01:

186 22 3
                                    


***

Dia berkarisma, sosoknya bagaikan malam abadi. Dingin, menenangkan hati dan sekaligus dipenuhi sikap ganas layaknya binatang buas. Terkadang tatapannya manusiawi, terpuji seolah senyumannya dari titisan Dewa Yunani.

Bagi kaum hawa, jelas dia adalah santapan kami. Cuci mata, istilah lain untuk memperhatikan seseorang yang menarik sebagai hiburan.

Disekolah dia dikenal banyak orang. Keluarga Woods. Bahkan saudaranya tidak kalah menawan, aku pribadi lebih tertarik sama Liu. Sedangkan hampir semua teman kelasku, mereka lebih tertarik sama Jeff.

Mungkin benar, mereka bersaudara. Tapi Jeff lebih sering aktif disekolah, dia ramah dan suka memamerkan senyuman ke gadis-gadis. Sementara Liu, kesannya datar dan tidak jarang bersikap cuek pada mereka yang berusaha mengakrabkan diri padanya.

Aku diam-diam menyukainya, padahal teman sebangku selalu mencibirnya disebelahku. "Sok kali, bisa apa dia sendirian kayak gitu?"

Beruntung, kami sekelas. Berjarak tiga meja dari depan. Liu duduk dibangku pertama, aku terkadang tersenyum membelakanginya.

"Kalian ngomongin apaan? Seru kali keknya," Dan iya, entah satu poin dari mana, Jeff juga sekelas sama aku dan Liu. Dia duduk dibangku terakhir, persis dibelakangku. Tidak heran, dia suka ikut campur dan nimbrung ke kami ketika tengah asiknya bercanda.

"Eh, gak ada tuh. Iya kan, (Y/N)?" Temanku salah tingkah, kurasa dia malu mengakui bahwa dirinya tadi lagi mengatai Liu.

"Yang benar??" Jeff menoleh kearahku, tersenyum lebih lebar.

Aku mengangkat bahu, "Enggak tahu."

Jeff berseru kesal, sedikit bercanda memainkan rambutku dari belakang. Sengaja aku biarin, karena semakin dilayan dia semakin jadi. Tapi, kelamaan aku merasa tidak nyaman. Begitu aku menoleh, Jeff tersenyum sambil mengelus rambutku ke pipinya.

"Harum. Bisa jadi, aku terpikat denganmu seperti lebah." Ujarnya.

"Apaan sih—" aku menarik rambutku. Liu menghadap kearahku. Dia memutarkan badannya ke belakang dan bertatapan denganku, sesaat aku kehabisan kata-kata selayaknya habis ditangkap basah.

Mulutku kembali merapat setelah Liu memalingkan wajahnya ke depan lagi. Sesuatu menyakiti perasaanku, berpikir takut dia salah mengira kalau aku menyukai saudaranya.

"Kau pakai shampo apa, (Y/N)?"

"Berisik! Kau bisa diam tidak?" Sekilas aku bisa lihat raut wajah Jeff berubah, dia kembali tersenyum. Tapi kali ini, matanya menyimpit.

Aku menceritakan ulang keseharian aku disekolah, bagaimana sosoknya diawal pagi hari saat dikelas dan sekaligus dihari terakhir aku melihatnya.

Seorang polisi mencatat beberapa hal dari penjelasan yang aku berikan. Apa keterangan aku sudah cukup?

"Terima kasih, nak. Kamu sudah membantu banyak." Katanya datar, tidak ada gunanya berterima kasih kalau tidak niat.

Aku keluar dari ruang guru, satu persatu dari anak kelas diwawancarai oleh polisi. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan, terkadang aku cukup kesulitan untuk menjawabnya.

𝟮𝟰 𝗵𝗼𝘂𝗿𝘀 𝘄𝗶𝘁𝗵 𝗖𝗿𝗲𝗲𝗽𝘆𝗽𝗮𝘀𝘁𝗮Donde viven las historias. Descúbrelo ahora