33. Baba-bunda, ibu Asih

91 8 0
                                    

Di tengah teriknya matahari, di halaman rumah milik Florenzia yang sangat luas, Florenzia menaiki koper pink yang bisa melaju seperti sepeda listrik. Di depannya ada Hasan yang siap dengan polo shirt dan celana panjang. Flori seperti bocah kecil yang sedang menguntit ayahnya yang akan berangkat kerja.

Sengaja koper itu dibuat melaju secara zig-zag ke kanan ke kiri. Sengaja pula Flori bersuara dramatis seolah dirinya akan jatuh. Itu membuat Hasan harus mengejarnya kemana pun ia pergi.

"Aw aw aw! Wiw wiw wiiw! Aaa! Hahaha!" tawa Flori menggelegar kala ia hampir tersungkur pada tanaman pagar. Untung saja suaminya sigap menarik dari belakang.

"Astaga, neeeng!" ucap Hasan sempat menahan napas.

"Sayang! Panggil sayang, ga?!! Aku pukul, nih!!" titah Flori melotot dan siap memberi pukulan.

"Iya, iya. Iya, sayang. Hati-hati. Jangan ke kanan ke kiri ga jelas."

"Kamu kayak bocah aja." Hasan berdiri mencengkeram satu stir dan menarik koper itu ke tengah halaman yang super luas.

"Biarin! Kenapa? Ga suka? Sana pergi!"

Pria itu tak bisa menahan rasa gemas. Ia cengkeram kepala istrinya, ia kecup bibir itu dengan tenaga yang penuh.

Flori tidak berusaha menyembunyikan semu merah di pipi. Ia tersipu atas perbuatan suaminya. Ia suka kalau suaminya tidak pasif. Suaminya sangat lama sekali untuk mencapai titik berani dan agresif. Suaminya ternyata memang pria lemah lembut, kaku dan penyabar.

Hasan mendengus kala bagian kancing kaosnya ditarik centil, lalu istrinya sengaja buat dada atasnya terekspose. Dua kancingnya dibuka.

"Jangan marah-marah terus. Yaaa? Hmm?" ucap Hasan mengusap dagu istrinya.

"Tergantung situasi." Flori menggigit bibir bawah sembari menahan wajah sinis bercampur malu-malu.

"Hmmm,... boleeh." Hasan mengangguk lambat.

"Kata orang, banyak marah tu bikin cepet tua," lanjutnya mengusap kening mulus Flori. Flori mengedip nyaman.

"Kalo dipeluk suami?" timpal Flori mencicit.

"Hahahaha. Sini-sini-sinii. Sini aku peluk. Hahahaha." Hasan setengah bangkit dari jongkoknya. Ia rengkuh tubuh wanita cantik yang masih nyaman duduk di atas koper. Istrinya memang ahli dalam menggoda dan meluluhkan, disamping istrinya mudah marah dan bisa jutek kalau suasana hati sedang buruk.

"Kabarin terus yaa nantiii. Pap terus pokoknya. Aku ngambek kalo kamu ga kasih kabar." Flori memejamkan mata sembari mendaratkan sisi wajah di bahu Hasan.

"Iya, neeng."

"Itu pisang sama labu kukus bikinan aku harus dimamam! Video pas lagi makannya." Flori enggan membuka mata. Suaranya lembut sekali.

"Hahaha. Repot atuh, neeng."

"Iiih. Akang nolak aku? Katanya sayang. Hmmm! Marah, niih." Flori masih sabar sekali. Ia merengek karena sedih.

Segera Hasan mengiyakan ucapan istrinya. Ia usap punggung itu hingga sang empunya tak lagi berkutik. Ia ucapkan kata-kata cinta yang jujur apa adanya.

Tak mendapat rengekan ataupun gerakan-gerakan manja khas bocah tantrum, Hasan sontak penasaran. Istrinya tak berhenti memeluk. Ia berulangkali bertanya lewat bisikan, tapi tak dijawab. Ia pun memundurkan wajah. Ternyata istrinya tidur

Wajah cantik Florenzia sangat damai sekali kala tidur seperti ini. Hasan melongo tak habis pikir dibuatnya. Bisa-bisanya istrinya tertidur saat berpelukan di tengah halaman rumah.

"Mobilnya sudah siap, tuan. Bekalnya juga sudah disimpan di mobil," ucap pesuruh berseragam hitam menghampiri Hasan dengan Flori dan segera diberi kode oleh Hasan agar dirinya diam.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang