Naruto melalui beberapa waktu untuk sendirian, tidak pergi bekerja, tidak menemui Shikamaru, dan tidak bicara dengan Hinata. Dia berdiam di rumah dan terjebak bersama keheningan.
Sejak pembicaraannya dengan Hinata saat itu, meja makan tak pernah lagi digunakan bersama. Hinata pergi ke resto dari pagi hingga larut, sedangkan Naruto berdiam di rumah dengan rasa frustasi memenuhi kepalanya.
Malam ini, Naruto bersandar di jendela kamarnya, menyesap rokok hingga pukul sebelas. Hinata belum pulang juga, beberapa hari terakhir wanita itu memang kembali agak larut dan dirinya selalu menunggu di sini hingga wanita itu tiba di rumah meski mereka tak lagi saling bicara.
Sebuah taksi melaju dari ujung jalan dan berhenti tepat di depan kediamannya, seorang wanita dengan mantel hitam melangkah turun seraya melipat kedua tangannya di depan tubuh seolah dia sangat kedinginan.
Naruto menatap sendu ke arah wanita itu, entah bagaimana caranya melupakan dan melepaskan saat seluruh hatinya dimiliki wanita itu.
Hinata menatap ke jendela lantai dua, Naruto ada di sana bersandar mengembuskan asap rokoknya ke udara. Ia memalingkan pandangan begitu pria itu menoleh dan menolak kontak mata dengannya.
Naruto menyerenyitkan kening saat mendapati taksi kuning itu tak bergegas pergi setelah Hinata turun namun menepi nyaris ke beranda kediamannya.
Pria pirang itu memadamkan rokoknya di atas asbak dan bangkit berdiri.
Tak sampai sepuluh menit, dan ia terkejut saat melihat Hinata kembali keluar membawa dua koper miliknya, entah kapan wanita itu berkemas.
Apa wanita itu akan benar-benar pergi dan mereka resmi berakhir malam ini?
...
Tak butuh dua menit untuk Naruto bergegas dan berlari ke lantai satu kemudian menjadi bodoh untuk ke dua kalinya di hadapan Hinata.
Hinata menoleh saat mendengar pintu rumah dibuka dan Naruto melangkah cepat ke arahnya.
"Mau ke mana hm?" Naruto menahan lengan wanita itu saat dia akan membuka pintu taksi.
Hinata mendongak menatap pria itu "simpan saja uang sewanya."
Naruto mengeratkan genggamannya pada lengan Hinata, menahan wanita itu untuk pergi darinya. "Pergi untuk apa?"
"Untuk apa aku di sini?" Hinata balas bertanya. "kau mengatakan kita berakhir, aku bukan istri atau kekasihmu lagi."
Naruto menatap tepat di mata amethyst wanita itu, benar dia mengatakan itu, benar dirinya bodoh karena ingin melupakan saat dirinya bahkan nyaris gila hanya karena tidak bicara dengan wanita itu selama beberapa hari. "maafkan aku, Hinata."
Hinata balas menatap mata pria itu. "kau yang saat ini, apa adalah kau yang sesungguhnya?" dia tidak tahu yang mana diri pria itu sesungguhnya tanpa kepalsuan. "lalu kau yang melamarku dan kau yang bercinta denganku adalah kepalsuan?"
Naruto mengerti kemarahan wanita itu, dirinya pun sulit menjelaskan yang mana dirinya yang sesungguhnya di hadapan wanita itu meski perasaannya tulus selama ini, hanya saja dibalut dengan banyak kebohonhan.
"Jika karena masa lalu kelam itu kau ingin aku pergi, aku akan pergi Naruto, tapi aku sangat ingin tahu, pada dirimu yang mana aku sangat jatuh cinta." Hinata membelai sisi kiri wajah pria itu dan bicara sungguh-sungguh. Dia sudah melalui perasaan marah itu beberapa hari lalu sekarang yang tersisa hahya kekecewaan.
"Kuharap kau peduli pada perasaanku meski hanya sedikit saja, kau meminta perpisahan saat kuterima lamaran pernikahan darimu sebelumnya, mungkin kau tidak benar-benar saat meminta, salahku karena terlalu mencintaimu, Naruto." Hinata bukan sedang bersikap egois, namun dirinya hanya terkejut pada semua keputusan pria itu yang tiba-tiba meski alasannya adalah hal rumit yang ia sendiri masih tidak percaya sampai detik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
FanfictionJika bukan keterpaksaan mungkin mereka tak akan berada di sana. Bagi seorang yang biasa melalui segala hal seorang diri, memiliki orang lain di sisinya bukanlah hal yang penting bagi Naruto. Namun Hinata merubah presepsi itu dalam sekejap menjadi...