Lima

530 91 58
                                    

Asahi belum tidur barang sedetik pun, tapi ia tidak merasa lelah sama sekali. Sebaliknya, ia semakin panik dan takut. Karena saat pagi, suhu tubuh Akari naik drastis dan wajahnya pucat pasi.

"Akari," bisik Asahi dengan suara gemetar. Dengan lembut, ia mengguncang bahu adiknya. "Bangun, Akari. Ayo sarapan. Kau harus makan telur dan minum susu dari Oji-san."

Sang adik tetap tidak membuka mata. Bibirnya kering dan napasnya tersendat-sendat.

"Akari," isak Asahi.

Ia buru-buru bangkit dan berjalan menuju dapur. Botol yang ia masukkan ke dalam kulkas belum terlalu dingin. Jadi, ia memilih untuk menampung air dingin di mangkuk dan meraih selembar handuk kecil. Ia mulai membasuh wajah dan lengan sang adik, berharap air yang dingin bisa membantu menurunkan suhu tubuh adiknya.

Selama berjam-jam, Asahi terus melakukan hal tersebut. Tapi hingga menjelang siang, kondisi Akari tidak kunjung membaik. Melihat hal ini, Asahi tidak tahan lagi. Ia buru-buru berlari keluar dan menghampiri ibunya yang sedang duduk melamun di sofa.

"Bu, Akari tidak mau bangun, badan Akari sangat panas, Akari sakit," kata Asahi dengan suara bergetar. "Tolong bawa Akari ke rumah sakit, Bu."

"Ibu tak punya uang, Asahi."

"Tapi--"

Belum selesai Asahi bicara, Hana sudah bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Tidak punya pilihan lain, akhirnya Asahi terpaksa kembali ke kamar untuk lanjut mengompres adiknya.

Napas Akari terlihat semakin tersengal-sengal. Matanya tertutup rapat dan suhu badannya masih saja tinggi.

"Bangun, Akari. Minum susumu. Nanti Kakak akan meminta Oji-san untuk memberikanmu banyak kembang gula berwarna-warni," isak Asahi sambil menciumi pipi adiknya. "Kakak akan memohon pada Ibu lagi untuk membawamu ke rumah sakit, ya? Kakak janji akan membawamu ke rumah sakit."

Saat Hana keluar dari kamar mandi dalam balutan gaun pendek dan riasan wajah, Asahi pun langsung bergegas memohon kembali padanya.

"Tolong Akari, Bu. Tolong bawa Akari ke rumah sakit."

Hana menghela napas berat lalu buru-buru meraih tas tangannya. "Kau jaga Akari hari ini, tak usah bekerja di toko Tuan Tanaka. Paksa Akari untuk meminum susunya, Ibu akan membawakan obat untuknya saat pulang nanti."

Asahi tidak kuasa menahan sang ibu untuk tidak pergi. Ia hanya bisa menangis sambil menatap nanar kepergian ibunya.

Asahi pun terpaksa kembali ke kamar dan kembali mengompres Akari. Adiknya itu masih bernapas tersengal-sengal. Kedua kelopak matanya terbuka sedikit.

"Akari, bangunlah. Kau harus minum susumu," bujuk Asahi.

Tiba-tiba, Akari terbangun dan menangis sekuat tenaga. Tangannya bergerak-gerak liar, seperti sedang menghalau entah apa.

"Akari!" pekik Asahi, ikut menangis. Ia panik dan takut, ia tak tahu harus melakukan apa.

Asahi menempelkan dot susu pada bibir adiknya. Ia juga berusaha meneteskan beberapa tetes susu, berharap sang adik dapat terpancing untuk mau meminumnya. Akan tetapi, sekeras apapun usahanya, Akari tetap tidak mau minum. Adiknya itu tetap menangis.

"Jangan menangis. Kakak di sini. Nanti Ibu akan membawakan obat untukmu. Bersabarlah, Akari," bisik Asahi sambil mendekap adiknya erat-erat.

Asahi bersenandung kecil sambil menggendong Akari keliling kamar. Sesekali ia berhenti untuk mengompres tubuh adiknya dengan air dingin. Mulutnya terus bersenandung, berharap Akari akan tenang dan suhu tubuhnya menurun.

Akari ✔️ [Asahi Fanfiction]Where stories live. Discover now