14. Kai-4

2.3K 246 26
                                    

Gw mau cerita suatu hal tentang my ex wife, ada masalah yang bersifat menjatuhkan nama gw. Kasus ini udah berlanjut dari kapan lalu. Cuman gw berpikir untuk ga ladenin. Pikir gw, ini hanya akan ngebuat satu pihak dan pihak lain saling berseteru di titik yang tidak seharusnya di bahas di depan pengadilan. Pada akhirnya selesai gitu aja dengan sebuah kesepakatan finansial. Dan Leo memakluminya.

Tapi, sekarang gw dapet panggilan pengadilan lagi. Anggapan gw adalah ini masih kasus yang sama tapi di perpanjang lagi di pihak ex wife gw. Dan kalo gw diharuskan berdamai dengan kesepakatan harta. Gw ogah! Menurut gw ini udah melebihi kapasitas. Dan lagipula, gw sangat menyayanginya. Gw ga mau rasa sayang gw terus menerus dipake alat untuk bertekuk lutut ke pihaknya.

Leo tau, gw masih sangat menyayangi ex wife. Selesai nya kami bukan karena sebuah rasa yang tidak lagi sama. Tapi karena finansial yang tidak bisa kami bereskan berdua. Dan gw mundur. Gw memilih untuk tidak ingin merusak citra gw sendiri di depan keluarganya dan keluarga gw.

Jadi, ketika kita sudah menikah dulu. Kita hidup berdua tinggal di kos. Ya hidup seadanya aja gitu. Tidak ada yang spesial bahkan pernikahan kami tidak ada resepsi ataupun undang temen temen. My ex, anak dari pengusaha bus antar kota Jawa Tengah. Dan kala itu ada pengembangan PO. Yang pada intinya gw ikut andil dengan make duit keluarga gw. Berjalannya waktu pihak my ex melakukan over consumption yang tidak bisa di terima oleh Jo. Gw merasa bahwa pernikahan gw malah ngebuat gw berseteru dengan Jo yang bahkan masalah ini bukan soal kekurangan finansial gw.

Gw bertahan, tapi tidak dengan my ex.

Dan secara beruntun entah kenapa pihak my ex melakukan banyak hal untuk menjatuhkan gw di proses sidang penceraian bahkan setelah sah akta cerai keluar, pihaknya pun masih membuat laporan aduan pasca cerai tentang hak asuh anak.

Sampai dibatas soal hak asuh anak. Menurutku sudah tidak masuk akal, ini alasan gw selalu mangkir atas panggilan pengadilan. Berkali kali, gw hanya ngebuang kertas beramplop coklat dari pengadilan.

Logika gw adalah....

2 anak yang gw rawat dan perjuangkan, ada jauh sebelum kenal my ex. Dengan 1 gagasan ini aja, harusnya pihak sana tidak berani untuk menaikkan kasus hak asuh anak. Atas dasar apa? Kalo dia kalah di persidangan, dan menurut gw memang sudah pasti kalah, berapa banyak yang harus dia bayar?

Ini jadi alasan untuk sedikit ingin berjarak dengan Leo, gw jarang mau balik ke jakarta. Karena pasti ke rumah ayah, gw parno aja kalo misal ada telfon rumah dari kasus itu. Dan gw takut akan diperpanjang Leo secara terbuka. Gw ga siap untuk dijudge oleh pihak ex wife.

Rasanya masalah gw ada aja dengan banyak case yang di luar nalar.

"Belajar mencintai orang baru dengan masalalu yang belum selesai adalah sebuah kesalahan fatal gw"

Dan gw lelah mengolahnya.

Tentang Albi pun, gw masih menanyakan kepergiannya. Jelas!!! Gw belum bisa ikhlas.

Berkali kali rasa gw di obrak obrik sepihak tanpa gw bisa memutuskan harus seperti apa.

Dan sekarang, Leo jadi orang selanjutnya untuk membangun rasa bersama. Dan banyak hal yang tidak selaras.

Sejujurnya gw butuh jeda untuk sembuh. Tapi dipaksa untuk memulai hubungan baru. Leo selalu datang disaat kisah kisah gw belum selesai.

Leo datang ketika gw masih bersama Van.

Leo datang lagi ketika gw baru memulai dengan Albi dan belum bisa sembuh dengan kepergian Albi.

Dan sekarang, leo bersama gw disaat perseteruan dengan my ex terus berlanjut.

Entah posisi siapa yang seharusnya tidak pada waktunya. Gw atau Leo?

Padahal Leo sudah sembuh dari semua intrik kisah asmaranya.

Dia sudah mapan secara mental dengan konsepnya disaat gw baru akan bangkit dan menata kembali dari semua masa lalu dalam hitungan hari.

Apakah ini fair?

Dan berjalannya waktu, gw merasa tidak punya tempat aman untuk hidup. Rasanya semuanya terasa menakutkan.

"Dek" Leo nyolek dagu gw.

"Kenyang?" Kata Leo lagi sembari ambil kotak nasi ayam kfc didepan gw dan dia suap ke gw pake tangannya tanpa sendok.

Dan gw makan sampai habis.

"Setiap nyuapin kamu pake tangan gini, aku deg deg an Dek"

Gw dongak noleh ke Leo setelah denger ucapan anehnya.

"Adek ga rasain apa apa ya?" Leo seperti sedang memastikan perasaan gw.

Dan benar, gw hambar aja gitu.

Atau ini hanya salah waktu aja. Pikiran gw kacau, setiap Leo ke kosan, gw makin kacau.

Gw diem aja. Ga jawab pertanyaan Leo yang tidak terlihat seperti bertanya.

"Mau jus alpokat atau es teh?" Leo lagi jalan setelah beresin kotak kfc dan lalu berniat ambil minuman yang gw mau.

Pernah ga sih kalian perang sama pikiran sendiri, rasanya ga pengen ketemu siapapun...?

Dan gw sering bohong kalo sabtu lembur biar ga balik jakarta, tapi tetep aja Leo nyamperin ke bandung. Tapi setidaknya hawa nya disini beda sama jakarta. Ga banyak bahas hal hal yang lebih detail di hidup kita.

Gw ga tau kapan punya waktu dan tempat yang aman.

Gw selalu kelelahan.

Gak sekali 2 kali. Gw terpikir untuk bunuh diri.

Bukan salah keluarga gw ata siapapun, tapi emang gw yang ga bisa damai sama keadaan diri. Dan gw sadar ga mampu!!

Hal hal kecil yang gw lakukan sekarang, selalu buka pintu ketika pulang kerja atau bahkan gw lupa nutup pintu kos sampe pagi mau kerja lagi. Gw takut beneran bunuh diri.

Bukankah gw masih waras ketika sadar takut akan bunuh diri?

Dan gw bersyukur selalu punya akhiran sadar setelah nyiapin obat, racun, ctm dll.

Pikir gw, lama lama juga mati sendiri kan?

Yap. Benar.

"Keluar yok? Ke Barga mau? Atau ke tempat lain?" Leo si ekstrovert dengan segala polahnya.

"Ga ah, males" ga mood banget gw.

"Mageran mulu kamu" Leo jalan dan duduk di teras, nyebat pastinya.

Gw ga tau darimana dulu tepatnya bisa menata banyak masalah biar selesai satu persatu.

Bukan gw ga percaya Leo bisa bantu, tapi gw merasa ini bukan konteks Leo. Bahkan Leo sudah jelas punya trauma soal anak-anak. Dalam otak dan prinsip hidupnya, dia tidak mau punya urusan batin dengan anak-anak.

Leo tau, gw punya anak adopsi. Dengan cerita yang panjang, Leo bisa terima tapi mungkin ketika anak anak gw jadi masalah, bisa aja Leo membencinya. Gw ga mau itu kejadian. Karena yang pertama sakit hati, pasti gw. Gw ga mau liat Leo membenci apa yang gw sayangi. Apalagi gw sedang membangun kepercayaan ke Leo lagi setelah kejadian yang lalu.

"Ya udh ayok jalan ke barga" gw ga pengen resah ini jelas terlihat di mata Leo.

"Kalo ga mood, ga usah sayang" jawabnya sambil masuk dan duduk di sebelah gw.

"Keluar aja, mau beli terminal kabel aku" gw inget emang butuh. Yang gw punya kurang.

"Yakin?" Leo noleh sambil narik dagu gw ke arahnya

"...." gw ngangguk dan sekilas kiss pipinya. Lalu berdiri ambil jaket dan hape. Mimpin Leo biar cepet keluar kos.

Lagu SementaraWhere stories live. Discover now