11. Terlanjur

29 13 0
                                    

"Coba kalau Papa sabar, ngga buru-buru menjodohkan anak kita. Mungkin kejadiannya gak akan seperti ini, Pa,"

"Ya sudah, Ma, kalau sudah terjadi... harus gimana lagi? Yang penting, sekarang dosen yang bernama Reno itu sudah dipecat."

"Gimana, kalau nanti dia dendam, Pa? Tari yang jadi targetnya,"

"Mama ini kebanyakan nonton drakor, deh. Rempong banget. Susah positif thinkingnya."

Gara-gara kejadian kemarin, aku harus mendengar perdebatan kedua orangtuaku saat baru tiba di rumah mereka.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam, Nak Hito,"

 Hito menyalami papa dan mama. Adik-adik seketika berhamburan memelukku.

"Maafin Hito, Ma, Pa. Semua ini terjadi akibat kecerobohan Hito yang ngga bisa jaga Tari dengan baik." Kulirik Hito yang bersungguh-sungguh meminta maaf.

"Mbak Tari juga salah, nih Ma, Pa. Udah tau gelagat dosennya ngga beres gitu. Masih ditaksir aja," Celetuk Samir mengundang pelototanku.

Hari ini, seluruh anggota keluargaku tengah berkumpul di ruang tengah. Yang tidak hadir hanya mama dan papa mertua. Suasana seperti sekarang sudah sejak lama aku rindukan. Mendapati Samir dan Tania berebutan main PS. Berbincang ringan dengan Talita yang suka bersandar di bahuku, manja.

"Mbak Tari tahu ngga, berita yang lagi viral itu?"

"Apa, emang?"

"Bayi tertukar di Bogor itu lho, Kak,"

"Oh, iya. Kasihan banget, ya. Nggak kebayang deh kalau Mbak yang jadi Ibunya. Rumah sakitnya tuh yang ceroboh. Apa jangan-jangan, susternya sengaja," ujarku menduga-duga. Mama langsung memelototi kami.

"Tari, Talita... Mama ngga suka ya kalian ngurusin urusan orang, begitu!"

"Ya ampun Mama.. Ngga suka, tapi tontonannya silet, insert, di depan tivi tuh tiap tayang. Talita 'kan juga taunya karna Mama yang sambil masak cake terus buka channel gosip."

"Mbak dapat dari berita fb yang berseliweran malahan,"

"Udah, ya, stop.. Stop!" Tumben sekali mama neriakin kami sampai segitunya.

"Siap Mah.. Ngga ngulangi lagi. Janji." Ucapku dan Talita serempak.

"Tar, kita pulang sekarang, sayang. Aku banyak tugas yang belum selesai buat persiapan miting besok."

Sebenarnya, berat untuk melangkah pergi dari istana masa kecilku ini. Belum puas rasanya menikmati kebersamaan dengan adik-adik. Mau bagaimana, toh aku menikah juga tidak disengaja. Coba saja yang bagian ijab kabulnya kaum cewe, pasti sudah kupelesetin berulang kali supaya gagal. 


***

Tamparan perih-perih manja yang dulunya dilayangkan Zifara hanya untuk Hito, sekarang aku malah dapat jatah juga. Baru turun dari mobil, Zifara muncul secara tiba-tiba. 

RuntuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang