18 - Loncat waktu

55 8 4
                                    

Luteal - Dataran Tealibis

Langit hari itu cukup berawan. Cuaca yang nyaman itu adalah hari yang cocok untuk memulai aktivitas yang menyenangkan. Hembusan angin membawa dedaunan rumput bergoyang mengikuti arah laju angin yang berhembus. Seorang gadis bersurai blonde yang panjang, tengah merapalkan sebuah elemen sihir, angin.

"Tehnik elementalis, pusaran angin."

Tiupan angin seolah menari-nari di telapak tangan nya, menciptakan sebuah pusaran kecil dari angin yang meliup-liup.

Namun seketika, itu lenyap dan gadis itu terhuyung ke tanah. Memegang dadanya yang mungkin terasa nyeri bagi nya. Meringis kesakitan yang membuat pria di sisi nya ikut merasa  sesak.

"Vei...", tatapan nya terlihat khawatir dan sedih.

Gadis itu kembali berdiri mengabaikan rasa sakit yang di deritanya. Mencoba kuat, dan tersenyum indah memancarkan kehangatan yang menyatu dengan cuaca hari ini.

Gadis yang memiliki sorot mata yang dapat membawa seseorang ke dalam fantasi biru langit. Ia memiliki pesona yang begitu memukau, beserta lentik bulu mata dan tanda yang cantik di bawah mata kanan nya. Bibirnya bagaikan peach segar, terlihat sangat menggoda dan nyaman untuk dilihat. Gadis itu adalah Veisalyn yang telah tumbuh menjadi remaja.

"Aku akan mencoba nya sekali lagi, Luke."

Ia menyiapkan rapalan kembali dengan serapih mungkin. Bakatnya dalam sihir berkembang cukup pesat, hari ini, ia mungkin telah menginjaki ranah sihir yang lebih tinggi melebihi orang-orang pada umum nya yang sebaya dengan nya.

"Sebaiknya kau berhenti, Vei.", Ucap lelaki di sebelahnya. Dia adalah seorang mentor latihan nya  sekaligus keluarganya sendiri. Orang itu adalah Luke Kahette, atau Norl Adarlen.

"Mulai sekarang jangan berlatih terlalu keras. Itu akan membebaninya, jadi sebaiknya batasi penggunaan sihirmu, Vei.", Ucap Luke dengan tegas.

" ...", Veisalyn menjadi murung dan tidak ingin percaya.

Sukar di percaya, namun sekarang Veisalyn telah mengalami kecacatan. Akibat kejadian 6 tahun silam saat pengetesan masuk akademi, Veisalyn mengalami luka yang mengancam nyawa nya yang disebabkan oleh ledakan sirkulasi yang gagal diantisipasi. Ia pikir ia telah sepenuhnya sembuh, namun setelah beberapa kali ia menggunakan sihir, ia merasakan sebuah gejolak menyakitkan di dadanya.

Menjadi magician murni adalah sesuatu yang kini sulit untuk dicapai. Meskipun bakatnya telah berkembang, tetap sulit baginya mempertahankan dirinya untuk tetap merapalkan sihir. Setidaknya ia harus memiliki jeda dalam penggunaan sihir, atau mungkin ia harus hiatus, bahkan pensiun dini. Sungguh ironi.

"Pulanglah ke asrama, malam ini dan besok, kamu akan sibuk.", Ucap Luke.

"Ya ... Luke juga...", ucap Veisalyn dengan tidak semangat .

Luke tersenyum, "Aku akan datang nanti malam, jaga dirimu dan ingat, kau tidak boleh merapalkan sihir lebih dari 3 kali sebelum aku menemukan perangkat sihir yang cocok, oke?"

"Ya ..." Angguk Veisalyn dengan murung.

Gadis itu mengela napas dalam, membuang segala beban dalam pikirannya untuk sementara, dan kembali fokus pada hal yang lebih penting hari ini. Ia kembali ke asrama dengan senyuman nya yang khas. Berjalan di koridor yang ramai dan dipenuhi oleh siswi yang sibuk. Veisalyn bertemu dengan Lilith, rekan sekamar nya.

"Siang Veisalyn, bagaimana latihan kamu?", tanya Lilith yang sedang menghiasi rambut.

"Baik seperti biasa.", ucap Veisalyn dengan lembut.

"Ngomong-ngomong Lilith, apa kamu membeli barang yang aku pesan sebelumnya?", tanya Veisalyn.

Sebelumnya, ia meminta tolong pada Lilith untuk mencarikan nya perangkat perantara sihir di pasar Luteal. Saat itu, Lilith pergi keluar untuk kepentingan membeli gaun untuk acara malam hari.

Akhir dari Cerita Where stories live. Discover now