2. Masa Lalu : Cerita yang Tertunda

38 6 0
                                    

Sore hari itu, dingin di pegunungan Sumbing tidak menghentikan Bhanurasmi muda untuk berlari menyusuri jalanan berliku.

Di samping bukit hijau berkabut, Bhanurasmi menemukan Aditya duduk di pinggir jalanan, menatap matahari yang semakin turun. Senyuman manisnya merekah.

Bhanurasmi berjalan mendekati Aditya, memegang pundaknya. Ia bisa merasakan tubuh sang kekasih terlonjak.

"Mikiri opo kowe, Dit? Nganti mlongo ngono." (Arti: Mikirin apa kamu, Dit? Sampai bengong begitu).

Aditya menoleh ke Bhanurasmi dan ikut tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. "Ora popo, lungguh kene." Aditya menepuk tanah di sampingnya, mempersilahkan sang kekasih untuk duduk dan langsung diikuti Bhanurasmi. Ia meletakkan lampu minyak yang dibawanya di samping. (Arti: Gak apa-apa, duduk sini.)

Sinar matahari menerangi Aditya. Bhanurasmi memperhatikan rambut cepak pria itu, kulit sawo matangnya, dan bibir yang selalu membentuk senyuman hangat kepada semua orang itu. Bhanurasmi sadar dirinya jatuh cinta pada jiwa raga Aditya.

Mereka berdua tumbuh bersama. Orang tua keduanya merupakan tuan tanah dan pebisnis terhormat di pulau Jawa, rekan bisnis.

Dari kecil, mereka menempuh pendidikan di tempat yang sama. Tidak terhitung waktu yang mereka berdua habiskan untuk bermain di pabrik gula milik orang tua Aditya.

Tumbuh bersama ternyata membuat perasaan kedua anak itu juga ikut tumbuh untuk satu sama lain.

Hubungan keduanya berkembang ke jenjang yang lebih serius.

Sekarang umur Bhanurasmi sembilan belas dan Aditya dua puluh.

Hari ini, orang tua Bhanurasmi memberikan kabar bahagia untuk keduanya. Setelah beberapa tahun menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih, akhirnya orang tua Bhanurasmi memberikan restu untuk pernikahan keduanya.

Bhanurasmi tidak berhenti tersenyum malu. Pipinya merona. Ia tidak sabar menyampaikan kabar ini pada Aditya.

"Rasmi, aku harus menyampaikan sesuatu." Setelah lama saling diam, Aditya akhirnya menjadi yang pertama bersuara.

Bhanurasmi menoleh menunggu Aditya menyampaikan kabar yang dimaksud, wajah lelaki itu tampak serius.

"Aku akan pergi ke Batavia."

Bhanurasmi terdiam, cukup terkejut dengan perkataan Aditya.

Namun, senyuman Bhanurasmi masih terpasang. "Ke Batavia? Ayahmu menyuruhmu untuk perjalanan bisnis Dit? Tidak akan lama, kan?"

Aditya mengalihkan pandangannya dari Bhanurasmi dan menatap jauh ke perbukitan yang mulai menggelap.

Lelaki itu menghela napas dalam, seakan ada beban tak kasat mata yang dipendamnya.

Detik demi detik berlalu, Aditya masih belum meneruskan perkataannya, membuat hati Bhanurasmi mulai diselimuti gelisah.

"Aku akan ke Batavia untuk menjadi tentara, Ras."

Perkataan Aditya bak sambaran petir di siang hari bagi sang gadis. Rasa bahagia itu hilang seketika.

Bhanurasmi termenung.

"Batavia? Tentara?" Bhanurasmi berucap pelan, lalu menatap kekasihnya. "Kenapa tiba-tiba sekali, Dit? Kenapa aku baru diberi tahu?"

Aditya memalingkan wajahnya saat menatap raut sedih di wajah Bhanurasmi. Ia lalu berkata pelan, "Maaf, Ras."

Tanah Merdeka ✔Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz