22. Peluk.

110 8 1
                                    

Florenzia meringkuk dan menangis sesenggukan di atas ranjang reyot yang ada di salah satu kamar di rumah Hasan. Rombongan keluarganya sengaja pergi meninggalkannya, termasuk dua asisten pribadinya. Kini ia tidak bisa pulang.

Dengan perasaan sedih, Asih berdiri di pintu kamar tuk menyaksikan menantunya yang begitu tak terima. Entah, ia merasa sedih, ia merasa bersalah hidup miskin seperti ini.

"Ga maauuu. Ga mau hidup di siniii, Nonooof." Florenzia mendaratkan ponselnya di sisi wajah. Ia sedang menelepon adiknya.

"Nonoof. Bilangin baba sama bundaaa. Huuuu."

"I hate him!! I hate babaaa!!" teriak Flori pada speaker ponsel.

"Eerrghh!!" geram membanting bantal kapuk yang berat dan tidak empuk.

"Neeng...."

Suara Flori seketika hilang. Suasana berubah senyap. Itu adalah tanda kalau wanita muda itu tak mau berkomunikasi sama sekali dengan Asih. Ia bahkan sengaja bergeming membelakangi ibu mertuanya.

Kepalan tangan Flori memukul kasur kapuk kala terasa Asih duduk di sisi ranjang. Itu tanda ia geram.

"Maak? Mak nuju naon? Hayu, ah, kaluar." Hasan sangat hati-hati memasuki kamar, lalu menangkup dua bahu sang ibu agar berdiri dan pergi dari kamar sempit ini.

(Maak? Mak sedang apa? Ayo kita keluar.)

"Eerrghh! Hasan, bajingaan! Loooo!!" teriak Flori berjingkat duduk, lalu mukup tubuh Hasan secara membabi-buta.

"Eeergh! Gue benci!!"

"Benci benci benciiii! Aeerrghh!" geramnya mencabik-cabik tubuh kekar Hasan hingga kemejanya robek.

"Astaghfirullaah! Noon?!!" pekik Asih spontan menarik lengan Flori, namun tak bisa. Ia malah terjungkal ke belakang karena ditepis kuat.

"Eerrgh!! Hiks. Eerrgh!"

"Gue benci sama looo!"

"Benciiii!" teriaknya mencakar dua lengan kekar Hasan yang menahannya sejak tadi.

Hasna dan Hasni memekik tak percaya. Spontan mereka dorong tubuh Florenzia, lalu berteriak marah.

"Non apa-apaaan?! Non gila, yaa?!" teriak Hasna dengan logat Sunda yang sangat kental.

"Lo yang gilaaa!" teriak Flori siap mencakar Hasna, namun segera dua tangannya Hasan cekal dengan kuat.

"Iiih! Kenapa, sih, selalu kasar sama aa kitaaa?" jerit Hasni, si bungsu. Ia menitikkan airmata.

"Eerrgh."

Plak!!

"Aaa!!" pekik Flori terkesiap mundur dengan wajah menyamping dan satu sisinya merah. Sontak ia remas pipi itu.

Hasan terperangah mendapati Hasna berani menampar Florenzia. Terlepas Florenzia adalah istrinya, Florenzia adalah anak majikannya, nona yang harus ia jaga dengan baik.

"Astagfirullah, Hasnaaaaa?!!" pekik Asih dan Hasan bersamaan.

"Hasna, kaluar! Kaluar ayeuna keneh!" tegas Hasan hampir membentak.

(Hasna, keluar! Keluar sekarang juga!)

"Aa?" gumam Hasna tak percaya.

"Ani, bawa kaluar!" titah Hasan benar-benar dingin.

Flori terperangah tak percaya mendapati Hasan marah untuk pertamakalinya. Ternyata seperti ini kalau Hasan benar-benar marah.

"Aku ga papa. Nggak, ga papa. Serius, Hasan, aku ga papa." Flori berulangkali menggeleng tegas, namun pipinya itu masih ia cengkeram, dan matanya berkaca-kaca.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now