03: fate

18 5 0
                                    

Rumah terasa sepi hari ini. Kedua orang tua gue pergi ke rumah saudara gue yang lokasinya bisa dibilang cukup jauh dari tempat gue tinggal. Mereka mau bersilaturahim seperti biasanya. Minggu lalu, keluarga sana lah yang berkunjung ke rumah kami.

Sebagai sesama keluarga, saling berkomunikasi itu penting. Mau lagi senang ataupun susah, semuanya harus saling membantu. Ya, gue bersyukur banget bisa dilahirkan di keluarga ini. Karena itu, gue bisa merasakan kasih sayang serta gimana rasanya punya keluarga cemara.

Kembali ke topik kemarin, tentang kedatangan tamu penting alias Pak Malik. Gue sebenernya sudah kenal dengan beliau. Dia pernah jadi guru Akidah Akhlak waktu gue di MTs. Lucunya takdir Allah, gue ketemu lagi dengan beliau dengan alasan yang luar biasa bikin gue ketar-ketir.

Gue belum ngomong apapun tentang permasalahan ini dengan Jeffrey. Ngebayangin dia berpisah dengan gue— haduh jangan sampai deh. Gue terlanjur jatuh terlalu dalam sama dia. Gue ga mau pisah dari dia.























































"Saya minta maaf sekali lagi, pak. Tapi saya beneran ga siap untuk menyetujui perjodohan ini. Saya ga siap untuk berpisah dengan pacar saya. Nikah bukan cuma sekedar menggelar acara dan selesai, tapi ini bermakna hingga akhir hayat."

Setelah gue bilang gitu, abi gue menghela napas panjang. Pak Malik terlihat mengangguk kecil dan tetap tersenyum. Gue merasa dengan ngomong semua hal ini dengan jujur ga bakal menimbulkan fitnah atau kesalahpahaman. Jadi mending ceritakan aja sebenar-benarnya.

"Bapak hargai keputusan kamu, Anna. Pernikahan memang bukan untuk main-main. Menikah itu adalah ibadah, dan hanya bagi yang mampu saja yang bisa melaksanakannya," balas Pak Malik.

Ah, agak lega nih gue. Pak Malik emang the best!

"Saya rasa sampai di sini saja perbincangan kita hari ini, Wan. Tidak apa-apa kalau anakmu menolak, itu memang hak dia untuk memilih. Tapi, kalau seandainya kamu perlu bantuan, bilang saja sama saya," lanjut bapak itu kepada abi gue.






























































Overthinking boleh ga?

Kalimat terakhir yang dibilang Pak Malik menurut gue agak ambigu. Tapi gue harap, urusannya cukup sudah sampai di sini. No more jodoh-jodohin gue sama si anak ustadz itu. Mari hadapi masa depan cerah bersama Jeffrey.

Ehe.

Setelah dipikir-pikir, bosan juga rasanya ga ngapa-ngapain dari tadi. Semenjak abi dan ummi gue pergi, gue cuma scroll Tiktok and Instagram. Baca novel udah, halu nikah sama Jeffrey juga udah. Apalagi coba?

Oh iya, makan belum.

Tapi gue harus makan apa? Ummi tadi cuma siapin sarapan buat gue dan abi. Apa gue ke minimarket aja ya? Sekalian beli jajan, kebetulan stok snacks udah menipis.

Gue pun beranjak dari ranjang dan segera bersiap-siap untuk keluar. Ga perlu dandan, minimarketnya deket kok. Jadi gue pake hoodie oversized dan memanfaatkan penutup kepala hoodie itu sebagai pengganti jilbab. Setidaknya leher dan rambut gue ga keliatan.

Alhamdulillah ada motor nganggur di rumah, gue bisa naik motor aja, ga perlu susah-susah jalan kaki nyebrang.

Sesampainya di sana, gue langsung ke section per-mie-an. Udah dua bulan gue ga makan mie instan karena di rumah sengaja ga disediain. Di rumah gue, kalau ummi beli mie instan sekardus, dalam waktu sebulan itu bisa habis karena gue yang makan terus. Micinnya itu lho sis, siapa yang bisa menolak pesonanya?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 23, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Calon Imam : Kim DoyoungWhere stories live. Discover now