O6. Bukan sekedar langit

36 26 11
                                    

Rajevan masih terdiam di tempat nya berdiri saat ini, ia bahkan tak bergerak sedikit pun. Sampai detik ini juga, ia masih menatap tepat ke arah sepasang netra milik seorang anak laki-laki di hadapan nya yang jauh lebih tinggi itu. Rajevan merasa kebingungan, mengapa diri nya secara tiba-tiba ditarik ke dalam gang sempit ini? Sepasang netra berwarna coklat tua itu menatap polos ke arah anak laki-laki yang jauh lebih tinggi dari nya itu, sebuah tatapan yang penuh tanda tanya.

"Loh? Mas Deva? " ucap Rajevan yang masih mendongakkan kepala nya, ia masih merasa penasaran tentang apa yang membuat kakak sepupu nya menarik diri nya ke tempat seperti ini.

"Iyo, hehehe. Wes meneng o disek, ojok nyuoro, bahaya iki! "
(Iya, hehehe. Udah diam dulu, jangan bersuara, bahaya ini!)

"Pean ndak papa kan mas? Teko-teko loh wes nyuruh diem, kenapa seh emang e? "
(Kamu ndak papa kan mas? Dateng-dateng loh udah nyuruh diem, kenapa sih emang nya?)

"Arek iki! Dikandani meneng o sek talah, sabar yo iki iku beresiko. "
(Anak ini! Dibilangin diam dulu dong, sabar ya ini tuh beresiko.)

"Gaya mu mas, atek ngomong beresiko.. Emang e onok opo seh? "
(Gaya mu mas, pake ngomong beresiko.. Emang nya ada apa sih?)

Anak laki-laki itu lalu meletakkan jari telunjuk nya di bibir Rajevan dengan tujuan agar adik sepupu nya itu bisa terdiam untuk sesaat. Ia lalu perlahan mulai menunjuk ke arah utara yang mana saat ini memperlihatkan seorang wanita dengan rambut panjang nya yang tampak acak-acakan serta pakaian nya yang lusuh itu sedang berjalan ke arah mereka, tetapi seperti nya wanita itu tak menyadari keberadaan mereka yang sedang bersembunyi di dalam gang sempit itu.

Anak laki-laki itu langsung menarik pergelangan tangan milik Rajevan, lalu segera mengajak nya untuk melarikan diri sebab wanita dengan rambut panjang nya yang acak-acakan itu sudah semakin mendekat ke arah mereka. Kedua nya kini berlarian bagaikan kancil yang sedang dikejar oleh seekor harimau, tentu langkah kaki mereka semakin cepat persekian detik nya. Sampai tak terasa kedua nya kini telah tiba di depan sebuah rumah dengan gerbang hitam yang tampak menjulang tinggi itu yang tak lain tak bukan adalah rumah milik Rajevan.

Rajevan lalu perlahan membuka gerbang hitam yang tampak menjulang tinggi itu, ia kemudian segera mengajak anak laki-laki di sebelah nya untuk memasuki area rumah nya. Tak lupa ia juga menutup kembali gerbang hitam itu, kini nafas mereka menjadi terengah-engah karena telah berlarian dengan cukup kencang beberapa menit yang lalu. Rajevan kemudian mengajak anak laki-laki itu untuk duduk di atas sebuah bangku yang terletak di halaman rumah nya agar mereka tak terus-terusan berdiri.

"Hihhh, mas Deva! Kok isok seh pean ketemu wong gendeng? "
(Hihhh, mas Deva! Kok bisa sih kamu ketemu orang gila?)

"Yo mosok aku ero woi, lah aku ae moro-moro diuber og, koen ero? Mosok aku dikiro anak e iku loh kan gak jelas poll seh ya? "
(Ya masa gua tau woi, lah gua aja tiba-tiba dikejar kok, lo tau? Masa gua dikira anak nya itu loh kan gak jelas banget sih ya?)

"Ndak pean garai disik an a emang e? "
(Gak kamu gangguin duluan kah emang nya?)

"Yo nggak lah, lalar gawe aku garai wong gendeng. "
(Ya nggak lah, kurang kerjaan aku gangguin orang gila.)

"Ya bekne ae seh mas, mbarekan ya pean iku kenapa seh kok tiba-tiba ndek sini? "
(Ya kali aja sih mas, lagian ya kamu itu kenapa sih kok tiba-tiba di sini?)

"Oh iyo yo, aku kan gorong cerito yo opo awal e. "
(Oh iya ya, aku kan belum cerita gimana awal nya.)

"Ya emang. "

Rajevan hanya terduduk sembari menunggu anak laki-laki di sebelah nya menjelaskan tentang mengapa diri nya bisa sampai bertemu dengan orang gila yang mereka temui beberapa menit lalu. Belum sempat anak laki-laki itu menjelaskan, pintu utama dari rumah yang ada di depan mereka perlahan terbuka dan memperlihatkan seorang anak laki-laki dengan kaos hitam yang dikenakannya itu sedang melangkahkan kaki nya untuk keluar dari rumah itu, dan kini anak laki-laki itu pun berganti menoleh ke arah mereka.

Don't be with me  || Chenle Jisung ||Where stories live. Discover now