5. Pertemuan Singkat

5K 285 9
                                    

Malam yang pekat dengan temaramnya lampu membuat suasana menghangat.

Sebuah Cafe santai yang nyaman, bagian dalam memiliki tembok dengan furniture-nya dominan berwarna hitam, Nara dan Ina duduk di kursi bagian luar cafe yang berhadapan langsung dengan lahan parkir yang cukup luas, di sebelah kanan terdapat sofa dan meja yang cukup panjang, tempat yang lebih cocok untuk perkumpulan yang memiliki banyak anggota, sedangkan di tempat mereka duduk hanya ada meja yang cukup menampung empat orang saja.

Nara menyukai suasana ini, begitupun lawan bicaranya, mereka membangun banyak perbincangan, lebih tepatnya perbincangan tentang dunia yang mereka geluti, entah mengapa membahas trend fashion 'tak ayal sudah menjadi kebiasan kedua wanita ini.

Bekerja di bidang yang mereka cintai membuat bahagia meski kadang stress melanda, banyak keluhan namun selalu ada senyuman yang menyambut runtutan kalimat negatif yang keluar dari sang narator.

Banyak waktu yang sudah dilalui membuat Nara dan Ina saling berbagi dan menerima rasa layaknya saudara yang saling mengerti.

Nara tidak lupa jika malam ini mengajak Ina atas permintaan seorang Gamala Hadi, saat ini wanita manis dengan manik yang selalu manatap arloji tidak tahu kelanjutan hari ini, sudah lewat dua puluh menit dari waktu yang dijanjikan namun Gama tidak juga hadir.

Sedangkan di sisi lain ada seorang pria tampan yang banyak mengomel kepada satu temannya yang tengah sibuk mengacak-ngacak koper miliknya.

"Harus berapa lama lagi gue nungguin lo milih baju, Arjuna?"

"Sebentar," mohon Arjuna yang kini memegang satu flannel shirt dan bomber jacket di kedua tangannya.

"Seharusnya disiapin dari siang!"

"Saya ketiduran, kamu diem dulu coba! Bantu saya pilih pakai yang mana?"

Hembusan napas berat disertai jemari telunjuk yang mengarah kepada satu jaket yang berbahan kain taslan.

"Kenapa nggak yang ini? Kayaknya saya tampan kalau pakai luaran yang ini?" ucapnya sembari mengenakan pakaian tersebut.

"Semua mantannya Nara suka pakai bomber."

Terdiam. Arjuna bergegas melepas flannel shirt berwana dominan biru tersebut, lalu dengan cepat mengambil bomber jacket yang tergeletak di kasur miliknya.

Dalam hati Gama tertawa puas, ia paham jika temannya ini memang berniat memberi kesan yang baik dipertemuan malam ini.

"Beanie?"

Gelengan kepala Arjuna berikan, ia tidak ingin usaha menata rambut berakhir sia-sia karena menutupinya dengan benda rajut itu.

Kedua pria tampan memulai langkahnya menuju wanita yang mereka sayangi.

...

Terlambat dari waktu yang dijanjikan tidak membuat Gama dan Arjuna ketakutan, karena memang tujuannya memberi kejutan untuk kedua wanita tersebut, mereka memilih hadir saat kedua wanita tengah tenggelam dalam perbincangan.

Jantung yang berdegup lebih cepat membuat pergerakan Arjuna sedikit tertahan, bagaimana tidak ia lihat Nara tengah tertawa dengan lawan bicaranya, rambut panjang yang indah itu terkena pantulan lampu juga bibir yang merona dengan senyum manis yang selalu Arjuna rindukan. 

Langkah perlahan Gama membuat Nara menoleh melihat pria itu hadir dengan satu buah papper bag yang menggantung di tangan kanannya.

Senyum yang Nara ciptakan adalah alasan rasa syukur karena Gama begitu mencintai Ina, pandangannya kini beralih kepada pria yang berjalan di belakang Gama, pria tinggi yang ia kenali, pria tampan dengan dua dimples yang berusaha ia lupakan, Nara sempat lupa jika Gama dan Arjuna berteman.

Nara benci senyum itu, senyum Gama yang meledek seakan berkata semua akan baik-baik saja karena ada dirinya dan Ina yang menemani.

Rasa ingin memaki meningkat pesat, Nara tidak tahu apa yang dipikirkan Gama saat membawa Arjuna untuk bertemu dengannya, padahal prihal usahanya pergi menjauh itu Gama sangat memahami namun hari ini rasanya Gama melupakan usaha yang pernah Nara ambil.

"Biasa aja mukanya," kata Gama yang menekan kepala Nara.

Ina tertawa melihat ekspresi Nara yang tidak dapat disembunyikan, alis yang berkerut dengan bibir bagian dalam yang nyaris ia gigit.

"Kenalin temen aku, Yang, namanya Arjuna." Ina menyambut tangan Arjuna.

"Ra, kenalin Arjuna." Gama masih dengan jahilnya.

"Arjuna."

"Naraya."

Kedua tangan yang saling bertaut dengan tatapan yang tidak terlepas, Arjuna pandang Nara dengan hangat berbanding terbalik dengan Nara yang sebisa mungkin mengalihkan pandangannya.

Setelah perkenalan singkat, Arjuna mengambil langkahnya untuk duduk di samping Nara, karena hanya kursi itu yang tersisa.

Ina tertarik dengan prilaku yang ditampilkan Nara dan Arjuna, ada rasa canggung dan rindu yang terbaca oleh wanita cantik ini.

Tanpa basa-basi rentetan pertanyaan Ina berikan kepada Arjuna, mulai dari pekerjaan sampai bagaimana dirinya dan Gama bisa berteman, Arjuna pandai menjawab dengan kalimat yang tersusun rapi.

"Kamu nggak mau tanya saya?" kata Arjuna yang sedikit berbisik.

"Apa kabar?" Pertanyaan singkat Nara yang memandang tepat di bola mata milik Arjuna.

"Sempat tidak bahagia, tapi saat  bertemu kamu lagi saya rasa saya bahagia." Dimples itu perlahan tercetak jelas di kedua pipi Arjuna, dalam dan sangat cocok untuknya.

Nara tersenyum kecut, benarkah pria yang di sampingnya adalah pria yang pernah meminta ia untuk tidak mencintainya lagi, ia rasa kejadian malam ini terasa lucu untuknya.

Nara kesampingkan masa lalunya, ia tidak ingin merusak momen Gama dan Ina malam ini, ia usahakan tertawa bahkan sampai lupa jika jemarinya kadang menepuk orang di sebelahnya.

Semua berjalan baik sampai gulita berdiri lebih gagah, saat manik itu menangkap sosok tampan yang setia memandangnya, rasanya ingin sekali melarikan diri.

Satu pesan ia kirimkan kepada salah satu teman masa kuliahnya, meminta pertolongan untuk menjemput dirinya dengan segera.

Nara mendapatkan panggilan suara dari pahlawannya malam ini, tanpa ragu ia berpamitan segera mungkin.

"Gih sana susulin," ucap Gama yang menyerahkan kunci mobil miliknya.

Langkah cepat mampu menghentikan Nara di depan gerbang Cafe.

"Bareng saya, yuk, Ra?" ajak Arjuna yang sudah berdiri di sebelahnya.

"Gue udah janjian, Kak." Nara menunjuk satu motor yang datang. "Itu temen gue udah dateng, makasih udah nawarin," tutupnya.

Arjuna tetap tersenyum walau penolakan yang ia dapati, ada rasa syukur karena seorang wanita yang menjemput Nara.

Dipandangi punggung itu hingga menghilang, kini ia berbalik dan duduk kembali bersama sepasang kekasih tersebut.

"Gagal?" tanya Gama.

"Bukan gagal, belum berhasil," jawab Arjuna yang memijat lehernya.

Rasa pegal itu tercipta ketika wajahnya selalu menghadap Nara sedangkan tubuhnya tetap lurus ke depan.

"Leher saya encok."

Gama dan Ina tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Arjuna yang begitu polosnya.

Ina pun mulai paham bahwa lelaki yang duduk di depannya ini begitu tertarik tentang Naraya, tatapan dan senyum yang begitu cerah saat Nara berada dalam jangkau pandangnya.

Malam ini mereka melanjutkan waktunya, berbincang tentang Nara menjadi topik utama.

---

Kebiasaan lupa hari, gue kira Rabu itu sekarang🙏🏻 maaf, ya?

fine line [END]Where stories live. Discover now