27. Bersama❤️

158 9 0
                                    


Flori tak bisa tidur nyenyak di kamarnya. Sudah satu jam lamanya ia berguling ke kanan ke kiri, dari ujung ke ujung kasur. Selimutnya sempat menyelimuti selama beberapa saat, namun setelahnya ia tendang, lalu ia tarik, ia tutup tubuhnya, ia tendang lagi. Terus saja seperti itu. Ini semua terjadi karena Florenzia malu sekaligus salah tingkah mengingat kejadiannya bersama Hasan di toko alat fitness. Bisa-bisanya ia membahas kejadian malam itu.

Flori menjerit sembari bangkit duduk dan menyandar pada sandaran ranjang. Rambutnya ia jambak hingga semakin berantakan. Wajah putihnya berubah merah.

"Bundaaaaa. Huuuu. Kalo aku suka sama Hasan, ottokee?!" rengek Flori berteriak kencang. Selimutnya ia cengekram kuat.

"Ck! Apa, sii! Cowok culun cupu kudet kuper ku–? Ku apalagi? Aargrhh!"

"Ga jelas, emang!" cerca Flori mendekap bantal sembari cemberut.

Drrtt

"Haiiish! Apalagi siii?!"

"Ck!" decak Flori mengambil ponsel dengan kasar.

Mata Flori membulat kala mengetahui siapa yang meneleponnya. Itu adalah Hartono, kakek tua si pengusaha kaya raya yang baik hati. Ya, ia sangat dekat dengan kakek itu.

Segera Flori mengangkat panggilan dengan manis. Ia sangat sopan, namun juga akrab. Tanpa ia duga, Hartono memintanya tuk bertemu nanti malam di kota.

"A-pa? Aj-ajak Hasan?" gumam Flori tergagu sampai tiga jari lentiknya ia gigit.

"Iya, sama suami kamu."

"A-ah? I-iya, boleh! Boleh, doong! Pastiii. Hihi." Flori sangat lihai berakting dan bermuka dua. Ini namanya menjaga nama baik.

"Akang pasti aku ajak, kok." Flori melebarkan senyum profesionalnya yang setengah terpaksa.

Florenzia berkingkat sigap dari ranjang berusaha tak mengeluarkan suara. Ia berlari dengan gaya mengendap-ngendap menuju keluar kamar.

Masih dengan ponsel menempel di sisi telinga, wanita itu menelusuri rumah. Ia penasaran Hasan dimana. Tanpa diduga, Hartono berucap sesuatu yang membuatnya tak bisa membalas kalimat itu.

"Suami itu disayang, dihormati," ucap Hartono dengan

"Ikuti apa kata suami."

"Jangan lihat penghasilannya, tapi perjuangannya, ketulusannya."

Flori membeku hingga tak sadar langkah kakinya membawa ia menuju kolam renang. Ternyata ada Hasan sedang berenang. Pria kekar berkulit coklat tua itu hanya memakai celana training pendek saja. Sisanya, seluruh tubuh kekarnya terekspose bebas. Otot-otot tercetak jelas kala ia berdiri di kolam yang dangkal, luka-luka di banyak bagian tubuhnya pun sama terekspose.

"Nanti ditunggu, ya, jam delapan."

"Ah? I-i-iya. Makas–."

Tuutt!

"Ada apa, non?!" tanya pria yang berdiri di sisi kolam setengah berteriak karena jarak mereka jauh.

"Renang jam segini? Malem aja, lebih enak." Flori mendekat, lalu berlutut dengan tangan menyilang turun diatas lutut.

"Saya lagi kuras kolam, non. Renangnya cuma sekalian aja." Hasan mendekat. Ia harus mendongak.

"Nih, liat! Airnya makin surut, kan? Itu selangnya." Hasan melipat tangan pada sisi kolam. Ia mendongak menatap wajah cantik itu dengan bebas. Senyum manisnya yang tipis tak bisa luntur.

Florenzia segera memberitahu kalau mereka diajak bertemu oleh pak Hartono. Katanya setelahnya akan ada acara kumpul para pebisnis yang akan menjadi peluang untuk Hasan.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang