15

5.6K 451 35
                                    

Kereta masih belum berhenti semenjak tiga jam keberangkatan mereka. Harry menatap datar kristal hijau pemberian Nagini yang sedari tadi dia genggam, bingung antara sedih atau senang setelah mengetahui Nagini tewas di tangan Neville.

Selain itu, hatinya terasa sangat sakit bila mengingat Draco. Dia tahu kekasihnya itu menghindarinya. Tidak mungkin pria itu lelah, memangnya apa yang dilakukan pria itu di saat kegiatan belajar di sekolah belum dilaksanakan kembali. Toh, masih banyak murid yang mengalami cidera.

"Memikirkan Draco, hm?" Sirius yang duduk di sampingnya mengelus lembut kepala Harry. Harry menoleh pada ayah baptisnya sekilas, lalu menghembuskan napas berat. "Aku tidak mau membahasnya, ayah. Dia pasti membenciku." lirih Harry sedih.

"Hey," Sirius menangkup wajah Harry agar menatapnya, "apa kau mau mendengar sesuatu tentang Draco?" tanyanya.

"Aku bilang aku tidak mau membahasnya, ayah." Harry melepas kedua tangan Sirius yang menangkup wajahnya dengan pelan, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sirius menghela napas pelan dan tersenyum maklum. Sirius menggenggam lembut tangan Harry agar anak baptisnya itu sedikit tenang. "Seandainya kau tahu bagaimana perjuangan Draco untukmu, nak." batinnya.

Tadinya Sirius berniat memberitahu Harry sekeras apa Draco berlatih demi menyelamatkannya dari cengkraman raja kegelapan alias Tom Riddle, tapi melihat mood Harry yang sedang tidak baik, akhirnya Sirius lebih memilih diam, dan menunggu waktu yang tepat saja untuk memberitahunya.

"Permisi," seorang wanita dengan dagangannya mengalihkan perhatian Harry dan Sirius. "Kau ingin sesuatu?" Sirius bertanya sambil mengeluarkan beberapa galeon.

Harry merubah raut wajahnya yang tadinya cemberut jadi ceria seketika setelah pandangannya bertemu dengan berberapa cokelat seolah kesedihannya terlupakan begitu saja. "Aku mau cokelat." ucapnya, lalu mengambil berberapa bentuk cokelat yang dia inginkan. Selain itu, Sirius juga mengambil dua buah cokelat berbentuk bulat, toh dirinya juga menyukai cokelat dari semasa dia muda. Setelah membayar, wanita itu berlalu pergi.

Harry melahap cokelatnya dengan lahap, Sirius tertawa kecil melihat tingkah anak baptisnya itu, "pelan-pelan," nasihatnya.

"Saat sampai nanti kau akan berkenalan dengan orangtuaku dan adikku, Regulus Black." Sirius bicara sambil membuka bungkus cokelat bulat yang dibelinya.

Harry berhenti mengunyah seketika, menatap Sirius dengan sedikit takut. "Apa mereka akan menerimaku?" tanyanya pelan.

Harry jadi teringat keluarga Dursley yang membencinya. Bagaimana jika keluarga dari ayah baptisnya tidak mau menerima dirinya?

"Jangan samakan keluarga Black dengan keluarga Dursley." Sirius bicara seolah tahu apa yang dipikirkan Harry. "Aku sudah membicarakan hal ini pada mereka, dan mereka mengizinkan." sambungnya membuat Harry bernapas lega.

****

Black Manor

Harry tertegun melihat bangunan mewah di depannya. Serba hitam dan sangat mewah. Di dalamnya pasti tidak jauh beda.

"Ayo masuk." Sirius melangkah lebih dulu diikuti Harry di belakangnya.

"Regulus." Sirius mengetuk-ngetuk pintu sambil memanggil nama sang adik. Kemudian pintu terbuka, dapat Harry lihat seorang pria dengan rambut hitam yang sama seperti milik ayah baptisnya.

"Kakak!" Regulus membuka pintu dengan lebar menyambut keduanya dengan hangat. Kemudian pandangan Regulus beralih pada Harry yang berdiri di belakang Sirius. "Oh, kau pasti anak baptis kakakku. Mari masuk!"

Harry mengedarkan pandangannya pada ruangan serba hitam dan elegan ini begitu dia masuk. Sangat mewah dan benar-benar menggambarkan keluarga Black.

"Winkle!" panggil Regulus.

Mysterious Crystal | Drarry [END]Where stories live. Discover now