29. Cekcok dikit ga ngaruh

106 7 0
                                    

Dari lantai dua, Flori berlari tunggang langgang mengejar suaminya yang sudah jauh di lantai 1 menuju pintu utama. Hasan di sana memakai kemeja kotak-kotak merah, sangat rapih seperti mahasiswa rajin. Ya, ini hari pertama Hasan kuliah.

Flori berteriak kencang sembari melempar kunci mobil ke arah Hasan. Hasan benar-benar lupa kalau di rumah ini ada mobil.

Menyaksikan Hasan yang lolos keluar pintu rumah tanpa tahu kunci mobil sudah dilempar, wanita dalam balutan baju tidur bulu-bulu itu sontak menggeram kesal. Harusnya Hasan menaiki mobil, tidak usah naik sepeda.

"Iiih! Hasaaaaaaaan! Eerrgh!" geram Flori menghentak kaki dengan kesal.

Hasan tersenyum lebar memasuki kawasan kampusnya yang sangat eksklusif dan megah. Hanya tas jinjing laptop yang ia bawa. Isinya ada laptop dan satu buku kecil.

Lama sekali Hasan berjalan kaki tuk menuju ruang kelasnya. Kepalanya tak bisa turun, melainkan selalu mendongak menelisik gedung. Saat masuk ke kelas, ia semakin kagum. Bau khas kayu mahal sangat mendominasi. Semuanya serba kuno seperti yang ia lihat di film-film. Kursinya semakin belakang semakin naik.

Dosen memasuki kelas dengan raut cerah. Tak banyak basa basi dari dosen tersebut. Perkuliahan dimulai dengan tenang.

"Anjir! Pulpen!" umpat seorang mahasiswa berusia tak muda yang duduk di kursi paling  belakang.

"Aduuh, pulpen!" ucap Hasan gelisah.

Mendapati dosen tak berhenti bicara sama sekali, Hasan semakin merasa terdesak. Mau tak mau, ia memberanikan diri memutar tubuh ke belakang.

"H-hai!" sapa gadis muda berkulit putih dengan rambut pink yang panjang dan bergelombang. Wanita itu hanya memakai kaos besar saja.

"Haii..." jawab Hasan gugup.

"Would you mind to ..." Hasan masih ragu tuk melanjutkan ucapannya.

"You need a pen?"

"Y-yes! Right." Hasan tersenyum lebar. Itu senyum formalitas.

Pulpen pink dengan bandul boneka Hello-Kitty dengan senang hati Hasan terima. Wanita itu juga menegaskan kalau dia memberi, bukan meminjamkan.

Hasan belajar dan menyimak dosen dengan sangat baik. Beberapa kali ia menjawab apa yang dosen tanyakan, begitu pula mahasiswa lain. Semuanya pintar-pintar di sini. Tanpa pria itu sadari, gadis muda yang memberinya pulpen terus memperhatikan dirinya dari awal sampai akhir. Gadis itu juga berbisik pada temannya sembari menunjuk Hasan dengan malu-malu.

"Alhamdulillaaah.... ternyata gini rasanya kuliah." Hasan berdiri merapikan penampilannya. Senyumnya lebar dan cerah.

"Ke perpus asik, nih."

"Jangan menyia-nyiakan fasilitas berharga miliaran ini," gumam Hasan menyeringai.

"(Bagaimana kalu kamu lewat sana bersamaan dengan dia? Buat tubuh kalian bertebaran,)" bisik gadis berpakaian rapih seperti manajer, pada gadis berambut pink.

"(Ide bagus!)"

Hasan melangkah ke samping tuk melewati kursi-kursi. Saat lolos menginjak lantai dasar, tubuhnya tak sengaja bertabrakan dengan seseorang.

"Ouch! Oh my God!" pekik gadis berambut pink kala tersungkur tubuhnya hingga mendarat di atas lantai.

"Oh no!" pekik teman gadis berambut pink itu memulai drama.

"Aah?" gumam Hasan tergagu.

"Ya ampun!"

"Oh nooo! It hurts me!"

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang