20. Munculnya Rasa Bersalah

985 28 0
                                    

Melihat anak dan menantunya sedang jalan beriringan dan bergandengan tangan, senyum Mama Tari merekah melihat kedua insan yang baru menunjukkan batang hidung saat menjelang siang.

Sebagai orang tua, Mama Tari tidak mau menganggu momen keduanya dan hanya bisa mengingatkan karena mereka harus makan.

Hanin dan Riandi tidak ikut sarapan, dia hanya di temani oleh Rayyan dan Nadine saja. Tadi pagi Mama Tari merasa sangat puas melihat wajah jengkel Nadine.

Mungkin Nadine kesal, karena dua hari ini Mama Tari sering mengalihkan tugas rumah tangga pada Nadine, apalagi si Mbok masih cuti.

"Ehem! Ceria banget, kayak pengantin baru aja," goda Mama Tari pada anak dan menantunya.

Hanin tersipu, sedangkan Riandi bersikap biasa saja. Hanin ingat sekali dulu saat waktu pengantin baru, ia dan Riandi tidak keluar kamar dari pagi hingga malam.

Saat itu sih keduanya chek in hotel, jadi sebagai sepasang kekasih halal, bebas 'kan melakukan apa saja? Toh di kamar itu hanya mereka berdua.

"Malu-malu segala, kayak baru aku perawanin aja kamu," celetuk Riandi dengan gamblangnya. Mata Hanin melotot, nyaris keluar mendengar Riandi yang blak-blakan seperti itu.

"Mas! Ada Mama! Bisa-bisanya kamu ngomomg gitu ih!" cibir Hanin sambil berbisik. Tidak lupa juga memberikan cubitan di pinggang sang suami, karena sudah frontal di hadapan Mama.

Padahal Mama Tari biasa saja, pun dia lebih berpengalaman, tentu saja ia tahu.

"Emangnya kenapa? Mama juga paham kali," ujar Riandi.

Hanin mendengus. "Tenang aja sayang. Santai aja sama Mama mah. Mending makan dulu, karena bikin baby baru juga butuh tenaga," godanya.

Lagi, Hanin tersipu malu. Saking menikmati harinya bersama Riandi, ia lupa jika ada Mama Tari dan Rayyan di rumahnya. Jika sudah begini, apa boleh buat selain menahan malu.

"Nah kata Mama juga santai aja. Kamu lucu kalau lagi malu-malu, tau gini mah mendingan Mas makan kamu aja," kekeh Riandi.

"Eh udah Rian, jangan di godain mulu, kasian nanti salah tingkah." Hanin pun langsung memeluk tubuh Mama Tari, jika berada di dekat Riandi bisa-bisa pria itu terus saja menggodanya.

Bahkan di tangga saja Riandi mencuri-curi kecupan di wajahnya. Hanin jadi merasa was-was, ia takut tidak bisa tidur nyenyak jika bermalam dengan Riandi.

Pasalnya Riandi itu bagaikan singa kelaparan saat di dekatnya, Hanin begidik, ngeri sendiri saat membayangkannya.

"Pasti salah tingkah dia, aku yakin hatinya tuh lagi melayang-layang sampe kejedot awan." Mama Tari tertawa, sambil menggelengkan kepalanya.

"Ngaco kamu, mana ada kejedot awan," sahut Hanin.

"Ssttt, diem atau Mas cium? Kamu bawel banget loh Nin dari tadi."

"Masa sih? Perasaan kamu yang bawel dari malem. Udah bawel, banyak modusnya pula, ih ngeri Om-Om genit," kata Hanin sambil tertawa meledek.

Mama Tari tersenyum bahagia melihat keduanya bercanda tawa seperti sedia kala, ia akan turut berbahagia jika melihat keduanya bahagia. Karena sumber kebahagiaan seorang Ibu adalah anaknya.

Selepas itu tidak ada lagi yang memulai obrolan. Seperti biasanya, Hanin selalu melayani Riandi dulu sebelum makan, setelah itu ia pun ikut makan.

"Enak, masakan Mama nggak pernah mengecewakan," puji Riandi. Mama Tari tertawa gemas, senang sekali melihat Hanin dan Riandi menyantap makanannya.

Tapi dugaan Riandi salah, yang masak pagi ini bukan Hanin, tapi Nadine. Jujur saja Mama Tari juga kagum, karena hasil masakan Nadine bisa enak, berbeda dengan sebelumnya yang selalu hambar, keasinan, bahkan kurang matang.

Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)Where stories live. Discover now