24. Ancam ♡

175 8 0
                                    

Wanita yang sedang lelap tertidur di kamar jrelek beserta kasur sempit itu bahunya diguncang cukup kuat. Dua tangannya masuk ke dalam selimut. Bagian dada atas dan bahunya tak tertutup apapun. Pria yang memakai kaos dan sarung itu rambutnya basah dan sudah disisir. Di sisi ranjang ada kresek putih.

Ini sudah pagi hari. Ini jam 6 pagi.

Sangat sabar sekali Hasan yang berlutut di sisi ranjang membangunkan sang nona, tapi rasa gundahnya tak bisa ia sembunyikan. Berulangkali ia mengusap wajah dan menyugar rambut, bahkan berdecak.

"Non! Bangun, non!" bisik Hasan tak bisa sabar lagi.

"Non, plis, noon!"

"Noooon!" bisik Hasan mendekatkan bibir di telinga itu. Flori malah seperti mayat.

"Maaf, ya, non, yaa."

Tanpa rasa iba, Hasan mencapit dua sisi hidung Florenzia dan bibir ranum itu ia bekap. Butuh waktu satu menit untuk wanita itu melotot dan berontak tuk bisa meraup napas.

Hasan terkesiap mendapati Flori duduk. Ia spontan berjingkat tuk menahan selimut agar tidak jatuh. Flori tak memakai apapun

"Non?" tanya Hasan duduk sedikit di sisi ranjang.

"Aah?" gumam Flori masih ngantuk.

"Euunghh.... ck!"

Dua tangan Flori menggeliat naik. Tiba-tiba saja selimut itu ditekan di sisi ketiak oleh Hasan. Sontak ia mengernyit.

Flori memejam kuat, lalu menelisik wajah Hasan. Tidak, semalam bukan mimpi. Florenzia dua kali terjaga dari tidurnya dan tahu mereka tidur berdua semalaman.

"A-eumm.." gumam Flori salah tingkah sembari menahan selimut oleh ketiak.

Wanita itu bersemu merah dan tak berani menatap pada pria itu.

"Eumm...." Flori sangat gugup.

"Minum ini dulu, non. Keburu telat."

"Aah?"

Flori mengedip lemah kala perlahan menatap pada Hasan. Ia terkejut mendapati tangan besar itu mendekat dengan satu biji obat yang sudah dibuka. Tangan Hasan satunya lagi mengangkat botol minum.

"Keburu telat apa?" tanya Flori kebingungan. Suaranya lembut.

"Ini pil apa?"

"Pencegah kehamilan." Hasan sedikit kikuk. Ia salah tingkah.

"O-ooh..." Flori mengangguk kaku, lalu meraih obat itu dan segera menelannya dibantu dengan air mineral.

"Ada yang sakit, non?" tanya Hasan begitu perhatian.

"Sedikit."

Keduanya sama-saman mendengus tanoa berani saling menatap dengan semu merah di pipi. Entah, rasanya Flori tak lagi memiliki rasa benci sebagaimana bencinya dulu pada Hasan.

Menyaksikan Hasan yang membuka koper dan bertanya ingin pakaian yang mana, Flori merasa tersentuh. Tak bisa ia tepis kalau Hasan sangat perhatian. Perhatiannya beda dengan sebelum mereka menikah.

"Baju yang itu aja."

"Nanti sore kita pulang." Hasan menutup retsleting koper bermotif bunga-bunga.

"Besok siang aja. Sehari lagi, ga papa."

"Kasihan bu Asih, mau kamu tinggalin berbulan-bulan." Flori tak menolak kala botol minum itu Hasan ambil dan simpan di dinding yang sengaja menonjol.

"Emang ga papa, non?"

"Ga papa."

"Non mau pulang duluan aja berarti?" tanya Hasan tak berani duduk di sisi ranjang. Ia terus berjongkok.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now