11. Hasan-Flori nikah?!

97 10 0
                                    


Di pojok lounge, dengan pakaian yang belum ia ganti selama dua hari, Hasan makan tanpa bisa tenang. Ia lapar, tapi ia cemas memikirkan anak majikannya yang tidur di kamar dalam keadaan ikatan tangan yang belum ia buka.

Mata Hasan terpejam. Ia benar-benar trauma dengan kejadian semalam. Jika saja dirinya bukan laki-laki beriman kuat, entah apa yang akan terjadi dengan mereka.

"Naha make aya mabok sagala, sih? Jaba parah pisan mabokna." Hasan gelisah.

(Kenapa pake ada mabok segala, sih? Ditambah parah banget maboknya.)

Hasan menyimpan sendok dan garpu, lalu bergegas pergi ke kamarnya. Ia takut sang nona sudah bangun.

"Bajuna can dipake. Maenya kudu ku aing?" batin Hasan terengah kesal.

(Bajunya belom dipake. Masa harus sama gua?)

Pria tegap berkulit coklat tua yang masih sangat polos itu melangkah melewati lorong yang gelap dan sepi. Tanpa ia ketahui, ada sosok pria tinggi kekar berusia setengah abad di belakangnya.

Hasan melangkah memasuki kamar. Kala pintu ia biarkan menutup, ada yang mendorongnya dari luar.

"Mana anak saya?! Haaa?!!" teriak Raffi mendorong dada Hasan hingga sang empunya setengah limbung ke belakang.

"Tuan?"

"Dibayar berapa kamu sama anak saya?"

"Minggir!!" geram Raffi menendang dada ajudannya dengan kaki berbungkus sepatu berharga ratusan juta.

"D-di kamar itu, tuan. Nona sedang tidur. K-kemarin ada yang...."

"Honey! Florii!"

Hasan dibuat gugup kala berusaha mencegah, namun tak bisa. Ia ingin menahan handle pintu, namun sang tuan segera menepis.

Sikap pria paruh baya yang masih sangat sehat, bahkan kekar itu membuat Hasan salah tingkah dan cemas. Sang nona sedang tidak memakai pakaian.

"Florenz–." Raffi membeku.

Florenzia tidur meringkuk di atas ranjang dalam keadaan kedua tangan terekspose bebas hingga dada atas. Dua tangannya diikat oleh lilitan kabel. Dada bawahnya ditutup bathrobe yang tumpang tindih dengan selimut yang menutup hampir seluruh tubuh.

Sontak mata Raffi menatap nyalang pada Hasan. Tanpa banyak bicara, ia beri bogeman pada perut dan wajah Hasan secara bertubi.

"T-tuaan... aakkhh!"

"Saya ga apa-apain, nona!"

"Errgghhh! Anak ga tahu diuntuung!! Eerrgh!" geram Raffi menyerang ajudannya dengan tonjokan dan tendangan kuat sampai Hasan harus mundur dan jatuh di single sofa.

'Bugh!'

'Bugh-bugh-bugh!!'

"Eerrghh! Kamu apain anak sayaaa?!!"

"Kurang ajaaar!! Aeerghh!" geram Raffi sampai naik menginjak sofa untuk bisa memberi bogeman lebih banyak lagi.

"Hassaaaaaan!! Laki-laki kurang ajaaaar!!"

"Saya bakal bunuh kamuu!!"

"Eerrgh! T-tuan, cukup!" geram Hasan kesakitan. Yang ia bisa lakukan adalah menyilangkan kedua tangan di depan wajah.

Wajah Hasan bengkak dipenuhi darah dan berubah warna menjadi ungu. Satu mata dan bibirnya sama-sama bonyok. Ia kehabisan tenaga.

"Demi Allah saya cuma bantu! Maunya nona buat ke sini!" teriak Hasan berusaha menangkis tonjokan.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now