32. Perkara Salah Fokus

19 7 0
                                    

Hai?
Apa kabar?
Jangan lupa vote dan komen ya? 🙏
Selamat Membaca ♥️

______________________________________________

Minggu-minggu yang mengherankan telah lewat. Kini Dean sudah kembali ke mode normal versi laki-laki itu. Sana tidak lagi kelimpungan membuatkan bekal sarapan ataupun makan siang untuk suami kontraknya. Sungguh, memasak untuk orang lain sangat menegangkan. Jika untuk diri sendiri, maka tak terlalu memedulikan soal kerapihan, kecantikan plating dan rasa yang setidaknya hampir mendekati hidangan restoran. Lain halnya dengan menyiapkan makanan untuk orang lain yang akan memunculkan tekad yang kuat untuk menyajikan makanan yang tampak seperti menu mahal. Seolah-olah orang pentinglah yang akan mencobanya dan harga diri dipertaruhkan pada penilaian orang tersebut. Sana benar-benar bersyukur Dean akhirnya kembali menjadi Dean yang biasanya.

Kini, gadis itu berada di lampu merah dengan motor pemberian Dean. Jalanan cukup ramai di tengah siang yang terik ini. Sembari menunggu rambu-rambu lalu lintas berubah warna menjadi hijau, Sana melihat sekilas beberapa kendaraan di sekitarnya. Lalu, atensi gadis itu terhenti pada sebuah mobil dengan kaca terbuka yang menampilkan wajah cukup familiar. Esmeralda berada di sana, bersama dengan seorang pria berpakaian formal. Mungkin rekan kerja? Selanjutnya Sana menggulir pandangan pada pengemudi sepeda motor yang berada persis di depan motor gadis itu, seorang pemuda yang memboncengi gadis cantik. Netra Sana menangkap jemari lentik gadis cantik bertengger manis di bahu si pemuda. Helm yang dikenakan oleh pengendara tersebut tampak tidak asing di mata.

Kendaraan lain kemudian melaju usai rambu lalu lintas menunjukkan warna hijau. Sana refleks mengikuti pesepeda motor yang ia amati sejak tadi. Makin memperhatikan, ia semakin yakin bahwa pengemudi motor tersebut memanglah orang yang ia kenal, berdasarkan tipe helm dan motor. Untuk plat nomor ... Sana tidak mudah mengingat hal-hal seperti itu.

Motor yang dikendarai Sana tiba-tiba jatuh tatkala jarinya menarik rem lantaran kendaraan di depan tanpa diduga berhenti. Entah pengendara motor tersebut lupa menyalakan lampu sen, atau Sana yang tidak memperhatikan, hingga terjadi insiden seperti ini.

Dapat Sana lihat ekspresi terkejut dua orang di depannya. Sungguh, ia ingin mengutuk diri sendiri yang mengekori orang begitu saja tanpa berhati-hati. Sebab sakitnya tak seberapa, tetapi rasa malunya yang sampai ke ubun-ubun.

"Lo langsung masuk aja, udah ditunggu, 'kan?" Masih dalam posisi duduk dengan kaki kiri tertindih badan motor, Sana tetap mencuri dengar percakapan di depannya.

"Tapi, itu—"

"Biar gue yang urus." Waduh, badan yang lemas akibat terkejut, kini semakin lemas. Sana tidak siap menghadapi orang itu.

"Oh, oke. Kalau gitu, makasih ya, The? Gue masuk ya?"

"Iya, sama-sama, have fun." Langkah kaki yang berjalan mendekat seketika membuat jantung Sana berlompatan. Tuhan, tolong selamatkan Sana. Tubuhnya berubah gugup kala motor yang jatuh menindih kaki terangkat dan diparkir di sisi jalan. Sana bahkan masih menunduk kala dibantu berdiri. Lalu nyawanya seperti akan melayang saat mendengar pemuda yang menolong mendengkus kasar, "Lo ngikutin gue?"

Tuduhan itu membuat Sana diam-diam meringis sebelum menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat, "Enggak!"

"Terus mau ke mana?" todong Theo yang memunculkan keringat dingin di tubuh Sana. Iya, pemuda yang ia ikuti adalah Theo, dan Sana kini menyesal telah mengikuti pemuda itu tanpa sadar. Entah di mana keberadaan otaknya saat melakukan hal bodoh tersebut."Pulang ke apartemen."

Jawaban itu membuat mata Theo yang sudah besar semakin besar seolah akan keluar dari tempatnya. Tidak, ini Sana terlalu hiperbola. "Sejak kapan jalan ke unit Bang Dean lewat sini?" Sana melihat sekeliling dan makin merutuki keteledorannya dalam hati, Malu bangeeet.

Memperhatikan sekitar, Theo kemudian mengajak Sana untuk beristirahat sejenak di minimarket yang berada tak jauh dari posisi mereka berdiri, "Duduk dulu di minimarket. Bisa jalan, nggak?"

Saat mendapat anggukan dari Sana, Theo memimpin gadis itu untuk menuntun motor masing-masing menuju minimarket terdekat. Setelah berhasil duduk di kursi yang disediakan oleh minimarket, Theo lalu membelikan Sana air mineral untuk mengurangi keterkejutannya. "Kalau bawa motor, jangan ngelamun!"

"Aku nggak ngelamun," sangkal Sana cepat.

"Terus tadi apa? Cemburu liat gue sama cewek?" tanya Theo asal.

"Enggak!" Reaksi itu sedikit mengejutkan Theo. Ia memperhatikan ekspresi Sana, lalu menyadari sesuatu yang janggal, "Lo salting, ya?" tanya pemuda itu mengetes Sana.

"Enggaak!" Kepanikan itu mengundang tawa geli dari Theo, "Biasa aja dong jawabnya. Bercanda kali," Bercandanya bikin orang panik. batin Sana masih merasa lemas.

"Atau jangan-jangan lo naksir gue?" Pemuda itu kembali iseng.

"Heh! Enggak!"

Theo menahan tawa melihat pelototan Sana, "Masih bisa bawa motor, nggak?"

Sana terdiam bingung. Badannya masih terasa lemas pasca insiden kecil tadi.

"Atau mau ke dokter dulu?" tawar Theo membuat Sana seketika memeriksa keadaan tubuhnya sendiri lalu merasa hanya lecet sedikit.

"Kalau masih lemes, bonceng gue aja. Nanti gue suruh orang buat bawain motor lo," Penawaran yang bagus! Sana bersorak dalam hati sebelum menyetujui tawaran menggiurkan itu. Kesempatan belum tentu datang dua kali!

***

Selama perjalanan pulang, Sana tanpa sadar terus memperhatikan Theo. Wah, keberuntungan yang indah ... tapi, keberuntungan 'kan memang indah. Ah, abaikan pikiran Sana yang random ini.

"Lo beneran naksir gue, ya?" Eh? Sana ketahuan? "Dari tadi ngeliatin gue mulu." Ya ampun malu bangeeet, Sana memilih diam dan menunduk seraya menutup mata rapat-rapat. Udah Sanaaaa, jangan kebanyakkan tingkah!

"Kita ke klinik dulu, ya?" Theo membelokkan motor pada klinik yang dilihatnya. Kemudian mengajak Sana memasuki klinik tersebut.

***

"Untung cuma lecet. Lain kali bawa motor hati-hati ...," pesan Theo kala keduanya telah keluar dari klinik. Kemudian pemuda itu tiba-tiba terdiam, membuat Sana menanti kelanjutan ucapannya, "Jangan-jangan lo beneran naksir gue, ya?"

Sana melotot mendengar itu, "NGEYEL BANGET SIH? Kamu ya, yang pengen ditaksir sama aku?" Sana mengacungkan telunjuk ke wajah Theo dengan raut bersungut-sungut. Kemudian terdiam tatkala menyadari ekspresi terkejut Theo. Ia membalikkan badan dan menemukan keberadaan Bio yang berdiri memandangi mereka.

"Hai? Gue nggak akan ganggu, kok. Silakan dilanjutkan!" sapa Bio sebelum melipir memasuki klinik.

***

Bersambung ....

Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah dan berikan komentar ya?

Sampai jumpa di bab berikutnya 🎈

Sana : Work, Marriage, LoveWhere stories live. Discover now