4| Hanya Mampu Menunda

438 65 52
                                    

"Tidak ada orang yang akan nyaman saat menyambut sebuah kehilangan."

—●𝓛𝓪𝓴𝓼𝓪𝓶𝓪𝓷𝓪 𝓟𝓪𝓹𝓪●—

"Nomormu tiga harian ini gak aktif, ke mana aja?"

Semburan pertanyaan dan tatapan tajam itu menjadi sapaan pertama Juan saat baru duduk di bangku kesayangan. Entah sejak kapan Gayatri muncul dan sudah duduk di samping. Juan lantas mikir-mikir sebentar, mungkin menjahilinya sedikit boleh juga.

"Pundunglah."

"Pundung kenapa?" Gayatri bertanya kebingungan.

"Lo, sih, ngacangin gue terus dari kemaren. Bikin males masuk sekolah," kata Juan penuh drama, memasang wajah masam sembari mengeluarkan buku pelajaran ke atas meja.

"Ih, apa hubungannya!"

"Ya... biasanya kan, kadang nunggu orangnya udah gak ada dulu, baru seseorang ngerasa kehilangan."

Gayatri tersunyi beberapa waktu. Ia mengerti Juan mungkin memang hanya bercanda, tapi Gayatri sungguh tak suka dengan candaan semacam tadi.

"Apa, sih! Nyebelin!" Gayatri kembali merajuk, memutar badan memunggungi Juan dengan wajah tertekuk masam.

Juan selalu suka reaksi Gayatri saat begini. Reaksi merajuknya saat dijahili selalu tak pernah mengecewakan. Remaja itu lantas tertawa kecil. Memutar badan gadis itu kembali untuk menghadapnya.

"Sakit, Yayat. Udah izin juga sama wali kelas. Parah, sih, nggak ada ngejengukin."

"Ada, kok!" balas Gayatri membela diri. "Hari pertama kamu sakit aku ke rumah kamu, tapi gak ada orang." Gayatri lalu memicing tajam. "Bohongan, ya?"

Juan tertawa kaku, lalu menangkup tudingan Gayatri dan dibawanya turun. "Mana ada bohongan sakit sampe tiga hari, Yayat!"

Walau sebetulnya... Juan memang tidak sakit sungguhan, sih....

Sedari kecil, Juan itu jarang sakit. Saat kemarin pun, ketika omanya tiba-tiba menghadang di depan rumah sehabis mereka pulang dari agenda menginap di daerah pantai, Juan tidak jatuh pingsan karena benar-benar tidak enak badan. Oma bahkan sempat skeptis pada hari ia pingsan. Dokter juga sudah bilang Juan baik-baik saja dan memperbolehkannya pulang. Namun, Juan tetap tak mau berhenti merintih kesakitan dan tak mau bangun. Terus memilih untuk tetap bepura-pura.

Semua itu, hanya semata-mata agar Oma tak bisa membawa Juan pergi meninggalkan Papa. Agar Oma lupa dengan janji yang ingin ia ambil kembali setelah bertahun-tahun silam. Agar Juan masih tetap berada di samping Papa untuk waktu yang lebih lama.

Mungkin, kalau dulu Juan tak pernah sekali dibuat sekarat karena Papa masih tak begitu paham saat menjadi seorang ayah pertama kali, Oma mungkin tak akan memiliki alasan untuk memisahkannya dengan Papa hanya karena sang oma tak pernah menyukai papanya. Papa tak akan membuat janji yang ia sendiri tak pernah yakin bisa ia tepati hanya karena rasa bersalah yang menggerogoti habis keyakinan yang ia punya. Oma mungkin juga tak akan terus menghantui mereka seperti ini supaya bisa membawa Juan pergi jauh.

Sebab Juan tak pernah mau. Juan hanya mau hidup bersama Papa. Juan tak mau siapa-siapa, tidak pula dengan Oma.

"Juan? Juan! Kan, melamun, kan!"

Juan tersentak, menaruh perhatian pada Gayatri yang masih tak bosan mengalihkan pandangan. Bukannya merespons seruan tadi, atensi Juan justru mendadak teralih pada memar yang tak sengaja terintip di antara kerah seragam milik Gayatri. Baru saja mengulurkan tangan ingin memeriksa, Gayatri sudah lebih dulu menepisnya menjauh.

Bạn đã đọc hết các phần đã được đăng tải.

⏰ Cập nhật Lần cuối: Dec 28, 2023 ⏰

Thêm truyện này vào Thư viện của bạn để nhận thông báo chương mới!

Laksamana PapaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ