tahan.

Tuk kedua kalinya Asih bertanya setelah lama menunggu. Terdengar sekali suaranya sangat lemah dan perlu tenaga banyak hanya untuk bicara.

"Mana kertasnya, a? Sini ibu lihat."

"Kertas?"

"Bon bayaran."

Mau tak mau Hassan merogoh saku. Ia serahkan nota pembayaran yang ibunya maksud.

Ibu dengan penyakit serius itu melotot mendapati total pembayaran perawatannya selama dua minggu di rumah sakit.

"(Seratus dua belas juta? Allahuu.... Hassan! Ini beneran?)" kejut Asih terengah berat. Padahal ia baru saja pulih.

"Uang dari mana?" desaknya tak percaya.

"(Eh, lihat! Di sebelah sana mendung. Pasti hujan gede,)" bisik salah satu adik Hassan pada adik bungsu mereka.

"(Iya. Itu pasti hujan gede banget!)"

Hassan berulangkali menggaruk tengkuk. Ia mengernyih salah tingkah kala ibunya terus diam menuntut jawaban.

"Itu uang tabungan Hassan. Hassan, kan, udah lama kerja sama pak boss Raffi. Gaji Hassan udah gede." Raffi sesekali mengangguk sisi kening.

"Emang berapa gaji kamu?"

"Mm... mak boleh tahu?"

"Gaji Hassan udah dua puluh juta dari setahun lalu." Hassan mencuri pandang, lalu mengulum senyum manis. Ibunya pasti bangga.

"Maasyaa Allah! Serius, kamu?"

"Serius, maak." Hassan meraih tangan ibunya bersama senyum manis di bibir.

"Ya Allah, ya Gusti!" pekik Asih menangis haru. Ia luar biasa bangga dengan kerja keras anaknya.

Hassan menunduk salah tingkah. Ia bahagia kalau ibunya bangga. Setidaknya mimpinya tuk membuat sang ibu bangga sudah sedikit tercapai.

Asih menangis haru. Ia tarik lengan kekar anaknya tuk ia peluk. Ia tak tahan.

"Bangga sekali emak. Huu. Hassan! Kamu harus banyak bersyukur."

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now