Shape of Heart 3: Mawar yang Tersakiti

10 5 0
                                    

Di sebuah kota kecil yang terhampar di bawah langit biru, dipenuhi oleh alam yang memesona dan keindahan bunga-bunga yang mekar di musim semi, hiduplah seorang perempuan yang bernama Yuka. Yuka adalah seorang wanita yang memiliki mata cokelat yang hangat dan lembut, seperti dua permata yang berkilau di antara rambut hitamnya yang panjang dan berkilau. Dia selalu mengenakan gaun bunga-bunga yang berwarna pastel, yang selalu cocok dengan musim bunga yang sedang bersemi. Setiap harinya, Yuka memulai perjalanannya dengan mengenakan sepatu putih yang bersih dan melewati jalan beraspal yang berliku-liku menuju toko bunga tempat dia bekerja. Suaranya yang lembut dan senyumnya yang ramah selalu menarik perhatian orang-orang yang bertemu dengannya di sepanjang perjalanan menuju tempat kerja.

Namun, di salah satu sudut jalan yang telah menjadi bagian rutinitasnya, terdapat seorang lelaki yang selalu muncul dalam bayangan Yuka saat dia bekerja di toko bunga yang indah itu. Lelaki itu bernama Bintang, seorang lelaki yang penuh misteri berjalan yang tak pernah Yuka ketahui lebih jauh tentangnya. Setiap kali datang, Bintang selalu memilih satu jenis bunga yang sama: mawar merah yang anggun dan memikat. Yuka merasa seperti terjebak dalam misteri ini, seperti sehelai daun yang berhembus di angin, tak pernah tahu untuk apa dan untuk siapa Bintang membeli bunga mawar itu.

Dalam kehadiran Bintang yang misterius, Yuka selalu bertanya-tanya, tetapi seolah tertahan oleh kehadirannya yang menggoda. Terkadang, cahaya remang yang menyelinap di antara dedaunan pohon di sudut jalan itu memberikan sentuhan misterius pada wajah Bintang, sehingga ia tampak seperti seorang pemikat bayangan dari sebuah kisah yang belum terungkap sepenuhnya. Yuka merasa takut dan terkadang merasa seolah-olah dirinya hanyalah sepotong latar belakang yang tak berarti dalam perjalanan Bintang. Setiap kali Bintang melangkah masuk ke toko bunga itu, Yuka hanya bisa terpaku pada tugasnya, sementara rasa ingin tahunya menari-nari seperti bayangan yang sulit ditangkap.

Lambat laun, rasa penasaran Yuka berubah menjadi rasa tertarik yang dipenuhi dengan ketidakpastian yang gelap. Ya, tidak bisa dipungkiri, Bintang memiliki wajah yang menakjubkan dan memikat. Yuka, di sisi lain, merasa seolah-olah hanya berperan sebagai sosok biasa. Wajahnya tidak jelek, tetapi juga tidak bisa dikatakan cantik. Mungkin, yang membuatnya berbeda adalah gaya berbusananya yang selalu berkilau dan bersinar di tengah kerumunan. Setiap pujian yang pernah dia terima dari orang-orang di sekelilingnya selalu terkait dengan keramahan dan pilihan pakaian yang begitu menawan. Yuka tidak pernah mendengar pujian tentang wajahnya, melainkan hanya tentang pakaian yang dikenakannya dan keramahannya. Ini selalu menjadi bayangan yang menggelayut di benaknya.

Ketidakpastian yang merayap dalam diri Yuka semakin dalam. Dia merasa dirinya tidak layak untuk mencapai hati Bintang. Bagaimana mungkin dia bisa mengungkapkan perasaannya jika bahkan dirinya sendiri tidak percaya pada dirinya? Mungkin saja Bintang hanya menganggapnya sebagai tokoh sampingan di hidupnya yaitu si penjual bunga.

Yuka terdiam dalam perasaan yang menghimpitnya, dan dia hanya bisa memandang Bintang dari kejauhan, menahan rasa cintanya yang tak pernah terungkap. Bahkan meskipun hatinya terluka oleh cinta yang tak terbalas, Yuka merasa bahagia hanya dengan melihat Bintang dari jauh dan menyaksikan bagaimana bunga mawar merah itu selalu mekar di tangan lelaki itu, seperti lambang dari cinta yang terperangkap dalam kegelapan yang tak kunjung usai.

***

Waktu terus berjalan, dan musim bunga yang pernah menjadi saksi bisu atas perasaan Yuka terus berganti hingga akhirnya menjadi musim dingin yang dingin menusuk. Namun, perasaan Yuka terhadap Bintang tetap hangat, seiring dengan semakin dalamnya keterikatan batinnya.

Suatu hari, ketika Yuka sedang pulang setelah menutup toko, dia melihat Bintang berdiri di sudut jalan yang familiar dengan tangan memagang buket kosong, tanpa bunga mawar merah yang biasanya selalu ia beli di pagi hari. Yuka merasa hatinya berdesir, dan keberaniannya pun muncul. Dia mendekati Bintang, melepaskan diri dari keraguan yang selama ini menghambatnya. Dia merasa bahwa sekarang mungkin saat yang tepat untuk mengenal lebih jauh tentang Bintang.

Bintang terlihat begitu galau, dan wajahnya mencerminkan kepedihan yang dalam. Dia menceritakan kepada Yuka bahwa istrinya baru saja pergi untuk melanjutkan studi S2 di luar negeri. Hatinya terbelah, ingin rasanya dia menyusulnya, tetapi dia juga memiliki tanggung jawab dan pekerjaan di kota ini. Yuka, yang hatinya terasa patah saat mendengar berita ini, mencoba memberikan dukungan.

" Bintang," ucap Yuka dengan lembut, "aku mungkin bukan yang paling tahu tentang cinta, tapi mungkin kamu tidak perlu langsung menyusulnya. Bisa jadi, cukup dengan mengunjunginya selama beberapa hari setiap bulan atau bahkan tahun akan membuat istrimu bahagia. Dan sambil itu, kamu juga bisa merawat bunga-bunga yang selama ini sudah begitu indah di tanganmu. Dan saat pulang nanti, kamu bisa memberinya kejutan taman bunga yang indah untuknya."

Bintang menatap Yuka dengan mata yang penuh rasa terharu. "Terima kasih, Yuka," ujarnya dengan suara serak. "Kau benar, mungkin aku terlalu terburu-buru. Aku akan mencoba mengunjunginya dan merawat bunga-bunga yang aku beli padamu ini sebaik mungkin. Dan mungkin aku akan menambah beberapa jenis bunga"

Yuka tersenyum lembut, meskipun dalam hatinya tetap ada rasa sakit yang tersembunyi. Dia tahu bahwa Bintang adalah cinta yang takkan pernah menjadi miliknya, tapi melihatnya bahagia adalah hal yang penting baginya. Dalam keheningan yang sepi di tengah jalan yang dingin, mereka berbicara tentang cinta yang tak selalu berakhir bahagia, sambil memandang buket kosong yang seolah-olah menjadi simbol dari hati yang patah dan harapan yang terluka.

***

Waktu terus berlalu, dan Yuka tetap setia dalam melamun di sudut jalan yang pernah menjadi tempat Bintang sering datang untuk membeli bunga di tokonya. Namun, dalam keheningan yang mencekam, Yuka semakin yakin bahwa Bintang tidak akan pernah muncul lagi. Pikirannya terasa seperti penjara yang tak terbuka, terperangkap dalam keyakinan pahit bahwa cintanya hanya akan menjadi kenangan yang pahit.

Kehidupan tak pernah berjalan sebagaimana yang diperkirakan. Suatu hari, sebulan yang lalu, Bintang tiba-tiba muncul lagi di toko bunga Yuka. Dia berlari dengan semangat seperti seorang anak kecil yang berhasil mencapai impiannya, membawa hadiah berupa bola kristal yang di dalamnya dihiasi patung kecil seorang gadis yang memegang bunga mawar. Bintang datang untuk berterima kasih kepada Yuka, yang telah membantunya melewati masa-masa sedihnya dan memberikan saran yang berharga, memperbaiki kehidupan cintanya. Terlebih lagi, Yuka dan Bintang menjadi teman. Yuka telah menjadi pendengar setia Bintang, menjadi love counselor yang tak pernah dia duga sebelumnya.

Namun, kenyataan pahit yang lebih menyesakkan dada menghampiri Yuka. Saat dia harus mendengar bahwa Bintang, selama ini dia diam-diam telah menyiapkan mutasinya untuk pindah ke negara dan kota yang sama dengan istrinya, Yuka merasa dunianya runtuh. Bintang bahkan bercerita bahwa dia merencanakan untuk tinggal selamanya di sana, karena istrinya begitu bahagia di tempat itu dan tak pernah berhenti memuji kota tersebut serta ingin melanjutkan studi S3-nya lagi disana.

Tanpa sadar, air mata Yuka tak tertahankan. Dia menangis di depan Bintang, dan rasa kecewanya menggebu-gebu. Dia tahu bahwa Bintang takkan pernah lagi muncul dalam hidupnya, dan semua harapannya hanyalah khayalan. Dia berimajinasi bahwa ketika Bintang berlari ke arahnya, Yuka berharap Bintang akan memeluknya dan mengungkapkan bahwa dia sudah cerai dan ingin menjadikan Yuka sebagai istrinya. Namun, semua itu hanyalah ilusi yang hancur. Yuka menyadari betapa dalamnya cintanya pada Bintang, lebih dalam dari yang dia sadari.

Bintang terkejut melihat Yuka menangis dan berusaha menghiburnya. " Yuka, mengapa kamu menangis?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran.

"Tidak, aku hanya ikut senang dan terharu mendengar berita baik darimu. Kamu harus tahu bahwa dia sangat beruntung memilikimu," kata Yuka dengan suara bergetar, meskipun hatinya hancur menjadi potongan-potongan kecil. Dia berusaha menyembunyikan perasaannya, berbohong bahwa air matanya adalah air mata bahagia.

Bintang tersenyum, tampak sangat bahagia. "Tentu saja," jawabnya, tanpa menyadari bahwa Yuka sedang merasakan rasa sakit yang mendalam. Tidak ada yang tahu betapa Yuka merasa hancur dalam diamnya, menyaksikan Bintang yang begitu bahagia bersama cintanya yang sejati, sementara cintanya sendiri terpendam dalam kebisuan yang menyakitkan.

Shapes of HeartsWhere stories live. Discover now