Annanta & Lukas

61 6 4
                                    


Annanta E :
Aku pulang ke apartemenku malam ini.


Usai memastikan pesanku telah terkirim, kuletakkan ponsel di atas stand dengan tampilan ruang pesan bang Lukas. Aku tahu saat dia sempat, panggilannya akan datang sesegera mungkin.

Pelan-pelan menyesap red wine yang sudah kusimpan tiga belas tahun. Usianya tahun ini dua puluh sembilan tahun. Dia adikku tersayang yang malam ini kuminum sebagai perayaanku untuk diriku sendiri. Warna merahnya terpancar cantik seperti darahku yang melumuri gelasnya.

Sembari pelan-pelan nyawaku berkurang, pikiranku ikut terbang. Mendadak lebih jernih dan lebih luas. Jika biasanya hanya ada jutaan pikiran buruk, kini ada milyaran. Mendadak juga penuh dengan banyak tanya.

Aku penasaran, mengapa manusia bisa begitu bersemangat menjalani kehidupan mereka. Sekalipun bangun tidur dengan ogah-ogahan, seringnya mereka selalu punya rencana untuk dilakukan dalam keadaan hidup. Dari rencana sepele, hingga rencana elusif yang sebenarnya tak kasat mata. Sesederhana, mereka punya rencana makanan apa yang akan dibeli untuk makan siang nanti. Serumitnya ingin kembali ke masa lalu untuk mengubah hal-hal yang di masa sekarang menjadi penyesalan. Sementara, aku memakan apapun yang bisa membuatku tak merasakan nyeri ulu hati. Meski punya kehidupan subam yang menjadi masa lalu suram seising waktu, aku tak pernah punya keinginan untuk menghapusnya.

Lalu, aku juga mendadak memikirkan ketakjubanku akan naluri hidup yang dimiliki manusia lain. Aku hidup, tapi aku tak berusaha banyak selain untuk makan. Aku sudah merasa lelah menjalani kehidupan, bahkan semenjak usiaku tujuh belas tahun. Aku juga merasakan sedih yang tak berkesudahan, mengikis naluri hidupku lebih tipis. Sejak itu, aku selalu mengikuti arus yang ada, yang sayangnya terlalu jeram.

Besok usiaku genap tiga puluh tahun dan yang kurasakan sekarang... aku hidup terlalu lama. Hidup terlalu menyakitkan bagiku. Selain kelelahan, sepanjang hidup aku turut merasakan kesedihan yang tak berujung. Segala hal telah cukup kucapai, kucari, kuberi untuk diriku sendiri, namun tak pernah menyedikitkan perasaan sedih itu barang setitik.

Jam menunjukan pukul 23.02 sebentar lagi tengah malam. Aku duduk memeluk lutut sendirian di atas karpet lembut yang terbentang di ruang tamu. Berperasaan sedih yang tak berkesudahan, berpikiran skeptis yang tak punya penyelesaian. Sudah dari sepulang menjalani shift siang untuk pekerjaanku, aku termenung menunggu. Sembari mataku sendu menatap pemandangan luar dinding kaca lebar.

Setiap hari kujalani hari dengan aktifitas yang nyaris seragam. Pun hari ini tak ada yang berbeda dengan hari sebelumnya, hari-hari kulalui begini adanya. Bekerja dengan jadwal sif sebagai radiografer, pulang lalu duduk dengan posisi yang sama menunggu seseorang untuk datang. Saat dia tak datang, aku akan tidur bersama Tradozone. Sedikit yang berbeda hari ini, aku tak datang ke rumah yang dia berikan untuk naunganku lima tahun belakangan. Hari ini, aku datang ke apartemenku sendiri, hasil menjual diriku. Lama aku tak datang kesini, terlalu nyaman pada rumah yang menapak tanah. Namun, aku punya alasan memilih tempat ini untuk pulang hari ini, karena aku tak ingin yang kulakukan di hari ini mengubah sudut pikirnya tentang rumah impiannya. Kupilih tempat terbaik yang lebih dari layak sebagai tempat terakhirku sebelum krematorium.

Mataku menatap mobil-mobil yang berlalu-lalang di jalanan, pijar lampunya kelap-kelip indah. Dari ratusan mobil yang kulihat sedari tadi, kuyakini satu di antaranya pernah kulihat sebelumnya. Lalu, aku bertanya-tanya, apakah penumpangnya pernah lelah sepertiku. Apakah penumpangnya pernah merasa sedih sepertiku. Pertanyaanku yang lain juga ada lagi untuk orang lain, kapan pria yang sedari tadi kutunggu kehadirannya akan bosan kepadaku. Hubungan kami sudah berjalan nyaris lima tahun, tapi nampak belum memperlihatkan rasa bosannya terhadap kehadiranku. Sementara aku kian lelah atas hidupku, kesedihanku, pikiranku dan ketakutanku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 02, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

If You Leave Me (cerpen rampung)Where stories live. Discover now