DILEMA YANG PALING DILEMA

20 1 0
                                    

Siapa yang bilang kalau yang menghilang benar-benar akan menghilang? Bukankah kampret-kampret yang memangsa mangga malam-malam itu meninggalkan bekas gigitannya? Ia memang hilang, kabur, tak bertanggung jawab, tapi ia meninggalkan bekas.
Tapi ini bukan sesederhana kampret yang memangsa mangga malam-malam itu. Ini tentangnya yang pernah datang, bertumbuh bersama, lalu pergi, mencoba datang lagi karena masih ingin singgah, tapi keadaan memaksanya pergi, tapi ragu-ragu pergi, tapi akhirnya pergi, datang, pergi, mencoba datang lagi, akhirnya pergi, dan benar-benar pergi tanpa banyak tapi-tapi lagi. Apa ku kata, tak sesederhana kampret yang memangsa mangga malam-malam lalu meninggalkan bekas itu kan?

Kedatangan Namo tujuh tahun silam itu benar-benar menjadi penghibur bagi Rana. Namo bak lentera yang datang menerangi hatinya yang kalut. Rana kala itu tak tahu harus bercerita kepada siapa, bercerita tentang masalah-masalah rumit yang terus bergelut di otaknya. Rana sedang dihadapkan pada dua pilihan yang dilematis, amat dilematis, dilematis yang paling dilematis, dilematis sedilematis-dilematisnya kata bahasa yang sedikit diplomatis. Ia gadis yang sangat penurut, lebih penurut dari rombongan bebek yang berbaris sangat rapi mengikuti aba-aba cah angon itu. Ayahnya menjodohkan Rana dengan Idris, anak tuan tanah paling tajir di Kalisegiri. Jika didefinisikan, Idris kurang lebih merupakan pemuda yang gagah, mapan, agamanya juga bagus, punya usaha yang terbilang sukses, paket lengkap kalau boleh dikata. Tapi masalahnya hanya ayahnya yang mengatakan demikian dan Rana tak peduli soal itu. Baginya, cinta itu tanpa banyak alasan meskipun harus beralasan. Baginya, yang terpenting dari cinta itu adalah kemurnian rasa, tanpa terpaksa.

Kalau berbicara tentang Namo, dia adalah pemuda yang polos, penurut juga, tapi belum mapan. Bagaimana mau mapan, dia masih sekolah. Namo dan Rana kali pertama bertemu di sebuah sekolah, mereka bersekolah di SMK yang sama. Mereka sama-sama anak rantau. Namo dan Rana dulu sama-sama mendapatkan beasiswa untuk sekolah di salah satu sekolah kejuruan musik ternama di Yogyakarta. Rana adalah pemain flute yang cukup berbakat, sedangkan Namo adalah seorang gitaris yang jari-jarinya sangat lihai memanjakan senar-senar gitar.

Sekarang kita berbicara tentang Rana. Sebelum bercerita panjang lebar tentang Rana, aku harus mengatakan bahwa tak ada laki-laki yang tak tertarik jika berjumpa dengannya. Kurasa sudah, tak usah lagi kuceritakan panjang-panjang, apalagi sampai ke lebar-lebarnya. Kurasa tadi sudah sangat mewakili penggambaran seorang bernama Rana yang jelas cantik rupanya.

Lalu, apa masalahnya jadi anak penurut seperti Rana? Ya, masalahnya dia harus mengikuti semua yang diperintahkan orang tuanya. Tapi soal perjodohan, katanya ia tak mau lagi menjadi anak penurut. Yang berhak menikmati kebahagiaan sepenuhnya setelah menikah adalah dia sendiri. Hatinya tak ingin seenaknya diberikan kepada orang yang tak dicintai dengan alasan apapun, sekalipun orang tuanya yang menyuruh, sekalipun dia adalah anak yang penurut, lebih penurut dari bebek-bebek cah angon.

                        

                        Bersambung...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 18, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KE MANA KAU KAN BERMUARA? Where stories live. Discover now