01. Can we?

2 1 0
                                    

"Kak," yang dipanggil pun menoleh, menatap nanar kearah sang pujaan hati, "Bina, what if we can't?"

Bintara, atau biasa disapa Bina oleh Sagara hanya diam sembari menatap netra legam Sagara. Helaan napasnya terasa begitu berat. Langkah kedua pasangan muda itu selalu saja diberi cobaan.

"Nggak apa, kita bisa kak. Nggak ada yang bisa ngalahin kita berdua."

Sagara menggeleng lemah, "Bin. Dunia punya rahasianya, semisal suatu saat nanti kita nggak bisa bersatu gimana? Kita bakal milih pasangan kita sendiri, atau kamu dijodohin?" Binta lagi dan lagi hanya diam. Tak mampu mengeluarkan argumennya.

Sedetik kemudian, cewek itu berdiri menatap nyalang Sagara yang terus memperhatikannya.

"Gimana sih kak? Kamu ragu sama hubungan ini? Kamu gila ya. Aku udah berusaha yakin dan berjuang sampai detik ini, dan kamu malah pesimis? Stop joking around, Sagara."

Sagara diam. Cowok itu tau jika pacarnya memang selalu berusaha meyakinkan kedua orang tuanya tentang hubungan serius antara dirinya dan Binta.

Namun, tetap saja apabila orang tua sudah tak merestui mau setinggi apapun usaha yang mereka keluarkan akan kalah pada akhirnya.

"Gimana kalo kita udahan? Kakak nggak yakin, Bin." Bintara melotot terkejut, lalu tertawa miris, "Kak..? Jangan dong!" air mata mulai membahasahi pipi halus Binta.

"JANGAN BERCANDA, SAGARA! I TOLD YOU SO. STOP SAYING END TO OUR RELATIONSHIP!!" Binta histeris. Bahkan suaranya menggema di taman kota yang begitu tenang.

Sagara bangun dari duduknya. Ia mengantar Binta kedekapannya. Tangisan Binta mulai pecah, dadanya begitu sesak. Hubungan hampir 2 tahun itu dipaksa goyah oleh orang tuanya.

Cowok yang selalu menjadi bagian hidupnya semasa virus covid menyebar, hanyalah Sagara. Sang Ayah sibuk bekerja di luar kota, berakhir terjebak pandemi.

Sagara selalu mementingkan kesehatannya, menjamin kebahagiaannya, menjaga perasaannya. Harusnya Ayah dan Ibunya tau usaha Sagara dalam menjaga putri sulung nya.

"Sstt.., kakak kan udah bilang, jangan nangis cantik. Tadi Bina janji ngobrolnya tanpa nangis atau emosi. Keep your promise, okay love?" Binta hanya mengangguk pelan. Masih sibuk menetralkan emosinya yang meluap-luap.

Hatinya bagai batu es yang bisa mencair hanya karena kalimat-kalimat sayang Sagara. Cowok itu mampu menenangkan cantiknya dengan kata-kata manis.

Bagaimana bisa Binta melepaskan seseorang yang bisa menghidupkan hari-harinya? Itu bunuh diri namanya.

"Tapi jangan bilang kayak gitu lagi.." Sagara berdehem guna menjawab perintah Binta. Cewek itu sedikit mulai tenang, tak seagresif tadi.

"Yaudah, kita jalanin aja dulu ya sweetie? Tapi, kalau udah saatnya kakak lepasin kamu, kamu harus bisa tanpa kakak. Got it, Bina?" Binta mengangguk. Dadanya semakin sesak. Otaknya mulai lambat memproses sesuatu.

Tangan hangat Sagara menghapus jejak air mata Binta yang masih terus mengalir, "Jangan khawatir. Kakak nggak mungkin biarin kamu sendiri."

"Udah mulai malem. Yuk, kakak anter pulang."

"Nggak.." Sagara mengeryit keheranan, "Kenapa sayangku? Kamu takut kakak diusir sama mama ya?" Kemudian Binta mengangguk. Sagara hanya terkekeh.

"Udah. Kakak ambil motor dulu, kamu tunggu disini, nanti kalo denger klakson langsung ke kakak ya?" Binta mengangguk, "Good girl. Wait for a sec."

Kemudian, Sagara melangkahkan kakinya menjauh dari taman. Mengambil motornya, meninggalkan Binta sendiri.

Pandangan Binta mulai kabur karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya, "Gimana aku bisa tanpa kakak kalo kakak treat aku like a queen?" tak ada yang menjawab pertanyaan Binta. Cewek itu kembali sesak, "Kenapa, Tuhan? Bina tau people come and go, but kenapa harus Kak Sagara..?"

Suara klakson memecah keheningan taman yang sunyi. Mata binta menelisik ribut arah suara. Terlihat Sagara tersenyum sembari melambaikan tangannya ke udara.

Binta berlari tanpa memperhatikan langkahnya, "HATI-HATI!" teriak Sagara dari jauh sesaat Binta terjatuh.

Cowok itu memarkir motornya, kemudian berlari kearah Binta. Membantu cewek itu berdiri, "Kenapa harus lari, Bina? Kakak nggak bakal ninggalin kamu, pelan-pelan aja jalannya. Kakak tungguin."

Sagara menghela napas pelan. Ia tak mendengar apapun keluar dari mulut Binta, tak seperti dulu saat cowok itu menasihati ceweknya. Pasti ada kalimat rayuan maut dari sang pujaan hati.

Diatas motor, keduanya hanya diam. Sibuk memikirkan isi otak yang hampir kelebihan muatan. Keduanya lelah akan jalan yang Tuhan berikan. Entah Sagara atau pun Binta, mungkin berbeda-beda dalam memikirkan hubungan mereka. Tapi, pertanyaan keduanya sama.

"Will God be kind to us this time?"

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Nov 12, 2023 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Rewrite The StarsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora