23. Happened On July

276 55 7
                                    


Happened On July

🎶🎶🎶

 

Harya....apa kita pernah ketemu di situasi yang lain sebelumnya?”

Gue berjalan menuju mobil di parkiran kantor malam ini yang rasanya jadi terlampau jauh. Dari lift, lalu lobi dan halaman berpaving semuanya gue lewati dengan langkah yang terasa berat. 

Sebab segala yang terjadi hari ini terlalu banyak yang membuat gue jadi seribu kali lebih lelah dan suntuk dari biasanya. Setelah membanting pintu mobil menutup, gue langsung saja menyandarkan kepala ke belakang kursi, kemudian memejamkan mata.

Gue menghela napas yang panjang seraya mengelap sisa lembab keringat di pelipis yang sejak tadi bermunculan, menenangkan diri dari satu per satu ingatan tentang Kate malam ini yang mulai bermunculan dan sekarang semuanya malah terasa seperti beban. 

Gue masih ingat wajahnya yang dingin ketika bertanya tentang kemungkinan kami berdua pernah bertemu pada situasi yang lain. Dan percaya atau  tidak, gue tadi hampir menjawab pertanyaannya dengan jujur.

Gue katakan hampir, karena pada detik gue merasa begitu terdesak kemudian telah menyiapkan jawaban-jawaban yang terdengar masuk akal (setidaknya  baginya) dan mulai rela dengan apapun tanggapannya terkait kebenaran, mendadak suara salah satu staff keamanan menyela di antara kami membuat semuanya otomatis buyar berantakan. Inilah yang sekarang paling gue sesali.

Staff keamanan itu memanggil gue sambil berjalan tergopoh-gopoh di koridor. Mengaku Ia dari tadi mencari gue di ruangan, dan bersyukur akhirnya bertemu sebelum pulang.

Katanya Pak Wirawan menyuruh gue naik ke ruangannya lagi untuk berdiskusi tentang beberapa hal. Beberapa hal yang sebenarnya gue percaya tidak se-urgent itu untuk dibicarakan segera. Dan ternyata benar.

Setelah akhirnya menemuinya lagi, ternyata yang ingin Ia sampaikan hanya terkait satu project di London yang Ia delegasikan ke gue⸺yang sebenarnya juga sempat Ia bahas sedikit pada rapat tadi siang. 

Pak Wirawan menjelaskan kembali terkait instruksi dan  follow up tentang segala persyaratan serta dokumen yang harus dibawa dan dipelajari, yang sebenarnya bisa disampaikan besok pagi.

Tidak segenting itu juga sampai harus kembali menyuruh gue naik ke lantai tiga puluh setelah seharian lembur sampai lusuh. Apalagi project-nya juga akan dimulai minggu depan, masih ada banyak sekali waktu untuk mempersiapkan segala yang dibutuhkan. 

Tapi sayangnya gue tidak berada di posisi orang yang bisa komplain atas kebiasaannya. Karena panggilannya yang mendadak, gue jadi kehilangan kesempatan menjelaskan pada Kate tanpa bisa berbuat apa-apa.

Padahal semuanya telah berada di ujung lidah. Andai saja ada waktu. Sedikit saja waktu.

Kate juga terlihat sama kesalnya dengan gue ketika staff keamanan itu datang dan tiba-tiba memotong pembicaraan kami. Namun tentu saja Ia buru-buru kembali memasang senyuman palsunya yang biasa yang bagi gue masih nampak  terlalu dingin. Ia kemudian mundur, kembali berpaling ke mobilnya untuk bersiap pulang seperti keinginannya sebelumnya.

“Kate, kita tetap ngobrol sebentar.” Tegas gue membuatnya melengos.

“Lain kali ya. Naik ke kantor Pak Wirawan aja dulu.” Ia membuka pintu mobilnya.

“Please?” Gue mengatakannya berulang kali, bahkan lebih keras. Sekejap gue merasa seperti hilang akal yang tidak lagi peduli tentang pandangan staff keamanan itu terkait hubungan kami berdua, potensi gosip besok pagi, atau fakta bahwa atasan gue mungkin akan menunggu terlalu lama. Terserah saja.

Do you think I have forgotten about you? [COMPLETED]Where stories live. Discover now