Bagian 2 : BULLSHIT

27 10 20
                                    


⚫ : Profil perjalananmu      🔷 : Kamu berada di awal cerita


  Pintu berdebam lembut, menerbangkan mayoritas debu ringan di sekitarnya.

Winter keluar setelah menyelesaikan kegiatan rutin yang asik.

  "Tisu mu."

Seseorang menyodorkan tisu, tepat setelah Winter membalik diri.

itu sudah biasa, dan selalu terjadi.

  "Aku tau kamu tak akan menerimanya, tapi aku tak akan bosan untuk memberikannya," lanjutnya lagi.

Winter bergeming, bahkan menatap wajah di hadapannya saja enggan.

  "Tak apa, ini salahku. Jadi, kamu jangan merasa bersalah atas semua yang sudah terjadi."

Winter sungguh jengah mendengar kalimat itu, ia melangkah pergi seolah tak ada seorangpun selain dirinya sendiri disini.

  "Istirahat yang nyenyak, Ella."

Setelah sosok itu menuntaskan kalimat di atas, langkah Winter terhenti .

  "Jangan panggil aku Ella. Aku Winter kalau kau lupa."

Intonasi Winter terdengar tajam, menunjukan bahwa ia memang membenci panggilan itu.

  "Bagiku, kau tetap Ella," jawabnya.

  "Pergilah, aku tak akan pernah memaafkanmu, Ezra," balas Winter. Ia bersiap melangkah kembali.

  "Tak apa, Ella. Kau berhak membenciku, tapi tenanglah, aku tetap Ara-mu. Sebagai sahabat, bukan sebagai orang dekat."

Helaan nafas berat dan pejaman mata singkat menjadi hal yang Winter lakukan untuk meredam emosi yang menguasai.

  "Omong kosong, aku tak sudi."

Tanpa menunggu balasan lagi, Winter kembali melangkah meninggalkan Ara yang sekarang lebih ia panggil Ezra, untuk sedikit menghapus ingatan masa lalu.

  "Jangan pernah berharap maaf dariku. Kau tak akan pernah mendapatkannya, baik sebagai Ezra, apalagi sebagai Ara," batin Winter.

Winter terus melangkah, menjauh dari sosok Ezra yang mematung menatap punggung Winter yang perlahan kabur di telan jarak.

  "Karena dendam itu, kau menghapus 'kita' dalam ingatanmu," gumam Ezra sendiri.

  "Bukan hanya karena dendam, tapi juga karena aku telah kembali normal, maka dari itu aku menghapus 'kita' dalam ingatanku."

Gumaman singkat Winter di sepanjang langkahnyam hanya di dengar oleh onggokan benda mati di sepanjang ruangan.

  "Kita? Hah, omong kosong!"

# # #

  "Kau kenapa, Maya?" Tanya kakak tertua Winter _Tira_ pada adik bungsu mereka.

  "Setiap hari sabtu sejak 4 tahunan ini, Maya selalu murung dan diam," timpal Billa. Kakak kedua Winter.

  "Sebenarnya ada apa, Maya?" Vivay ikut bertanya, kakak ketiga Winter itu langsung ke inti percakapan.

  "Aku juga selalu menanyakan hal itu, tapi dia tak pernah memberi jawaban yang memuaskan." Winter buka suara.

Maya, Si bungsu ini aneh di setiap hari sabtu. Tak jarang ia menangis tanpa sebab, dan mengurung diri. Parahnya, ia tidak pernah mau pergi ke sekolah sejak beberapa minggu ini hanya di hari sabtu.

YES I'M ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang