13

3.7K 479 42
                                    

Thavilo memandang Kevin dengan sebal. Sekarang Thavilo, Kevin, Askar, Arsky, juga Kenzo berada di ruang tamu, dengan Askar yang duduk nyaman di pangkuan Kevin dan Thavilo yang berada di seberang mereka.

Thavilo terbakar api cemburu, apalagi Kevin berkali-kali mengecup pipi tembam Askar. Ayolah, kenapa Askar malah dekat dengan Kevin padahal dia ayahnya.

Itu sebuah kecurangan.

"Askar, sini sama Daddy yuk," bujuk Thavilo. Namun Askar malah berbalik membelakanginya, menghadap dada bidang Kevin dan mencoba bersembunyi di sana.

"Bukankah perjanjiannya 2 hari, kenapa ingin menjemputnya sekarang?" tanya Kevin dengan raut muka tak suka. Jari-jarinya menjadi mainan untuk Askar yang kini diam bersandar pada dadanya.

"Aku ayahnya, terserah ku mau menjemputnya kapan," balas Thavilo cuek. Kevin yang peka pada perubahan wajah Thavilo pun menghela napas.

"Kenzo, Arsky, bawa Askar bermain dulu. Ayah ingin berbicara empat mata dengan Om Thavilo," pinta Kevin.

Kenzo dan Arsky mengangguk, yang lebih tua menggendong Askar. Tentu saja Askar sempat memberontak tapi Kenzo menjelaskan bahwa nanti Askar bisa bersama Kevin lagi.

Setelah ketiga orang itu pergi, Kevin menatap serius pada Thavilo.

"Apa yang ingin kau katakan sampai repot-repot ke mari?" tanya Kevin. Sejenak, Thavilo menghindari tatapannya, sebelum netranya bergetar dan menatap Kevin.

"Ini tentang Clara dan Calista," jawab Thavilo.

Kevin menyadari bahwa Thavilo tampak khawatir akan sesuatu, mau tak mau Kevin beralih duduk di samping Thavilo, menepuk-nepuk pelan bahu Thavilo yang tegang.

"Ada apa? Jelaskan, kau tahu aku bisa membantumu," ujar Kevin seraya tersenyum menenangkan.

"Clara bukan anak kandung adikku ..." Suara Thavilo melirih antara tak percaya dan terkejut.

"Apa maksudmu? Bukankah Calista hanya berhubungan dengan Sagavilo?" Kevin tak percaya akan ucapan Thavilo, pasalnya perihal hubungan adik Thavilo dan Calista adalah hal yang sempat membuat geger media.

Bagaimana tidak, Sagavilo begitu mencintai Calista, dan Calista pun tampak mencintai Sagavilo sepenuh hati.

Siapa sangka bahwa Calista malah berselingkuh di belakang Sagavilo, hingga memiliki seorang putri.

Juga kenapa Thavilo tidak menyadari itu? Adiknya dikhianati, bahkan sampai kematiannya, dan dirinya malah memberi kemewahan untuk mereka?

Harusnya marga Dirgantara tak tersemat di nama mereka.

Thavilo terkejut dan tidak percaya, tapi bukti tes DNA yang ia temukan di kamar lama Sagavilo menampar kenyataan padanya.

Setelah menghubungi rumah sakit yang terkait tes DNA tersebut, Thavilo benar-benar harus menerima kenyataan bahwa selama ini ia mengabaikan Askar untuk seseorang yang tak seharusnya menggunakan marga Dirgantara.

"Jangan menangis, aku tahu kau menyesal sudah mengabaikan Ask—"

"Aku tidak menangis!" seru Thavilo memotong ucapan Kevin.

Sedangkan Kevin terkekeh, Thavilo berteriak tidak menangis, tapi nyatanya pipi itu sudah basah karena air mata.

"Ya, ya, ya. Kau tidak menangis, hanya mengeluarkan air mata." Dengan sedikit terpaksa, Kevin menarik Thavilo ke pelukannya, kemudian menepuk-nepuk pelan punggung Thavilo berharap bisa menenangkan pria itu.

Menunggu Thavilo tenang tidak membuat Kevin bosan, entah mengapa sisi Thavilo yang lemah ini malah membuat Kevin gemas.

Masalah yang dihadapi Thavilo memang terlihat sederhana. Ia mengabaikan putranya, dan lebih memilih memanjakan putri Calista yang ternyata bukan keturunan adiknya.

Kevin tahu, sebagai ayah, Thavilo merasakan sakit hati yang luar biasa. Thavilo adalah ayah Eljio, tetapi ia adalah penyebab Eljio hancur hingga membutuhkan psikolog.

Thavilo merasa gagal, untuk sekedar menyematkan panggilan ayah saja, ia sudah merasa tak pantas. Sama seperti Kevin yang menyesal karena sudah mengabaikan putra ketiganya.

Bukankah Thavilo masih bisa menebus kesalahannya? Bukankah putranya masih hidup sehingga Thavilo tidak akan merasakan penyesalan seumur hidup seperti Kevin?

Namun mereka tidak tahu jika Eljio sudah tidak ada, sedangkan jiwa Kenzie masih di sini bersama mereka.

Entah seberapa hancur Thavilo nanti, entah seberapa bimbangnya Kevin nanti. Tidak ada yang mengharapkan ini terjadi, tidak ada.

🍼🍼🍼

"Jadi apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" tanya Kevin setelah Thavilo benar-benar tenang.

"Mungkin mengasingkan Clara dan Calista, mengusir mereka dari kediamanku adalah hal terbaik yang kupikirkan. Tentu saja, mereka akan tetap hidup di bawah pengawasan ku." Thavilo menjawab, kepalanya masih bersandar nyaman di bahu Kevin, melupakan bahwa kemarin-kemarin mereka seperti kucing dan anjing.

"Lalu Askar?" Kevin kembali bertanya. Sejujurnya ia nyaman saat Askar berada di sekitarnya.

"Aku akan menjemputnya setelah masalah Clara dan Calista beres," balas Thavilo sembari menatap tangan Kevin.

"Bagaimana denganku?" Pertanyaan yang dilontarkan Kevin membuat Thavilo duduk tegak, ia tak mengerti jalan pikiran Kevin. Mengapa pria itu tiba-tiba menanyakan dirinya sendiri?

"Kau tetap di rumahmu, bukankah itu sudah jelas?"

Bahu Kevin merosot dengan lesu, jawaban singkat dari Thavilo membuatnya tak bersemangat lagi. Thavilo yang melihat wajah melas Kevin pun berkedip tak mengerti.

"Kau berjanji akan memaksaku tinggal bersama Askar ..." Kevin menundukkan kepala, helaan nafasnya terdengar lebih berat.

"Itu hanya bujuk rayu untuk Aska—"

"Benar juga, Thavilo, kau pembohong ... Hidungmu akan panjang jika terus berbohong," sela Kevin. Thavilo dibuat kesal, ia bukan anak kecil yang percaya dengan dongeng Pinokio. Mana mungkin hidungnya akan panjang hanya karena berbohong.

"Tidak apa-apa, aku akan menjelaskan pada Askar bahwa aku tidak bisa tinggal ber—"

"Oke! Berhenti!" Thavilo memotong ucapan Kevin. Lebih baik menghentikan ucapan Kevin sebelum melantur kemana-mana. Thavilo mengacak rambutnya dengan kesal.

"Jadi haruskah kita beli mansion baru untuk keluarga kita agar bisa tinggal bersama?"

Thavilo menatapnya dengan mata kanan berkedut pelan. Oh, sialan putra tunggal Mahanta ini!!

AlaskarWhere stories live. Discover now