7. Harap Yang Tertulis

4.4K 227 6
                                    

Angannya telah sampai kepada skenario pernikahan, hayalnya begitu tinggi hanya karena melihat Nara memasakan untuk dirinya. Rasa syukur kepada Tuhan dan Gama yang menolongnya hingga kejadian ini terjadi tepat di hadapannya.

Pria tampan makan dengan nyaman tentu saja ditemani wanita manis yang membuat keadaan ini menjadi sempurna.

Perlahan Nara melihat Arjuna, scene-scene kecil nan manis membuat kesan tersendiri, dilema yang menemani perlahan harus ia temukan jawabannya.

Satu notifikasi masuk, foto Arjuna yang terpampang di layarnya membuat Nara melihat langsung ke arah si pengirim.

"Simpen nomer aku pakai foto yang itu."

Nara tidak tahu kalimat yang diucapkan Arjuna termasuk ke dalam sebuah permintaan atau perintah.

Satu anggukan kepala menjawab kalimat tersebut, namun Arjuna enggan mengalihkan pandangannya.

"Udah disimpen." Nara letakan ponselnya tersebut. "Apalagi?" tanya Nara kepada Arjuna yang masih setia mandangnya.

"Foto kamu?"

Foto? Foto yang mana yang harus gue kasih? Yang mana, Tuhan? monolog Nara.

Wanita manis ini dengan sibuk memilih foto yang akan ia kirimkan, fotonya tahun lalu dengan make up tipis dan rambut terurai yang disambut angin menjadi pilihannya.

"Cantik," ucap Arjuna secara spontan. Keduanya dalam diam, saling tersipu, Arjuna suka keadaan ini, melihat Nara yang memiliki semburat merah dengan seribu diamnya, rasa ingin memilikinya begitu tinggi.

"Ra," panggil Arjuna.

Mata itu indah, wajah tanpa riasan tidak melunturkan manisnya senyuman Nara, basa-basi atau memang sering tersenyum, Arjuna abaikan alasan itu, ia menyukai sangat menyukai senyum wanita di hadapannya ini.

"Makasih banyak untuk makanannya hari ini, sebagai balasannya gimana kalau besok aku antar ke butik?"

Sedikit berfikir mengingat esok ia akan melakukan pemotretan untuk katalog butik, penolakan sederhana dengan alasan ia akan berangkat lebih siang dari sebelumnya.

"Aku anterin, aku tungguin."

"Nggak perlu, Kak, nggak mau ngerepotin juga."

"Tapi aku mau direpotin," katanya lemas sembari menundukkan kepalanya.

Pria dengan usahanya ini membuat Nara menaruh atensinya, berfikir apa yang terjadi selama ini kepada pria tersebut hingga perlakuannya membuat Nara merasa diperjuangkan.

"Lo harus kerja."

Arjuna mengangkat kembali kepalanya, ia menjelaskan bahwa ia mengambil cuti selama tiga hari, Nara yang mendengar lantas tidak percaya begitu saja.

"Aku udah ajuin bulan kemarin, sumpah." Dua jemari yang mengangkat ke udara dengan tatapan serius menjadi senjata Arjuna.

Ragunya mengambil alih, menjadi peramal kini sedang dilakukannya, menerka apa yang akan terjadi jika ia dan Arjuna semakin dekat, kebahagiaan atau perpisahan yang akan menyambut mereka.

"Ya?" pintanya dengan harap.

Tidak kali ini saja, ternyata memang Nara sudah kalah dari awal, tentang kuatnya tembok yang ia bangun memang hanya fatamorgana belaka.

...

Siang yang terik mengurung Nara di dalam kamarnya, panggilan video yang sudah lama tidak dilakukan, Faya merindukan Nara, begitupula sebaliknya.

fine line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang