[AUGE] 10

22.5K 879 10
                                    

dibayar pake vote and follow
yaa!

Happy Reading!!

----------------



Erden sudah berpakaian rapi. Sangat rapi. Ia mengenakan jas kelabu miliknya, di padu dengan kemaja putih, tak lupa dengan celana yang sepadan dengan warna jas nya.

Erden tak lupa memakai jam tangan silver miliknya. Menyisiri rambutnya terlebih dahulu. Selesai menyisiri, Erden menyambar kunci mobilnya dari nakas dan beranjak keluar dari kamarnya.

Erden menuruni setiap anak tangga dengan buru-buru. Begitu sampai di dapur, Kanaya sedikit tertegun dengan penampilan putranya yang lebih rapi dari biasanya.

"Mau kemana? Oh. Jemput calon bini, ya," goda Kanaya yang memberikan Erden sebuah mangkuk penuh dengan sarapan kesukaannya, zuppa zuppa soup.

Erden hanya tersipu sedikit sebelum membaca doa terlebih dahulu sebelum makan.

"Bismillahirrahmanirrahim... Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa 'adzaa bannaar. Aamiin."

Setelah membaca doa, Erden mengambil sendok dan langsung memasukkan sup itu kedalam mulutnya.

"Arden ada dimana, ma?"

"Tidur. Kecapekan kali. Mungkin gara-gara kemarin malam kita terlalu kelamaan. Sudah lah, sekali-kali biar adik mu istirahat," bujuk Kanaya pada Erden yang tengah memakan sup dengan tenang.

"Sekali-kali bolos TK. Arden juga tidur lagi setelah sholat subuh. Jadi ingat waktu kamu kecil," jelas Kanaya sedikit tertawa.

Erden hanya mengangguk sekali. "Tapi, jangan sering. Bisa bikin pahala apa rezeki setelah subuh bisa hilang. Terus--"

"Ih! Mama sudah tahu, Erden. Makan, makan." Kanaya beranjak dari tempat ia berdiri dan kembali ke dapur untuk mencuci peralatan masak yang tadi ia gunakan.

"Kanaya, lihat handphone ku, enggak? Jangan bilang --"

Zein yang tiba-tiba muncul menjadi memelas. Handphone nya sedang di sita Kanaya lantaran Zein juga masih sibuk mengurusi pesantren milik keluarga Althaf. Walaupun sudah di wariskan ke Erden, Zein masih ingin ikut mengurusinya.

Kanaya berpikir kalau Zein lebih menyukai pekerjaan daripada menikmati waktu tua mereka dengan Kanaya, istrinya sendiri.

Erden tertawa pelan. "Di sita. Sabar, pa," kata Erden beranjak dari kursi, mengelap mulutnya dengan tisu.

Kanaya memutar bola matanya malas pada Zein sebelum kembali melihat Erden. "Sudah mau berangkat? Hati-hati, ya."

Erden mengangguk. Mencium tangan Kanaya. "Assalamualaikum. Erden berangkat." Begitu juga dengan tangan papa nya, Zein.

"Waalaikumsalam," balas keduanya.

Kanaya melirik Zein sejenak, berdecih, meninggalkan suaminya sendirian. Zein mulai panik dan kini sibuk membujuk istrinya.

-AUGE-

"Assalamualaikum."

Mendengar suara serak-serak khas yang bikin kaum hawa mleyot, kepala Aileen langsung mencari suara asal tersebut dan menghela nafas panjang sebelum minum air putih.

Narendra menutup buku investasi milik keluarganya dan berjalan ke arah Erden.

"Waalaikumsalam. Pagi, Erden."

Erden tersenyum tipis sembari menyalami tangan Zein.

"Uh... Om--"

"Panggil papi saja. Sudah mau, kok," balas Zein sedikit menggoda calon menantunya.

ALDREEN : VOW TILL ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang