[1] Medusa

1.8K 183 28
                                    

𝗕unga tidur yang terasa nyata sukses membangunkan Ricky tepat pada pukul 03.00 dini hari, kegundahan melanda hati dan pikiran sehingga kesempatannya untuk kembali terpejam telah raib di telan denting jam. T-shirt berwarna navy yang ia kenakan terasa lengket menempel di kulit punggung dan perutnya, ternyata ia banyak mengeluarkan keringat saat tertidur.

Merasa butuh minum, kedua kakinya melangkah dengan terseok-seok, sebelah tangannya bertumpu pada dinding untuk menahan tubuh linglungnya, perlahan keluar dari kamar dan menapaki satu persatu anak tangga untuk turun menuju dapur, tetapi radarnya menangkap siluet seorang pria paruh baya yang sedang duduk di atas sofa dengan postur setengah membungkuk, tak bergeming dan terus menatap lurus pada tembok polos dengan serius. Itu adalah Ayah-nya.

Ricky memutar arah, menyalakan lampu kemudian merubah haluan, yang tadinya ingin mengambil air menjadi pergi menghampiri sang ayah terlebih dahulu, "Ayah?" Panggilnya.

Ayahnya berbalik, lantas tersenyum begitu lebar ketika netranya mendeteksi kehadiran si tunggal.

Ricky ikut tersenyum, ayahnya tidak pernah berubah. Hanya dengan tatapan teduh yang baru saja di lemparkan untuknya, Ricky sangat mengerti bahwa ayahnya begitu menyayangi dirinya.

Sadar kalau ayahnya terlihat semakin tua, pikiran Ricky secara otomatis memutar kilas balik pada saat-saat di mana dia dan ayahnya masih tinggal di Shanghai-Tiongkok. Ia dan ayahnya hanya hidup berdua, bahkan sejak dirinya lahir. Ricky besar di Shanghai, tetapi setahun lalu mereka pindah ke Seoul atas permintaan ayahnya. Ricky tidak keberatan walau harus mengikuti kursus bahasa Korea selama 4 bulan sebelum kepindahannya untuk mempelajari dasar-dasarnya. Ayahnya adalah blasteran Korea dan Tiongkok, itu sebabnya Kakeknya yang memang berasal dari Seoul dengan sangat teguh menyuruh ayah Ricky untuk memberi Ricky nama lain selain Shen QuanRui (nama lahirnya) yang mungkin akan di butuhkan di masa mendatang, dan itu sungguh terbukti.

Ricky tidak pernah tau siapa ibunya, tak pernah merasakan bagaimana dekapannya, tak pernah melihat secerah apa senyumannya, apalagi mendengar selembut apa suaranya. Jauh sebelum Ricky tumbuh dewasa, dia sangat sering bertanya apapun yang ingin ia ketahui tentang ibunya lalu ayahnya akan terlihat sedikit muram. Hebatnya, tetap menjawab jagoan kecilnya dengan tegar dan sarat akan ketulusan.

"Ibumu cantik sekali, tidak ada wanita mana pun yang bisa menandingi kecantikannya karena dia nomor satu!" Jawab ayahnya dengan sebuah tawa di ujung kalimat, kala itu.

"── Kamu mendapatkan wajah, kulit, suara dan segala kesempurnaan yang ada pada dirimu berkat dia. Dia menurunkannnya padamu, kamu sangat mirip dengan ibumu. Ibumu sangat mencintaimu, anakku. Percayalah."

Ricky terkekeh setelah kesadarannya kembali pada detik ini, ia segera bergabung di atas sofa dengan ayahnya.

"Tidak bisa tidur?"

Ayahnya menggeleng, beberapa menit kemudian mata pria paruh baya itu bergerak kesana-kemari, sepertinya mencari-cari jam dinding dan kalender. Ricky tidak tau apa yang akan di lakukan ayahnya karena tenggorokannya kembali terasa serat, Ricky bangkit dan berniat untuk memenuhi tujuan awalnya yaitu menghilangkan dahaga.

"Apakah anakku terjaga sepanjang malam?"

Ricky menenggak segelas air putih sampai tandas, menaruh gelas yang kosong di atas meja makan dan berbalik menghadap ayahnya.

"Aku? Tidak! Aku hanya ... terbangun?" Timpalnya, tidak tau mengapa ia menjawab terbata-bata.

"Cepat kembali tidur! Bukan kah kau memiliki kelas pagi?" Sang ayah berdiri, mendekati pemuda tampan yang akan selalu menjadi jagoan kecilnya sampai kapanpun. "Coba untuk pejamkan matamu, nak. Pastikan tubuhmu mendapatkan istirahat yang layak dan cukup."

The Red Thread [Gyuicky / Shimkongz]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang