six

480 41 4
                                    

Sing tak menyangka ketika baru pulang dari sekolah akan melihat lagi pria asing yang bertanya padanya tadi di depan toko buku. Kebetulan Sing sengaja berhenti di minimarketㅡtepat di berseberangan dengan tokonyaㅡsebentar guna membeli minuman karena haus. Lalu begitu keluar dan duduk di kursi depan minimarket Sing melihat pria itu.

Awalnya Sing merasa biasa saja dan cenderung tidak peduli. Mungkin memang hanya kebetulan, sang pria bisa saja betulan punya urusan yang mengharuskannya di sana. Namun setelah beberapa saat pria itu tiba-tiba pergi dengan tergesa. Dan di waktu yang sama, Leo keluar dari toko buku tersebut.

Tentu saja, melihat hal seperti itu Sing jadi menaruh curiga lagi. Sing juga ingat tadi si pria asing bertanya soal di mana kelas 10-3. Jika dipikir lagi, bukankah itu kelasnya Leo? Atau sebenarnya pria itu sedang mengikuti Leo sampai masuk ke sekolah?

Setelah Sing perhatikan lagi, rupanya benar pria itu memang sedang mengikuti Leo. Sang pria asing diam sampai Leo berlalu duluan, baru kemudian pria tersebut pun mengikuti anak itu lagi dari belakang.

Maka usai melihat itu, Sing lantas beranjak dari posisi duduknya. Persetan dengan motornya yang masih terparkir di depan minimarket, Sing memilih segera mengejar pria itu sebelum peristiwa yang tak diinginkan terjadi.

"Argh!"

Sing berhasil menarik si pria asing dan membawanya ke tempat sepi. Kini Sing juga sudah mengunci kedua lengan pria itu serta menyudutkannya ke tembok agar tidak kabur.

"L-lepas!" minta si pria, namun Sing tak bergeming dan malah semakin mengeratkan cengkramannya.

"Salah saya apa?!" tanya pria itu, kembali berteriak.

"Lo pikir gue buta? Dari tadi di sekolah lo udah mencurigakan, ternyata bener lo emang stalker!" ujar Sing, membuat sang pria asing membulatkan mata terkejut.

"Bukan! Saya bukan stalker!" balasnya membela diri.

"Alah alesan! Sini gue liat hape lo!" minta Sing, yang jelas tidak akan diberikan.

Tentunya, Sing juga tidak peduli. Pria ini tidak bisa diajak koperatif berarti Sing pun tidak perlu menunggu izinnya. Toh di sini Sing meyakini kalau tindakannya lebih benar. Maka Sing lantas mencari dan mengambil ponsel pria itu secara paksa.

"Lo ga akan bisa buka itu," kata si pria asing, mulai bicara informal sebab kelewat kesal dengan perilaku kurang ajar dari remaja di hadapannya.

Benar saja, saat Sing baru menyalakan, ponsel itu terkunci dengan kata sandi yang mana mungkin dirinya tahu. Sing lantas berdecak dan melempar ponselnya pada si pemilik. Dan sebelum pergi, Sing kembali menahan pria asing itu sebentar.

"Denger, gue ga peduli siapapun lo tapi sekali lagi gue liat lo di sekitar Leo, gue ga bakal diem aja," ucap Sing, kemudian pergi duluan.

"Ck! Bocah sial, apa anak-anak sekarang emang ga punya sopan santun?"

➖▪▪▪➖

"Leo!"

Mendengar namanya dipanggil, langkah Leo jadi terhenti. Namun setelah dipikir, siapa yang akan meneriakkan namanya di tempat umum seperti itu? Terlebih Leo kan bisa dibilang tidak punya teman.

Sekarang Leo mendadak jadi takut. Dan perasaan itu pun membuatnya tanpa ragu agar kembali melangkah dengan tempo yang lebih cepat. Begitu sampai beberapa detik lamanya hingga Leo merasa ada yang menarik ujung tas miliknya.

"Kuping lo beneran ga berfungsi ya?"

Mengetahui siapa yang barusan memanggil, raut wajah Leo langsung berubahㅡdari yang tadinya takut menjadi kesal setengah mati. Kenapa sih Leo harus bertemu bocah sial ini lagi? Apa tidak cukup yang tadi di sekolah?

"Lo balik jalan kaki? Atau naik apaan?" tanya Sing seraya membenarkan rambut, membuat Leo semakin menunjukkan ekspresi wajah lebih judes.

"Apa gue harus jawab?" tanya Leo berbalik.

"Harus."

Lalu mendengar jawaban Sing, ekspresi wajah Leo pun berubah lagi. Kini Leo sedikit menunjukkan ekspresi terkejut. Hanya sedikit, masih lebih banyak judesnya.

"Why tho?" tanya Leo lagi, alisnya pula kini sudah terangkat sebelah.

"Ugh ... because it'd be dangerous for you," jawab Sing, dengan sengaja anak itu juga mengalihkan pandangan saat bicara barusan.

"What? Why would you care anyway?"

"... w-well, we have a deal."

Seharusnya Leo tidak merasakan apa-apa saat Sing menjawab seperti itu. Lagi pula memang jawaban itulah yang paling masuk akal. Tapi entah mengapa rasanya Leo agak kecewa. Mungkin memang salah Leo juga berekspektasi terlalu tinggi pada orang lain. Terlebih orangnya adalah Sing, terlepas dari sifat dan perilakunya, anak itu kan masih orang asing untuk Leo.

"Sure, thanks for your concern," ucap Leo, lalu hendak berjalan lagi sebelum kemudian ditahan oleh Sing.

"Heh, gue serius!" kata Sing, sekarang kedua tangan anak itu pula berada pada bahu Leo.

"You think I'm not?!" balas Leo, terlihat sekali bahwa kini anak itu semakin marah akibat sikap Sing yang tak jelas dan terkesan tiba-tiba.

"Lo pikir gue anak kecil yang ga bisa jaga diri? Stop bertingkah aneh, and we're totally stranger, urus hidup lo sendiri aja!" kata Leo lagi, lalu menepis kasar menyingkirkan tangan Sing di bahunya sebelum kembali berjalan.

"Hah ... he's right ... why would I care about him in the first place??" monolog Sing kemudian.

➖▪▪▪➖

Sampai di rumah, setelah mandi Sing lantas merebahkan diri ranjang tidurnya. Sejujurnya sehabis Leo bicara padanya tadi, Sing malah semakin kepikiran. Pertanyaan mengenai mengapa Sing harus peduli pada Leo beserta ingatan wajah si bocah kacamata itu saat menangis sudah menghantuinya hingga saat ini. Ini tidak benar, jelas pasti ada sesuatu yang tidak beres.

"I feel like ... I've been seen that face somewhere before," gumam Sing.

Di tempat lain, tanpa ada yang tahu Leo pun rupanya tidak sedang baik-baik saja seperti biasanya. Setelah bertemu Sing di jalan pulang tadi, Leo jadi kepikiran terus pasal sikapnya anak itu yang mendadak jadi aneh.

Ini serius, karena bukan hanya tidak seperti Sing yang biasanya, di sisi lain Leo juga ingat kalau dirinya tidak pernah mendapat rasa peduli dari orang lain. Jadi ini agak terasa aneh untuk Leo yang baru mengalaminya.

Menyadari apa yang tengah dipikirkannya, Leo lantas berusaha menepis pikiran soal Sing di kepala. Kemudian Leo segera memfokuskan diri lagi pada catatannya yang sedang dikerjakan. Begitu, hingga beberapa saat kemudian sebuah benda di atas meja belajar Leo terjatuh ke lantai.

Leo melihat pada benda yang jatuh itu sesaat sebelum mengambilnya. Benda tersebut tak lain adalah gelang yang dapat dibilang sudah rusak. Gelangnya sudah pernah patah dua kali, namun Leo tetap berusaha menyambungkan benda itu lagi dengan mengikatnya.

"Right, there was someone who'd care about me before. I wish we can meet again."

Sambil menggenggam erat gelang itu, Leo berucap demikian. Kemudian dengan hati-hati Leo menaruhnya kembali ke tempat semula.




[].

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 7 days ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

thunderous | singleoWhere stories live. Discover now