23. Pertamakali.

174 9 0
                                    

Florenzia mengendap-ngendap menuju dapur yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Dengan memberanikan diri, Flori menelisik sekeliling. Perlahan ia mendongak menatap lampu besar. Lampu itu dibeli mendadak tuk mengganti lampu bohlam dengan cahaya kecil yang membuat suasana menyeramkan.

Baru saja akan menuju kamar mandi, suasana berubah gelap gulita.

"Aaaaaa! Hasaaaaan!" jerit Flori dalam kondisi bingung akan berlari kemana. Ia tak hafal rumah ini.

"Astaga! Non?!"

"Nooon?"

"Aaaa! Di dapuuur! Aaaaa!" rengek Flori memejamkan mata sembari kepalan tangannya mengibas di udara.

"My phone, Hasaaan! Pleaseee!"

Bukannya menjawab, Hasan justru hadir dengan senter di HPnya yang ia nyalakan. Wanita muda itu memekik, lalu mendekap tubuhnya dengan erat. Hasan sampai gelagapan.

"Aaaa! Taakuuut. Pasti ada pocooong!" rengek Flori mengguncang tubuh tinggi kekar yang sedang ia dekap.

"Hmpt!"

"Iiih?! Kok malah ketawaaaa!" jerit Flori memutar pergelangan tangan Hasan agar senter ponsel menyorot wajah tampan itu.

Satu tangan Hasan merengkuh dan melingkar posesif pada lekuk pinggang sang nona. Ia mengulum senyum tipis kala sedikit melawan tangan sang nona.

"Diem ga?! Gue cium, nih!" geram Flori melotot memajukan wajah sembari berjinjit setinggi mungkin.

Hasan spontan melotot dan memundurkan bahu. Dalam keadaan menunduk, ia menelisik tak percaya.

"Mau, loo?!"

"Boleh?" kicau Hasan bertanya pada sosok cantik yang terus mendongak, sangat mendongak.

"Ak—." Flori melotot sembari kepalanya terus mundur tuk menelisik lebih jelas lagi.

"G-g...."

"Saya ga maksud. Maaf, non." Hasan melepas rengkuhannya dan mundur. Yang bisa mereka lihat adalah lantai, karena senter menyorot ke bawah.

"Tidur lagi, non. Biar saya nyalain lilin."

"Non ada apa ke dapur?" tanya Hasan berbalik badan menyorot meja makan.

Florenzia tak menjawab, melainkan ia membeku salah tingkah dan bingung. Ditatapnya punggung besar itu seiring sang empunya banyak bergerak mencari benda.

"Nah, ini lilin. Sebentar, non."

"Udah nyala, non. Ini non pegang hp aja."

Pria itu terus menghindar tuk menghadap dan menatap. Ia mendahului sang nona menuju ruang tengah sembari membawa tiga lilin yang maaing masing disimpan di gelas.

Dua Lilin disimpan di tengah rumah. Tidak ada ruang tamu terpisah di sini. Satunya lagi di simpan di kamar, digantung di kusen pintu seperti telah di sediakan. Hasan yang menyimpan semuanya, sementara Flori menguntit di belakang.

Baru saja Hasan akan keluar kamar, Flori mencekalnya. Flori tampak menelisik ke luar kamar.

"Bu Asih? Buuu?"

"Ibu Asih mana? Simpen satu di kamar bu Asih aja." Flori menyorot wajah tampan itu dengan senter sampai sang empunya memicing dan berusaha membuang muka.

"Ada yang meninggal, non. Ibu pasti sampe subuh di sana."

"Ini tadi saya baca chat dari Hasna. Mereka bertiga pasti di sana."

"Oh, yaa? Aaaah. Ada pocong, dong?" timpal Flori merengek tipis.

"Apa jangan-jangaan.... ini pocong?" cicit Flori mundur sembari menunjuk Hasan. Ia tampak ketakutan.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang