Bab XLVIII

40.7K 2.1K 101
                                    

Rapuh - Agnes Monica

Haruskah ku kehilangan 'tuk kesekian kali?
Tuhan, kumohon, jangan lakukan itu
Sebab ku sayang dia
S'bab kukasihi dia
Sebab ku tak rela
Tak s'lalu bersama
Ku rapuh tanpa dia
S'perti kehilangan arah

...

Semua udah kumpul, buat Qila

...

Jemari Qila mendingin. Dia memijat bergantian ruas-ruas jarinya yang terasa kebas. Suhu tubuhnya pun berubah mendadak menjadi dingin tiba-tiba. Tidak. Sebelumnya tidak separah ini. Kenapa mendadak tubuhnya mati rasa begini?

Qila tahu bahwa sejak semalam kondisinya tak kunjung membaik. Ketika meminta bermain kembang api pada ayah, dia sadar bahwa sejak saat itu badannya terasa berbeda.

Akan tetapi, Qila mau mengukir banyak momen indah bersama keluarganya yang belum sempat ia buat. Dia ingin menikmati kebersamaan diantara ayah dan saudara lelakinya dengan perasaan riang.

"Rick buat dance standby ya 15 menit lagi tampil, monitor."

Qila menatap orang-orang yang mulai berlalu lalang sibuk dengan urusannya masing-masing. Kepalanya jadi sangat pening, padahal sebelum Angkasa pergi dia sudah sangat yakin bisa menahan sakitnya seorang diri.

Beberapakali pandangannya memburam, suara-suara orang disekitar berubah samar. Tangannya berpegangan pada bangku plastik yang ada disamping, mencoba mencengkram dengan kuat dan menyalurkan rasa sakit.

"Qi?"

"Lo kenapa?"

Bahu Qila diguncang beberapa kali. Vega dan Wenda awalnya datang diam-diam karena masih dalam masa skorsing dari sekolah, wajah mereka tertutup masker dan topi hitam nampak terkejut mendapati wajah pucat Qila.

"Panggil Angkasa cepet Wen! Dia ada di deket ruang Osis tadi. CEPETAN!" Seketika Wenda langsung berlari kalang kabut sampai menabrak orang. "Cepet Wen!"

"Qi? Lo bisa denger suara gue?"

Qila mengerjap pelan berusaha menyesuaikan pandangannya yang menggelap untuk melihat sosok di depannya. Kepalanya masih sedikit tertunduk akibat sakit seperti dikuliti hidup-hidup.

"Tangan lo dingin." Vega menggenggam kedua tangan Qila mencoba memberikan kehangatan. "Sejak kapan lo nahan sakitnya? Lo sakit apa sih sampai sepucet ini!?"

Derap langkah kaki terdengar semakin mendekat. Vega langsung mundur begitu Angkasa datang dengan peluh yang sudah membasahi seluruh wajahnya yang dilanda panik.

Pemuda jangkung itu membuang bunga dan juga kotak kado yang telah ia siapkan sembarangan.

"La? Qila?" Angkasa gemetar saat mencoba menarik bahu Qila untuk direngkuh. "Kita ke rumah sakit ya."

"Sa! Ambil kunci mobil gue. Anter gue ke rumah sakit sekarang!" Angkasa setengah berteriak meminta Reksa untuk segera menyiapkan mobil. "La... lo masih bisa denger gue kan?"

"Asa," panggil Qila lemah. "Sakit... sakit semua, badanku."

Angkasa mendekap tubuh Qila dengan erat, ia tak lagi memperhatikan orang-orang yang mulai berkerumun. Sedangkan Vega sudah memaki dengan suara lantang agar semua orang menyingkir dan tak menjadikan Qila sebagai pusat perhatian.

Paradise (Segera Terbit)Onde histórias criam vida. Descubra agora