❄️First Snow on Christmas Eve❄️

48 11 1
                                    

Aku masih menyelusuri jalan yang sama setiap harinya, kembali ke rumah setelah bekerja seharian di sebuah toko buku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku masih menyelusuri jalan yang sama setiap harinya, kembali ke rumah setelah bekerja seharian di sebuah toko buku.

Aku tinggal di kota ini hampir 10 tahun lamanya, dan suasana di sini tidak berbeda dengan kehidupanku yang dulu. Hanya saja, setiap memasuki musim dingin salju turun di kota ini.

"Sean!"

Sebuah suara terdengar di telinga memanggil namaku. Aku berhenti dan memalingkan wajahku menatap orang itu.

"Hai, Sean. Maaf mengganggu perjalanan pulangmu."

Setelah dia berkata seperti itu, tidak ada lagi suara yang diucapkan. Sedikit keheningan melampaui.

Karena dia tidak melanjutkan ucapannya, aku ingin berlalu begitu saja. Ketika akan berbalik, sebuah tangan menahan tangan kananku.

'Maaf Sean. Aku hanya ingin tau, apakah kau masih menunggunya?"

Pertanyaan yang selalu aku dengar selama enam bulan terakhir dan yang paling aku hindari.

Entah mengapa atau karena alasan apa aku harus menjawab pertanyaan itu, menunggu sosok itu kembali.

Aku hanya bisa diam.

"Ahh ... maaf kalau pertanyaan itu mengganggumu. Aku hanya ingin mengatakan kalau aku akan selalu berada di sisimu."

Mendengar perkataannya, aku menunduk.

"Sean, aku tau kau hanya mencintainya. Tapi dia sudah pergi, Sean. Dan kemungkinan tidak akan kembali."

Lagi-lagi perkataan itu. Aku benci dengan ucapannya, kenapa semuanya menyuruhku untuk menyerah.

"Tolong lepaskan tanganku dan jangan pernah mencampuri keputusanku!"

Aku berjalan menjauh tanpa melihat ke belakang.

***

Akhirnya aku sampai di depan pintu pagar rumahku. Rumah mungil yang aku beli dari hasil menjual setengah asetku. Rumah impianku dengannya.

Aku mengendurkan tubuh yang semula tegang, merilekskan diri. Setelah merasa tenang, aku buka pintu pagar kayu menuju rumah.

Ketika membuka pintu rumah, seperti biasa aku akan berkata, "Aku pulang."

Dan lagi, tidak ada yang menyambut suara kedatanganku. Senyum kecut singgah di bibirku.

Tetapi sebuah suara lagi-lagi menuntunku untuk menunggunya sampai salju pertama turun di malam natal. Entah aku terlalu gila memikirkannya atau memang benar ada peri yang menuntunku.

Aku hanya bisa mempercayai apa yang ingin aku yakini.

Aku menantikan salju pertama turun. Menurut berita di televisi, salju pertama akan turun di malam natal ini.

Sedikit gelisah singgah di hatiku, menanti apakah benar hari itu akan tiba, melihat sosok itu kembali.

Setelah membersihkan diri, aku duduk di sofa memandang jendela dengan segelas coklat panas.

Aku terus menanti salju pertama. Dan berita dari televisi benar, salju pertama turun.

Jantungku berdetak tidak beraturan, ketegangan menghampiri. Setelah menunggu lama, 1 menit, 2 menit, 1 jam, 2 jam, hingga hari berganti, sosok yang aku tunggu tidak muncul.

Aku mengejek diriku sendiri, "Bodoh!"

Setetes air mata mengalir membasahi pipiku. Terus menerus hingga aku menangis kencang.

Air mata yang selama ini aku tahan, pada akhirnya jatuh juga.

Dan sepertinya setelah menangis lama, aku tertidur. Tetapi entah mengapa sekarang aku berada di ranjang kamarku atau bisa dibilang ranjang kami.

Seingatku, aku berada di sofa memandang jendela menunggu salju pertama turun di malam natal.

Ketika aku akan bergerak, sepasang lengan kekar menarikku ke dalam. Punggungku bertabrakan dengan dada yang sangat keras.

"Aku masih ingin bersamamu, biarkan seperti ini."

Suara serak yang sudah lama tidak aku dengar, berhembus di telingaku. Sedikit takut aku menyebut namanya. "Yi-Yibooo."

"Emm. Selamat Natal, Sean."

Aku yang terkejut langsung berbalik, dan melihat sosok yang aku rindukan selama 8 bulan ini. Aku tatap dia dengan penuh selidik. "Yi-Yibooo, ini benar-benar dirimu?"

Aku melihat dia tersenyum. Dan mendengar suara yang dia ucapkan.

"Emm. Ini aku."

Aku pun memeluk, dan memendamkan kepalaku di lehernya. Aroma tubuh yang aku rindukan, pelukan hangat yang aku dambakan. Semuanya seperti tidak nyata.

Kalaupun ini hanya mimpi, aku tidak ingin terbangun dari mimpi ini.

Cukup hanya ada aku dan dia yang bersama selamanya.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


FIRST SNOW ON CHRISTMAS EVEWhere stories live. Discover now