5. Kesempatan Kedua

843 113 54
                                    

Suara dentuman dari terhantamnya mobil Thalia oleh truk yang Hema dengar lewat telepon tempo malam masih amat jelas terngiang-ngiang.

Pada malam kelam di mana hujan deras mengguyur Bandung kala itu, Hema tergopoh-gopoh mencari sang istri yang entah di mana mengalami kecelakaan. Dia dan Jere kelabakan, menyusuri jalan yang mungkin saja dilewati Thalia selepas pulang dari rumah Abimana. Sementara Reyhan dan Nata menyambangi beberapa rumah sakit yang diprediksi sebagai tempat Thalia dibawa. Keempatnya saling mengabari selama pencarian. Sampai kemudian ada titik terang; Nata dan Reyhan menemukan Thalia.

Malam itu, Hema merasakan satu sensasi mengerikan yang familier. Dadanya seolah dihantam godam, menyesakkan dada, menyempitkan jalan pernapasannya saat melihat Thalia terbaring di ruang ICU dengan banyak alat medis tersemat di tubuh. Runtuh, dunia Hema seketika runtuh. Ia gagal menjaga perempuannya tetap baik-baik saja. Ia tak sanggup berbuat banyak untuk Thalia yang sekarat. Ia hanya mampu berdiri di sana, tidak berdaya melihat kesakitan Thalia.

"Gak becus kamu jadi suami, Hema!"

Suara Clarissa yang menggema di koridor rumah sakit malam itu Hema iyakan dalam hati. Hema mengakui telah lalai. Ia akui ia gagal. Maka ia terima dengan pasrah kemarahan Clarissa. Hema bersedia disalahkan untuk kemalangan yang menimpa Thalia. Hema tidak apa-apa walau harus menanggung luapan kesedihan mereka, tidak apa-apa, meski Hema sendiri pun rasanya porak poranda.

Thalia mengalami kecelakaan hebat yang melibatkan beberapa kendaraan di sebuah perempatan. Kecelakaan yang memakan korban jiwa. Thalia selamat, tetapi tak kunjung bangun sejak dua hari lalu. Tubuh Thalia didera banyak luka, bagian fatalnya otak perempuan itu tak lagi mampu bekerja dengan baik. Dokter bilang harapan hidup Thalia tidak banyak, tidak lama-pernyataan yang sukses meremukkan hati keluarga Thalia. Akan tetapi mereka mau berusaha, mau pertahankan Thalia tetap ada. Maka meski harus ditopang banyak alat supaya napas Thalia berembus, mereka tak keberatan melakukannya. Apa pun, asal Thalia tak pergi. Walau entah harus sampai kapan, tak apa, asal Thalia masih dapat direngkuh raganya, dilihat rupanya, nyata jika Thalia masih ada bersama mereka.

"Tha," bisik Hema, "udah lewat dua hari lho, Sayang. Gak mau bangun?"

Sejak dua hari lalu, sejak Thalia tidak sanggup lagi membuka mata, Hema selalu ada di sisinya. Lelaki itu tak ke mana-mana selain pergi untuk buang air dan makan. Ia percaya Thalia akan kembali terjaga, dan Hema mau jadi orang pertama yang menyambutnya.

Hema mengecup punggung tangan Thalia, lama, hingga air matanya berderai. Ia membiarkan kesunyian menyandera segala bebunyian di dalam ruangan itu, hanya bunyi teratur dari layar monitor yang menemaninya dalam meratapi kesedihan. Ia merindukan Thalia dengan sangat. Dengan perasaan yang seolah-olah akan meledak. Hema mau mendengar omelannya, mau melihat delikan tajam dan bibir cemberutnya ketika merajuk, mau memeluk raga yang menjadi rumah atas segala keluh kesahnya. Thalia adalah tempat Hema mengadu dan berteduh dari serbuan masalah, lalu ketika sekarang Thalia tak menyambut kepulangannya, Hema harus bagaimana? Hema tak sanggup.

Hema bawa sebelah tangan Thalia yang terbebas dari selang infusan ke pipi, menangkupnya di sana demi merasakan hangat dari telapaknya. Namun, sialan, Hema benci fakta tentang hangat yang ia cari-cari tak lagi bisa ia temukan. Hangat, tetapi tidak menghangatkan hati Hema. Mata sayu lelaki itu menatap lekat wajah Thalia yang meski terdapat beberapa luka lebam, tetapi masih pancarkan kecantikan. "Tha," Selalu ada jemari tidak kasat mata yang mencengkeram dada Hema setiap kali ia memanggil nama perempuannya. "Kamu bilang mau bareng-bareng sama aku sampai tua, 'kan? Aku udah berusaha untuk bertahan, untuk kuat, jadi kamu juga harus kuat ya, Tha? Ayo kita hidup yang lama, ayo dampingi Esa sampai ketemu rumahnya. Ayo hidup sampai tua, kata kamu juga sampai gigi kamu ilang semua, 'kan? Ayo, Tha, ayo ...."

[✓] Second ChanceWhere stories live. Discover now