Bab 26 Pertemuan Pendekar

346 28 5
                                    


Di Ujung Barat membentang Kalingga, di Ujung Timur menjulang Benteng Hitam. Adalah sebuah idiom yang melegenda di Tanah Jawi kuno. Semua Pendekar dalam dunia persilatan sudah mafhum jika dua kekuatan besar inilah yang menyokong keberlangsungan dunia manusia diantara kukungan dunia demit.

Terlihat adem ayem hubungan kedua kubu ini, satunya sebuah negara tangguh satunya lagi kota raksasa penghasil senjata tempa nomor satu. Namun bila dilihat perkembangan beberapa tahun belakangan nampak sedikit mulai nampak persaingan antara keduanya. Mereka saling menunjukkan kehebatan masing-masing untuk merebut gelar kekuatan nomor wahid di kolong bumi.

Tidak heran jika utusan dari Kalingga untuk menghadiri pertemuan akbar menjadi pusat perhatian semua kalangan. Tidak hanya karena undangan istimewa namun juga pertunjukan para pasukan yang tegap dan kuat, memberi rasa aman kepada siapapun yang melihat. Ratusan punggawa berbaris dengan baju zirah mengkilap terkena sinar matahari nampak berwibawa,  menyedot rasa penasaran baik warga maupun tamu yang ikut hadir.

Nampak Paling depan dengan mengendarai kuda pilihan berwarna putih, bersadel kayu cendana yang mengeluarkan aroma wangi, seorang pemuda berambut hitam sebahu berpakaian serba putih sekilas mirip bangsawan, tetapi juga pendekar yang santun dan cendekia. Alisnya tipis dengan dagu tirus, memiliki mata tajam. Tindak tanduknya yang murah dalam menundukkan kepala  memancarkan kewibawaan namun juga lembut penuh sopan santun. Sebuah tiara dari perak bermotif jalinan daun menghiasai rambut sampai ke dahi menandakan dia salah satu dari keluarga kerajaan. Bibirnya tak henti menebar senyum membuat penonton dari kaum hawa berteriak kegirangan.

"Tak kuduga jika Pangeran Bulan Putih, salah satu jenderal dari Kalingga juga turut menghadiri pertemuan ini." ujar Bergola Ijo dari kejauhan. Sebuah nama yang sesuai dengan pemiliknya. 

Jenderal Bulan Putih adalah tangan kanan dari Raja Kalingga sekaligus sepupu dari Paduka Raja. Ilmu kanuraganya sudah mencapai tahap awal Petapa Sakti  di dalam usia yang masih terbilang muda setara dengan Jenderal Jagadnata, sehingga cukup sulit dicari tandingannya. Dengan kedatangan Bulan Putih sendiri menandakan Raja Kalingga telah menghormati undangan dari kota Benteng Hitam.

Nararatih mengawasi dengan sorot mata bergairah, "Begitu tampan, kaya dan keturunan trah raja yang terpandang, lebih dewasa dari terakhir aku melihatnya di Kutaraja. Hik hik hik sayangnya dia rupanya bersaing dalam memperebutkan tahta di Benteng Hitam." 

Nararatih mengerling tajam kepada Mahawira, "Bagaimana menurutmu Kakang?"

"Aku tak tertarik, tapi bila dia orang tangguh aku bersedia melayaninya" sahut Mahawira acuh tak acuh sambil menghabiskan isi gelasnya. Berduel dengan orang sakti, cuma itu kegemarannya yang menarik minat saat ini.

"Baguslah! Jika Kakang mau menjegalnya dalam pertandingan mencari jodoh berarti masih ada jalan untuk aku bersanding dengan Pangeran Bulan Putih hi hi hi"

Bergola Ijo mendengus kesal, "Jangan sembarangan Nararatih! Kita kesini untuk mengejar Siluman Iblis yang kabur, tak ada waktu untuk memuaskan nafsumu"

Nararaih membanting cawan air ditangannya "heh bukannya kau juga tengah mencari muka pada Ketua Benteng hitam? Dengan ngotot mencari Kinasih calon mantunya, kau juga mencari imbalan bukan?"

"Apa katamu?"

Sebelum kedua bersaudara itu menumpahkan emosinya, Mahawira lantas berdiri. Dengan enteng ia melompati lantai dua restoran dan mendarat di tepi jalan.

"Pasukan Kalingga sudah memasuki pekarangan Balairung Utama beserta pendekar luar yang tersisa, setelah itu pintu gerbangnya akan ditutup. Cepat kita masuk!"

Kedua bersaudara itu segera mengikuti kemana Mahawira melangkah. Walau keduanya masih menampilkan wajah masam, perkataan Mahawira menjadi perintah bagi mereka.

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang