Doa Yang Terkabulkan

2 0 0
                                    

Kabut di pagi hari masih tebal, mengelilingi istana dan seluruh wilayah Joseon dalam dekapan dinginnya. Langit mulai cerah sedikit demi sedikit, memberikan bantuan penyinaran kepada orang-orang yang mulai bekerja di saat itu. Segarnya udara pagi menenangkan mereka, membuat suasana yang awalnya menyeramkan menjadi menentramkan.

Sang pangeran berjalan dengan pelan di lorong istana. Langkah kakinya dengan mantap mengantarkannya ke ruang kerjanya seperti biasa. Meski masih terbilang gasik, ada banyak orang yang sudah berlalu lalang di sekitarnya. Rajin juga mereka, pikirnya sambil lalu.

Di kantor, dia mengganti pakaiannya dengan seragam kerja berwarna biru. Gat yang ia kenakan dia ganti dengan topi biasa, dengan bulu angsa warna biru yang menghiasi bagian atasnya. Setelah dia siap, dia memerintah para bawahannya untuk bersiap dan latihan seperti biasa. Dengan semangat membara, mereka semua mematuhinya dan mulai melatih fisik mereka.

Sambil mengawasi bawahannya, pikiran sang pangeran berkelana pada kabar yang dia dengar sejak beberapa hari lalu. Kabar mengenai akan datangnya kiamat sempat membuatnya kaget. Namun dia segeran berdecak dan menggelengkan kepalanya.

Bagaimanapun, ada tidaknya kiamat tidak akan mengubah apapun. Toh dia sudah pernah melihat neraka dunia bahkan saat dia masih kecil. Meski tiap hari dia harus bergulat dengan survivor guilt karena hanya dia dan adiknya yang selamat dari usaha pembunuhan oleh keluarga Kim, pada akhirnya pil pahit itu tak berarti lagi setelah sang raja memenangkan pertarungan. Hal itu cukup untuk membuat sang pangeran tenang. Asalkan adikku selamat, itu semua cukup, pikirnya.

Pangeran Yeongpyeong mengalihkan pikirannya untuk kembali mengamati rekan sesama prajuritnya. Jumlah mereka cukup banyak, mungkin melebihi 30 orang di sana. Wajahnya masih datar selagi mengamati latihan mereka di halaman kantor Divisi Pengawal Kerajaan.

Sejenak Yeongpyeong menyadari ada begitu banyak orang di sekitarnya, namun tak ada satupun yang menarik minatnya. Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Di tempat yang besar dan ramai itu, dia merasa kesepian.

Dia pun teringat dengan sebuah rumah nun jauh di sana, mengantarkannya pada sosok wanita yang dia rindukan sejak mereka terpisah cukup lama. Tiap kali mengingat wanita itu, pandangan mata sang pangeran melembut dan seulas senyum muncul di bibirnya. Mengingatnya membuat hati Yeongpyeong merasa damai. Aku ingin bertemu denganmu sekali lagi, harapnya.

.

Di malam hari saat mereka menyaksikan 'kiamat' yang dibicarakan banyak orang, Pangeran Yeongpyeong melihat bintang-bintang yang sejak kemarin diam saja di tempat mereka masing-masing, bergerak. Seolah bintang-bintang itu jatuh turun dan hendak menyasar tempat mereka berpijak. Namun yang membuatnya kagum sekaligus lega, ternyata bintang-bintang itu sama sekali tidak membawa bencana. Justru semakin dipandang, semakin indah saja bintang jatuh itu.

Sempat dia mendengar omongan temannya, Direktur Hong, yang berdoa ingin dilahirkan lagi menjadi sebuah batu. Alasannya yang konyol membuatnya kontan membalas doa itu dengan doa yang sama konyolnya: "Kalau begitu aku ingin terlahir menjadi orang yang menendang batu itu," ujarnya usil.

Wajah Hong sempat berubah masam, tapi Pangeran Yeongpyeong tidak peduli. Lagipula dia bosan mendengarkan gerutuan temannya itu.

Namun semakin larut malam itu, semakin Yeongpyeong merasa sendu. Rasa rindunya makin menjadi-jadi semakin lama dia menatap langit malam yang indah itu. "Betapa menyenangkannya jika dia juga berada di sini," suara lirihnya menggumam.

Pada angin malam itu, dia sampaikan rindunya pada sang pujaan hati yang selalu dia nantikan. Dia berharap suatu saat nanti mereka berdua bisa memandangi bintang jatuh itu bersama-sama.

Doa Yang TerkabulkanWhere stories live. Discover now