Bitter

603 53 17
                                    

Rissingshire, August 12, 1853

Seorang wanita berjubah hitam tengah melangkah membelah jalanan kota Rissingshire. Sesekali tangannya terlihat menarik kupluk jubah yang ia kenakan. Dari gerak geriknya, tentu semua orang bisa menebak bagaimana wanita ini berusaha sekuat tenaga menutupi identitas dirinya. Tetapi, hiruk-pikuk ibukota Rissingshire seolah memberikan keuntungan tersendiri bagi wanita tersebut. Dimana orang-orang terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga tidak akan memperdulikan kehadiran sesosok wanita aneh berjubah yang tampak mencurigakan.

Langkah kaki itu perlahan ia bawa berbelok melewati sebuah gang kecil yang diapit oleh dua toko kue terkenal di Rissingshire. Memang dari luar terlihat tidak ada yang salah dengan gang tersebut, tetapi begitu sepasang kaki jenjang wanita itu melangkah semakin dalam, aroma minuman keras dan tawa-tawa mengerikan mulai terdengar. Beberapa wanita cantik terlihat berdiri didepan sebuah rumah bordil sembari menjajakan apa yang mereka miliki. Melontarkan kalimat-kalimat menggoda pada lelaki yang kebetulan lewat. Hari masih begitu cerah, tetapi malam seolah sedang berlangsung disini.

KLING

Suara bel tanda pintu terbuka berbunyi dengan amat nyaring. Aroma minuman keras yang awalnya hanya tercium samar berubah menjadi amat menyengat memenuhi seluruh ruangan itu. Tawa-tawa khas lelaki dewasa terdengar dimana-mana. Desahan samar entah darimana asalnya juga ikut mewarnai bar remang-remang pinggiran kota ini. Orang menyebutnya, Wild Alley, tempat tergelap di seluruh kota Rissingshire. Tempat berkumpulnya barang-barang illegal, kriminal, rumah bordil, dan hal lain yang bahkan tidak dapat dibayangkan.

Meskipun begitu, si wanita seolah tidak perduli dan tetap melangkah. Mengabaikan panggilan menggoda atau jawilan yang diberikan para lelaki disana. Matanya tetap terfokus pada seseorang yang sedang duduk menantinya di bagian paling ujung bar tersebut. Hingga deritan kursi yang ditarik oleh si wanita membuat atensi seorang lelaki berjubah hitam yang sama, beralih dari segelas minuman keras yang sedang digenggamnya. Kepalanya mendongak lalu bibirnya melengkung membentuk senyuman simpul sebagai simbol sapaan.

"Aku tidak punya banyak waktu," ucap si wanita, menjadi yang pertama membuka obrolan.

"Kulihat anda tidak ingin berbasa basi. Sungguh jiwa muda yang menggebu-gebu."

"Berhentilah bermain-main. Katakan apa yang ingin kau katakan."

Kekehan lolos di bibir lelaki itu. Perlahan tangannya meraih gelas bir yang sedari tadi berdiri manis di meja lalu meneguk cairan kuning itu dengan cepat. Menghabiskan separuh dari isinya. Seolah dengan sengaja membuat si wanita kesal karena dibuat menunggu.

DRAK, bunyi hantaman antara bagian bawah gelas dan meja akhirnya terdengar. Membuat wanita berjubah hitam tersebut kemudian menatap tajam pada lelaki dihadapannya.

"3 September, Phoenix akan terbang ke kerajaan Patrathia selama empat bulan." ucap lelaki itu, masih dengan senyuman mengejek menghiasi wajahnya.

Mendengar itu, si wanita meloloskan sebuah kekehan pelan. Kuku panjangnya yang dihiasi pewarna merah menyala mengetuk-ngetuk meja. Mengiringi keheningan sementara diantara mereka. Sebagian wajah nya yang tertutupi kupluk tampak sedang berfikir. Ia, melihat sebuah kesempatan emas yang mungkin tidak akan pernah datang lagi setelah ini.

"Aku akan menemui si bodoh itu. Hanya dia yang bisa membantuku," ujarnya.

"Cih, Tidakkah kau pernah bilang lelaki bodoh itu memutuskan menjadi pendeta?"

"Dari awal dia adalah iblis. Menjadi pendeta tidak akan mengubahnya menjadi malaikat."

"Kau yakin? Aku harap kali ini semuanya akan berhasil. Jika tidak kita akan tamat."

TightropeWhere stories live. Discover now