(Medical) Capek

81 9 1
                                    

Chanle mengendap-endap turun ke lantai bawah ketika telingannya mendengar suara isakan tertahan di bawah. Chenle yang memiliki jiwa-jiwa kepo jelas tidak bisa melewatkan hal ini. Siapa tahu itu penghuni yang ingin menakuti anak-anak kontrakan lagi, kan? Si penakut dua bocah itu pasti akan heboh seperti tempo lalu.
Namun, ketika dia sampai di ujung tangga, sosok yang dia kenal terpampang tengah duduk di lantai, dengan tertunduk sembari memeluk lututnya. Chenle panik tentu saja. Maka dari itu dia buru-buru menghampiri temannya itu.

“Hei, kenapa?” Chenle jongkok di hadapan Hannan. Menanyai temannya itu dengan selembut mungkin.

“Gue capek. Rasanya gak sanggup lagi harus begini terus tiap hari.”Ucap Hannan pelan dengan suara yang serak.

Chenle menghela napas. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk hal ini. Hannan tidak akan sembuh kalau tidak patuh, para-parahnya nyawa Hannan yang terancam. Alasan kenapa pasien TBC banyak gagal dalam masa terapi, karena rasa muak harus mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang cukup lama.

“Aku tau kamu capek, aku juga sering mengkonsumsi obat walau gak sebanyak kamu, aku tau rasa capeknya. Tapi kamu harus tetap semangat, orang-rang yang sayang kamu akan sedih kalau kamu menyerah.”Chenle hanya ngomong seadanya, dia tidak bisa berkata-kata manis. Makanya dia tidak cocok jadi psikolog, tadinya dia mau ambil jurusan itu, dan gagal total.

Hannan mendongak melihat Chenle yang menatapnya sedih. Matanya bahka sudah berkaca-kaca. Chenle itu tidak bisa melihat orang menangis, dia juga ikutan, kadang. “Masakkan bubur ayam kesukaan gue, biar gue semangat lagi.”Pinta Hannan.

“Gampang itu mah.”

“Seenak punya bubur ayam kota baru ya, Ko.” Pinta Hannan lagi.

“Bahkan lebih enak dari punya mereka. Udah, duduk di kursi sana. Pisangnya masih ada, kan?” Chenle membuka kulkas. Mencari-cari benda panjang berwarna kuning itu.

“Masih setengah lagi.”

“Mana cukup kalau segitu.”

“Makanya, gue makin capek.” Kata Hannan lesu.

“Masalah pisang lagi?” Tanya Mark. Dia baru bangun, lalu turun ke bawah, dia kebagian nyuci pakain hari ini.

“Hng.” Hannan ngedengung pelan.

“Ya udah ayo keluar beli.” Ajak Mark.

“Mall sama torseba belum buka kalau Lo lupa, Mark.”

“Di Gejayan tuh ada yang jualan buah buka 24 jam.” Arseno menimpali. Dia keluar kamar dengan menggeret selimutnya, lalu tiduran di sofa. Dia mau menonton si kembar kepala botak ngomong-ngomong. Suasananya enak kalau di tonton pagi-pagi begini.

“Yang di mananya itu?” Tanya Mark.

“Itu lho, dari Plaza belok ke kanan pas simpang empat, nanti lurus aja. Liat sebelah kiri, ada tulisan terpampang besar di pinggir jalan.” Jelas Arseno.

Jadilah pagi buta Mark dan Hannan pergi keluar. Meninggalkan Arseno dengan si kembar botak, dan Chenle yang masak bubur buat Hannan.

“Tumben masak bubur.” Andy mengintip dari balik tubuh Chenle.

“Ini permintaan Hannan. Kasihan anaknya lagi sedih.” Jawab Chenle.

“Hoo ….” Andy ngangguk. Terus dia celingak-celinguk mencari keberadaan Hannan.

“Kalau mencari Hannan, dia keluar sama Mark beli pisang.” Tutur Chenle yang seperti tahu apa yang dipikirkan oleh Andy.

“Lagi? Hannan dengan pisangnya.” Gumam Andy. Lalu dia berbelok masuk ke ruang laundry, pagi ini tidak terlalu dingin, mending dia mencuci saja. Namun, belum lama dia masuk, lalu keluar lagi dengan decakan khas orang kesal. Dan itu menarik perhatian Chenle.

“Kenapa tu wajah kusut?”

“Perasaan lampu di ruang laundry udah diganti, kenapa masih kedip-kedip begitu?” Heran Andy.

“Udah, pakai senter aja kalau kamu ada jadwal kuliah pagi ini.” Timbal Rama yang berjalan menuju dapur. Dia baru saja selesai mandi dan berniat untuk masak, aroma masakan Chenle sudah masuk ke dalam kamar.

“Ada kelas jam 10 sih, ya udah nanti aja nyuci.” Andy pergi dari area dapur, dia pergi ke ruang tengah bergabung bersama Arseno, duduk diseberang kursi yang Arseno kuasai untuk rebahan.

Tidak lama kemudian Nalendra keluar kamar dengan mata yang masih tertutup, dia bahkan meraba-raba takut menabrak sesuatu. Sebelah matanya terbuka sebentar untuk melihat situasi, kemudian dia bergerak mendekati Arseno yang santai berbalutkan selimutnya. Nalendra tanpa permisi ikut bergabung dengan Arseno, membuat laki-laki itu terheran-heran dengan Nalendra yang menelusupkan tubuhnya dibalik selimut yang sama dengannya, pun secara tidak langsung memaksa Arseno untuk bergeser agar memberikan ruang untuknya.

“Kalau masih nagntuk tidur di kamar, bukannya menyelinap di bawah selimut Gue.” Tutur Arseno, “kepala Lo juga menutupi penglihatan Gue, masa Gue nonton kepala Lo sih, Na.”

Bukannya pergi mencari tempat lain, Nalendra malah beringsut turun agar kepala keduanya tidak sejajar, dan membuat kepala Nalendra sepenuhnya masuk ke dalam selimut.

“Ngapain tuh?” Andy malah salah fokus melihat posisi keduanya.

--------^

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 14, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kurus Kering 'P' Medical Where stories live. Discover now