Bab 1

23 3 25
                                    

Happy Reading

"Adik kamu mau kuliah, jadi butuh biaya banyak. Kamu lebih baik terima lamaran Juragan Bayu, daripada menekuni hal yang nggak berfaedah kayak yang sekarang kamu lakuin ini." Seorang wanita paruh bayu berkacak pinggang sambil melontarkan pernyataan yang membuat seorang gadis muda berusia 23 tahun di depannya dilanda keterkejutan.

Gadis muda yang saat itu tengah menggoreskan pensil bertekstur keras di atas kertas putih seketika berhenti sejenak. "Setelah PHK waktu itu, Hasya juga terus cari kerjaan, Bu. Tapi masih belum ada yang panggil buat wawancara. Sehari aja Hasya bisa kirim dua sampai tiga surat lamaran kerja, tapi masih belum ada panggilan. Untuk yang aku lakuin sekarang ini juga buat bantu-bantu Ibu. Selama ini kita bertahan dengan apa yang Hasya tekuni saat ini, tapi memang belum bisa buat penuhi gaya hidup Lena yang hedon," ujar gadis itu menyinggung adiknya yang memang memiliki gaya hidup mewah, tidak memikirkan bagaimana kondisi keuangan keluarga mereka.

Setelah PHK satu tahun yang lalu, Hasya terus mencari pekerjaan, tetapi tidak kunjung mendapatkannya. Membuatnya memutuskan memanfaatkan keahliannya dalam melukis. Ia juga memanfaatkan hobinya sebagai seorang penulis online. Itu semua masih bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, sampai membiayai sekolah adiknya. Namun, Ibunya memilih berhutang hanya untuk menuruti gaya hidup mewah adiknya-Lena.

"Sebagai anak pertama, harusnya kamu bisa lebih berusaha lagi. Adik kamu ini masih muda jadi belum tahu bagaimana cari uang, jadi kamu harusnya bisa penuhi kebutuhan dia." Wanita paruh baya yang mengenakan daster motif bunga itu terus saja melontarkan perkataan yang membuat Hasya terhenyak.

Wanita bernama Ajeng itu memicingkan matanya menatap putri pertamanya yang duduk di depannya. Tengah berkutat dengan lembaran-lembaran kertas dan pensil.

"Aku sama Lena terpaut usia lima tahun aja, Bu. Di saat aku seusia dia, aku lulus SMA dan udah bisa kerja. Sebelum lulus aku juga udah kerja. Mulai dari buruh pabrik, karyawan toko, sales, tukang bagi brosur, sampai jadi kuli bangunan pun aku pernah. Sampai pernah libur sekolah karena kerjaan itu. Kenapa Ibu selalu nuntut ini itu dari aku sementara untuk Lena, Ibu kasih kebebasan dan meratukan dia? Aku juga anak perempuan Ibu, tapi setelah ayah pergi, aku yang berusaha jadi tulang punggung keluarga. Aku nggak mempermasalahkan kalau aku yang harus kerja, tapi aku juga mau dianggap selayaknya putrinya Ibu." Hasya menarik napasnya dalam-dalam.

Selama ini, ia selalu menahan kepedihan dan makian yang dilontarkan untuknya. Ia selalu bersikap tidak acuh dan merasa jika itu ia dapat karena memang sudah sepantasnya seperti itu. Namun, kali ini ia tidak bisa menahannya lagi. Apalagi dipaksa menikah dengan seorang pria yang usianya terpaut dua puluh tahun lebih darinya.

"Kamu anak pertama, jadi harusnya bisa gantiin posisi ayah kamu!" ujar Ajeng dengan ketus.

Hasya mengangguk. "Iya, aku bisa Bu. Tapi gaya hidup Lena itu terlalu mewah untuk ukuran kita yang miskin ini." Hasya menatap Ibunya dengan mata yang bergetar menahan tangis.

"Kalau dia nggak bergaya mewah dan tampil trend, gimana bisa dia dapat cowok kaya?" Ajeng melipat tangannya di depan dada. Ia mengetukkan kakinya beberapa kali.

"Kalau gitu, kenapa bukan dia yang nikah sama Juragan Bayu yang kaya raya itu? Kebutuhan hidup mewahnya bisa terpenuhi kalau dia nikah sama Juragan Bayu. Ibu suruh dia a-"

Belum sempat Hasya menyelesaikan perkataannya, Ajeng lebih dulu melayangkan tamparan kerasa di wajah Hasya, sampai membuatnya berpaling. Setetes air mata keluar dari pelupuk mata Hasya. Buru-buru ia menghapusnya dengan punggung tangan kanannya. Rasa perih di wajahnya tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Tidak menyangka jika ibunya akan berlaku kasar padanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 03 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Titik AkhirWhere stories live. Discover now