Sirna

31 0 0
                                    


Kembar. Satu kata ini akan selalu muncul saat kalian melihat orang-orang yang memiliki paras serupa atau bahkan identik. Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah tapi wajah mereka serupa banyak orang yang akan tetap mengatakan mereka kembar.

Banyak yang berpikir bahwa memiliki kembaran sangatlah menyenangkan. Mereka bisa mengenakan baju yang sama untuk mengecoh orang lain terkadang pula mereka bisa bertukar tempat untuk menguji apakah ada orang yang bisa membedakan mereka. Mengalami berbagai hal dan tumbuh dewasa bersama. Tapi pernahkah kalian berpikir apa yang akan terjadi jika hanya satu dari mereka yang bisa tumbuh dewasa?

Vanya dan Vaniya. Keduanya terlahir sebagai kembar identik pada bulan September saat sore hari menjelang. Keduanya sama-sama memiliki tahi lalat disudut mata kanan mereka. Sangat sulit membedakan keduanya karena mereka sangat suka mengecoh orang bahkan orang tua mereka.

Seiring berjalannya waktu mereka sudah menginjak usia anak-anak. Si kembar memilih rambut pendek sebahu dan selalu memakai pakaian yang sama. Banyak anak-anak seusia mereka yang kebingunan saat ingin memanggil salah satunya. Entah siapa yang memulai tapi Vaya menjadi nama pendek untuk si kembar. Vanya dan Vaniya senang-senang saja dipanggil seperti itu karena mereka berhasil membuat orang lain bingung.

Si kembar berharap mereka bisa melakukan hal ini sampai mereka dewasa nanti. Bahkan mereka sempat berpikir untuk saling bertukar tempat jika berada di kelas yang berbeda kelak. Namun Tuhan memiliki rencana lain untuk keduanya.

Saat umur 10 tahun, keduanya sama- sama terkena demam berdarah. Mereka harus dirawat di rumah sakit selama 11 hari. Saat fase kritis sudah terlewati, mereka seharusnya memasuki fase pemulihan. Namun tiba-tiba Vaniya mengalami gagal jantung dan harus dibawa ke ICU. Selama perawatan dua hari terakhir, Vanya selalu melihat dari balik dinding kaca. Dirinya berharap saudara sekaligus sahabatnya bisa segera sembuh.

Vanya sudah mulai jenuh dengan bau rumah sakit, dirinya ingin kembali berskolah dan bermain dengan kembarannya seperti hari biasa. Dengan harapan bisa membantu kesembuhan saudaranya, Vanya selalu membawakan bunga matahari mini. Dirinya berpikir jika Vaniya sadar dan melihat warna selain warna rumah sakit, dia akan segera keluar dari ICU. Namun, lagi-lagi Tuhan berkehendak lain. Hari ketiga setelah makan siang, Vaniya mengalami drop. Waktu berlalu dan dokter dengan berat hati mengatakan bela sungkawanya.

Vanya terdiam. Ingatannya masih penuh dengan momen ketika garis tidak beraturan bergerak cepat dan suara nyaring terdengar dari sebuah alat seperti televisi di sebelah kembarannya. Dengan pandangan agak linglung miliknya, Vanya menatap dokter yang menangani Vaniya. Melihat pandangan sendu dan senyuman redup sang dokter membuat mata Vanya memanas sebelum air matanya mengalir perlahan.

"Vaniya?"

"Maaf, ya." Sang dokter tersenyum sedih sambil mengelus kepala Vanya tanda simpatinya sebelum pergi untuk mengurus pasien lain.

Vanya hanya terdiam sambil memandang lantai dengan mata lembab. Ayahnya tengah menenangkan sang ibu yang terisak hebat. Sang nenek Tengah memeluk dirinya sambil menangis dan sang kakek yang tengah menggendong adik laki-lakinya yang baru berumur  8 tahun. Dilihatnya pintu ICU, tempat dimana kembarannya berada tiga hari ini dan mungkin mulai besok dirinya tidak akan melihat Vaniya lagi. Mulai besok dan seterusnya sampai napas terakhir, Vanya tidak akan pernah bisa bermain lagi dengan Vaniya.

Vanya tidak bodoh, dia juga tidak naif. Dirinya tahu apa arti kematian yang sesungguhnya, dirinya juga tahu apa itu gagal jantung. Bacaannya bukan hanya cerita tentang putri dan pangeran yang hidup bahagia selamanya, dia juga membaca banyak hal lainnya. Dia tahu jika akhir kehidupan adalah kematian. Dia tahu jika akhir dari pertemuan adalah perpisahan. Tapi dirinya tidak pernah berpikir jika kematian dan perpisahan akan terjadi secepat ini.

"Sssshhh....Vanya. Vanya masih punya Papah, Mamah, Devan, sama eyang. Sshhhh...Vanya anak kuat." Sang nenek menenangkan cucunya yang menangis pilu karena telah kehilangan setengah jiwanya, separuh hidupnya, dan separuh hatinya.

Sejak hari kematian kembarannya, Vanya bukanlah anak yang periang lagi. Dia masih tersenyum tapi semunaya terasa berbeda. Semua hal yang dilakukannya terasa salah karena tidak ada Vaniya disampingnya. Semuanya terasa hambar.

Sampai lima tahun telah berlalu, Vanya masihlah tetap sama. Dirinya masih belum melupakan Vaniya. Yang berbeda hanya dirinya sudahh menjadi kakak untuk ketiga kalinya. Saka, adik laki-lakinya yang lahir setelah setahun kematian Vaniya. Semua orang Bahagia atas kelahiran anggota keluarga yang baru. Vanya tentunya turut Bahagia. Hanya saja semuanya terasa kurang lengkap. Atau mungkin memang dirinya saja yang tidak akan pernah merasa lengkap lagi.

Uncomplete TwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang