17. Gaji.

72 9 3
                                    


Kaos-kaos, kemeja, celana, sarung, semua berhamburan bebas di dalam kamar luas yang serba soft pink nan elegan ini. Florenzia yang sudah memakai daster Bali mengobrak-abrik koper milik suaminya. Suami? Tidak, Hasan adalah pesuruh yang lihai menipu.

Yang bisa Hasan lakukan adalah berdiri diam bak ajudan yang sedang berjaga di keramaian. Sebegitu bencinya seorang Florenzia sampai rela merangkak turun dari ranjang hanya untuk mengobrak-abrik isi kopernya.

Tanpa diduga, pintu kamar dibuka dan memunculkan Asih yang sudah tua renta. Asih tertangkap basah oleh Florenzia.

"Apa, ibu Asih? Haa? Ibu puas? Sekarang anak ibu masu satu kamar sama saya. Lalu apa? Mau bikin saya hamil? Mau punya anak biar dijadiin alat pemerasan? Iya?" sembur Flori dalam keadaan bersimpuh bersama kasa di kaki yang sudah kotor karena darah.

"Saan? Naha kamu teh cacing waee?" lirih Asih tak percaya.

(Saan? Kenapa kamu diem teruus?)

"Neng, ada darah, neeeng. Kaki neng lukaa." Asih ingin masuk kamar, namun ia takut. Anaknya malah tak melakukan apapun tuk melerai.

"Ga usah cari muka sama saya, ya! Saya ga bakal kemakan perilaku manis kalian! Kalian komplotan penipu." Flori begitu angkuh berucap bersama sisa derai airmata.

"Ini perintah tuan! Dari mulai hari ini dan seterusnya, saya akan tidur di kamar ini." Hasan bergeming begitu gagah dengan kedua tangan menyilang di belakang. Raut wajahnya begitu datar, dingin, serius.

"Ah? Perintah? Aah? Hahahaha!"

"Eerrghh! Laki-laki gila!" teriak Flori melempar kaos hingga tepat menutup wajah Hasan. Hasan hanya menutup mata dan membiarkan kaos itu jatuh.

"Sudah, non. Capek."

"Saya tahu non capek." Hasan bergegas mendekat.

"Jangan ngedeket! Eerrgh! Jangan deket-deket gue!" geram Flori beringsung dan melempar semua pakaian yang bisa ia raih.

"Jangan berontak!" tegas Hasan meraih tubuh itu dan memanggulnya bak karung beras. Seketika punggungnya dijadikan sampai oleh sang nona.

"Astagfirullah, Sansaaan!"

Hasan melangkah seperti tak terbebani sama sekali. Ia dekat ranjang, lalu ia daratkan tubuh sang nona hingga bokong itu mendarat cukup kuat pada kasur. Kini giliran bantal berwana pink mengenai wajah, dan lagi-lagi ia biarkan.

Dua bogeman Hasan terima di perut kekarnya. Sang nona tak terima dirinya menghadang. Alhasil perutnya menjadi korban.

"Errrgh! Lepassiin!" geram Flori terkesiap kedua tangannya dicekal kuat.

"Lihat! Kaki non sudah berdarah seperti itu."

"Gue ga pedulii!"

Cuih!

Asih terperanjat menutup mulu dengan kedua telapak tangan. Ia tak menyangka menantunya bisa berbuat kejam sejauh itu sampai-sampai wajah Hasan diludahi.

"Saya juga bisa kasar. Kalo non mau main kasar, saya main kasar juga kalo gitu." Hasan bak robok. Ia cengkeram dua tangan itu seolah tanpa beban, padahal sang empunya berontak hebat sampai bokong itu berjingkat berulangkali menjauhi kasur.

"Aaaaa! Lepasin gueeee!" teriak Flori melotot terkesiap mendapati dua tangannya ditarik hingga ia telentang dan digusur agar lurus di samping ranjang.

"Hasan?"

Hasan mengambil kabel terminal, lalu mengikat dua tangan sang nona dan diikatkan lagi pada bagian sandaran ranjang di mana ada celah yang bisa ia manfaatkan. Ini persis seperti di hotel kala Florenzia menelanjangi diri sendiri dan membuatnya takut.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang