21. Fatamorgana

3.1K 190 4
                                    

Hujan terus turun di luar. Nampaknya waktu bergulir dengan begitu cepat hingga menyisakan ikhlas yang perlahan dijawab oleh waktu.

Sibuk yang merangkap sebagai obat membuat rindu semakin mengikis. Tiga bulan sudah Nara menjalani hari tanpa Bapak Adi, ia juga jadi lebih sering mengunjungi Ibu walau hanya di akhir pekan.

"Minggu besok aku ikut, ya?" pinta Arjuna.

"Tidak." Nara mengangkat kedua lengannya hingga membentuk huruf X sebagai lambang penolakan atas permintaan kekasihnya tersebut.

"Loh?"

"Memang kamu enggak bosen apa?"

"Mana ada aku bosan sama kamu."

Nara tertawa ringan sembari menyuap daging sate yang ia genggam. "Bucin banget," celetuk Nara.

"Siapa?"

"Kamu!" Tunjuk Nara dengan tusukan sate yang sudah tidak ada isinya.

Saat ini giliran Arjuna yang tertawa. "Kamu yang bucin, lihat sekarang siapa yang sering nyamperin aku?"

"Kamu yang suruh aku ke sini ya, Kak."

Keduanya sibuk berdebat tentang di mana mereka berada saat ini, Nara ingat saat Arjuna mengajaknya membeli sate untuk makan siang mereka di hari Minggu ini dan menawarkan rumahnya sebagai tempat menghabiskan makanan tersebut.

"Yaa pokoknya kamu yang bucin sehabis jadian." Arjuna tetap kepada pendiriannya.

"Coba sebutin aku bucinnya dari mana?"

Arjuna menampilkan senyum, ia bersiap untuk menjabarkan kelakuan Nara yang setiap kali membuat jantungnya berdegup 'tak karuan, anehnya Arjuna sangat menyukai kelakuan Nara yang bebas seperti itu.

"Kamu setiap kita Netflix suruh aku rebahin kepala di pahamu, lalu kamu mainin rambut aku."

Nara memberhentikan aktifitas di dalam mulutnya, rentetan kalimat yang baru saja di dengar membawanya kepada kenyataan bahwa yang Arjuna katakan benar adanya.

"Kalau kita bicara kamu sering salah fokus, tiba-tiba tangan kamu nyentuh dimples aku."

Sial! Semua yang dikatakan Arjuna benar Nara lakukan, kunyahan daging berserta bumbu kacang yang menyatu di dalam mulut sebisa mungkin Nara telan.

"Siapa yang sering minta cium...."

Belum selesai kalimat terlontar Nara segera membekap mulut pria di sampingnya.

"Iya udah, udah."

Arjuna puas sekali dengan hasil perdebatan ini, sejujurnya Nara ingin sekali membalas perkataan Arjuna tentang seberapa banyaknya ia menerima cinta dari pria ini namun rasa malu sudah menyelimutinya.

Menurut Nara kekasihnya bukan tipikal yang menunjukan manjanya melainkan segala macam perhatian yang selalu diberikan, Nara menyukai hubungan dewasa yang mereka jalani.

Arjuna gengam punggung jemari Nara yang masih membekap mulutnya ia pindahkan menjadi sentuhan untuk pipi kanannya. "Aku suka disentuh kamu."

Perlakuan yang Nara terima dari Arjuna selalu bisa membuat pipinya merona.

Mungkin jika bukan karena dia -Arjuna- Nara belum tentu merasakan kebahagian yang mampu mengisi hatinya yang sempat rapuh akibat suatu kehilangan besar dalam kehidupannya.

Pria yang dengan sabar mengusap air mata wanitanya yang mengalir, telinga yang mungkin akan berteriak bosan jika diceritakan tentang kalimat yang sama secara terus menerus, jemari kelingking yang mungkin akan semakin jauh dari jemari yang lainnya karena selalu digenggam erat seorang diri atau mungkin dimples yang akan semakin dalam jika selalu dimainkan.

fine line [END]Where stories live. Discover now