11

214 28 2
                                    

Dovin terbangun dari tidurnya, melihat kearah jam yang menunjukkan pukul tujuh malam dan beralih menatap sekelilingnya. Masih dalam keadaan yang sama sejak kemarin sore, dia sendirian.

Hari ini, hari kelima sejak dia sadar pasca operasi. Dokter kemarin bilang bahwa Dovin kemungkinan bisa pulang satu atau dua hari lagi.

Namun tentunya Dovin masih sama, menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi, menangis tiap hari bahkan hampir setiap jam.

Sungguh, bukan ini yang dia mau.

Sejak sadar total, ntah mengapa pikiran Dovin langsung tertuju pada sang kakak, Jenar. Namun saat itu, dia masih belum sanggup berbicara terlalu banyak sehingga dia hanya menunggu Jenar yang dia yakin pasti akan datang tidak lama lagi.

Namun Dovin dibuat tidak karuan karna hingga esoknya Jenar masih belum datang. Bahkan setelah dia dipindahkan keruangan rawat, dia tidak melihat Jenar sekalipun datang padanya.

Terlebih Dovin melihat sendiri bagaimana Mawar, Jendra, juga Haikal yang terlihat berbeda. Dengan mata yang membengkak, ketiganya tidak banyak bicara pada Dovin yang berharap melihat antusias mereka karna dia berhasil melawan sakitnya.

Dovin tau, mereka pasti bahagia dan bersyukur karna dia masih bertahan. Namun, Dovin juga bisa merasakan sedih yang terasa amat menyakitkan rasanya.

Dia tidak mengerti mengapa sang bunda tiba-tiba menangis saat melihatnya, dia tidak mengerti mengapa sang ayah hanya diam menatapnya, dia juga tidak mengerti mengapa Haikal hanya diam di sofa dan sesekali terisak tanpa berniat untuk mendekat padanya.

Dia tidak mengerti, namun ntah mengapa pikirannya tertuju pada Jenar. Ada firasat yang mengatakan bahwa Jenar tidak baik-baik saja, namun dia berusaha keras menepis itu semua.

Hingga akhirnya setelah dirasa tubuhnya sangat membaik, dia tanyakan keberadaan Jenar pada sang bunda yang membuat ketiganya terdiam menatap kearahnya. Ayah dan bunda yang tatapannya selalu kosong berubah menjadi khawatir, dan Haikal yang hanya diam di sofa bergegas beranjak untuk mendekat, bahkan memeluknya.

Saat itu, pikiran buruknya tentang Jenar semakin kuat bermunculan. Meski dia tidak tau apa yang terjadi, jantungnya berdegub jauh lebih kencang hingga Haikal memberi tau yang sebenarnya pada Dovin.

"aku. karna aku. semua karna aku"

Hari terus berganti, Dovin perlahan membaik meski terus menangis dan menyalahkan dirinya.

Disaat itu juga, Dovin merasa bersalah yang amat bersalah saat mulai sadar bahwa ayah, bunda, juga abangnya perlahan semakin jauh darinya.

Dovin semakin yakin bahwa semua memang salah dirinya disaat dia bangun dari tidurnya dan tidak ada bunda disampingnya, tidak ada ayah yang duduk di sofa, dan tidak ada Haikal yang mengobrol dengannya.

Dovin sendiri.

Sejak hari ketiga dari dia siuman, pagi hingga sore hanya Haikal yang bersamanya, meskipun saat malam Haikal juga pergi dari sana.

Hari keempat ketiganya datang di pagi hari, namun satu persatu mulai pergi lagi hingga hari ini, detik ini, dan Dovin sendiri.

Dovin sadar bagaimana bunda yang selalu menghindar menatapnya.

Dovin sadar bagaimana ayah yang selalu berusaha sibuk meski sedang diruangannya.

Dovin sadar bagaimana Haikal hanya diam di sofa tanpa melirik sedikitpun padanya.

Dovin sadar dan Dovin faham, dia layak mendapatkan itu semua.

Jenar pergi karna dia, karna Dovin. Sudah pantas dia mendapatkan itu semua.

For You - Doyoung TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang