15. Kisah Yang Dilanjutkan

4.1K 280 27
                                    

Cahaya yang awalnya mengintip di balik pepohonan kini dengan rasa percaya menampakan diri melalui terangnya.

Informasi itu menyebar cepat melalui sosial media, ada ledekan-ledekan singkat dari para staff membuat Ina tersenyum terlebih ucapan selamat yang melengkapi bahagianya.

"Selamat Ibu Hadi," ucap Nara dengan senyum yang merekah.

Senyum malu-malu ditunjukan Ina, tentu saja agenda memamerkan cincin tidak terlupakan.

"Woooaah, pantes Kak Gama lama milih-milihnya, dia cari yang terbaik," kata Nara sembari memegang jemari Ina yang sudah terhiaskan cincin permata yang begitu indah.

Pemikiran Nara melangkah jauh, ia bertanya apakah hubungan dirinya dengan Arjuna akan sampai pada tahap Ina dan Gama? Satu pertanyaan yang akan terus membekas, kalimat jawaban yang tidak memiliki arti, akan ia tunggu cincin itu sampai saatnya tiba.

"Lo tau, tapi lo nggak ngasih tau gue! Parah banget."

"Kak Gama yang minta dirahasiain, kalau gue kasih tau lo, bukan kejutan dong." Senyum Nara yang menggandeng tangan Ina menuju ruang kerjanya.

"Ya iya, tapikan kalau gue tau gue nggak perlu ovt macam kemarin."

Nara dan Ina duduk berhadapan dengan setumpuk kertas penuh design terbaru dan pensil. Bulan ini menjadi bulan yang sibuk karena mereka harus mengeluarkan beberapa model terbaru.

"Oya, Nar?" Panggilan itu membuat Nara mengangkat wajahnya. "Kapan-kapan kita makan bareng, yuk? Lo juga kan udah jadian."

Kelopak mata yang membulat seakan bertanya, darimana Ina mengetahui hubungan resmi dirinya dengan Arjuna?

"Tau darimana?"

Nara masih malu mengakui dirinya telah terjatuh ke dalam pelukan Arjuna, penolakan yang pernah ia ucapkan di hadapan Ina menjadi alasan utamanya.

"Setebel-tebelnya benteng yang lo bangun, suatu saat bakal runtuh juga, Nar. Nggak perlu malu." Ledek Ina.

Keduanya membagi rasa bahagia dalam sibuknya goresan-goresan kecil, bercerita tentang malam yang membahagiakan, saling membanggakan pasangan masing-masing.

Kak Faya, gini ya rasanya saling menceritakan orang yang kita suka sama sahabat sendiri. Nara tersenyum mengingat kalimat yang pernah Faya lontarkan.

Perbincangan yang mengalir, mulai dari membahas pertemuan keluarga Gama dan Ina hingga tempat yang akan mereka kunjungi bersama, tidak lupa Nara meminta izin untuk pulang ke kampung halamannya.

...

Hari-hari yang berlalu penuh dengan ceria, Arjuna yang semakin banyak tersenyum dan Naraya yang mulai meyakini kalimat tentang cinta yang berbalas begitu membahagiakan.

Bukan tentang orang yang tepat juga bukan tentang waktu yang mendukung tetapi tentang rasa yang berbalaslah yang membuat cinta itu terasa menyenangkan.

Cinta sendirian yang telah ia sudahi enam tahun lalu kini berubah menjadi satu cerita dengan koma yang akan dilanjutkan terus menerus, entah dengan keyakinan apa wanita ini selalu merasa Arjuna hanya miliknya seorang.

Seperti biasa sapaan pagi dengan rutinitas berangkat kerja bersama, di sibuknya Arjuna selalu ada Naraya yang menemani, walau hanya sekadar mendengarkan celotehan, kadang kala Nara mengusap rambut Arjuna untuk menyalurkan semangat.

"Ini apa?" tanya Nara.

"Maaf."

Nara sedikit bingung melihat dua coklat yang Arjuna berikan sebelum ia turun dari mobil hitam tersebut.

"Eh, kenapa?"

"Aku nggak bisa jemput nanti." Arjuna menyatukan kedua telapak tangannya, memohon agar kekasihnya memaklumi sibuknya hari ini.

Nara lihat kelakuan Arjuna, rasanya saat ini ia ingin sekali membanggakan diri kalau dirinya ini wanita yang mandiri, jujur saja Nara masih mampu melakukan semuanya sendiri.

Nara genggam kedua tangan Arjuna, tersenyum manis dengan kalimat yang sudah ia persiapkan dengan lembut. "Aku itu baik-baik aja kalau nggak dijemput kamu."

Kini jemari tangannya berubah tempat, ia menangkup kedua pipi Arjuna yang mungkin akan longsor.

"Jangan sedih gitu ah. Ini coklat ceritanya sogokan?"

Arjuna mengangguk ringan hingga membuatnya terlihat menggemaskan.

Pacar gue gemes banget! teriak Nara dalam hati. Nara mengetahui sedikit demi sedikit prilaku sang kekasih dan hari ini Arjuna menambah list kelucuan di catatan miliknya.

"Makasih, sayang," ucap Nara seraya melepaskan tangannya di wajah Arjuna.

Tertunduk, lebih tepatnya Arjuna tengah tersipu malu saat dirinya mendengar kata yang mampu membuat jantungnya kian berdebar.

"Kamu kenapa lagi?" Nara melihat Arjuna tertunduk setelah ia memasukan dua bungkus coklat ke dalam tas.

Arjuna angkat kedua wajahnya yang memerah. "Sial! Aku nggak mau lembur." Arjuna pukul ringan kemudi di depannya.

Nara tersenyum manis dengan jemari yang perlahan mengusap rambut prianya tersebut.

"Bye, Kak Bagas."  Wanita itu membuka pintu mobil dan bergegas masuk ke dalam butik.

Debaran jantung milik Arjuna semakin berdetak di luar kendalinya, ia ingin selalu melihat Nara, ia ingin menggenggam jemari itu sepanjang hari, mendengar suara yang membuat bahagia hingga rasanya ingin berteriak dan memberitahu dunia bahwa saat ini ia telah memiliki Nara seorang diri.

Hubungan mereka juga telah diketahui para sahabatnya, ada yang menanyakan bagaimana perjuangan Arjuna dalam membuat Nara takluk? mantra apa yang ia gunakan? semua Arjuna jawab dengan sabar. Faya yang mengetahui hubungan mereka hanya bisa berdoa untuk kebahagian Nara, ia berharap tidak ada rasa sakit yang akan dihadapi wanita asing di Yogyakarta itu.

fine line [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora