38. Tertangkap basah.

84 7 0
                                    

Florenzia dan Hasan sedang menghadiri undangan pernikahan dari salah satu teman mereka, lebih tepatnya teman bisnis. Flori sangat anggun dan elegan. Yang selalu ia terapkan sebagai wanita berkelas dan menghargai wanita lainnya, Flori tidak akan memakai pakaian 'heboh' di acara pernikahan orang lain. Biarlah pengantin itu menjadi pemeran utama pada hari penikahannya.

Menurut Florenzia, tampil simple dan elegan sebagai tamu undangan adalah bagian dari tata krama.

Florenzia dan Hasan berdansa dengan manis mengikuti alunan musik yang menenangkan. Tubuh Flori didekap dari belakang sembari bergoyang lemah ke kanan ke kiri. Mata mereka sama-sama menutup.

"Neng Pake parfum baru pilihan akang, kan?" bisik Hasan menunduk mendaratkan hidung pada ubun-ubun istrinya.

"Yups. Meskipun menurut aku baunya aneh kayak bocil, tapi tetep aku pake." Flori mendelik manja ditemani semu merah di pipi. Florenzia bercanda.

"Hahaha. Iya, deh, iyaa."

"Hehehe. Nggak, deng. Princess Florenzia sangat suka sekali wanginya sehingga ingin selalu memakai parfum tersebut." Flori memaksa tuk setengah memutar. Kepalanya mendongak tuk menatap mata suaminya.

Hasan mendengus. Selalu ada sikap baru dan unik dari istrinya. Istrinya menggemaskan dan mendominasi di waktu yang bersamaan.

"Abis ini gimana kalo makan pecel?"

"Aku kangen makan pecel lele." Hasan merapikan helai rambut istrinya.

"Kamu?! Ngajak aku duduk ngemper? Seorang Florenzia duduk ngemper?!" sembur Flori melotot berlagak marah. Ia berkacak pinggang. Hasan justru terkekeh.

Lama berumah tangga dengan Flori membuat Hasan tahu kapan istrinya bercanda dan serius. Orang lain mungkin akan menganggap itu serius.

"Akang serius. Pecel yang kita makan bareng Ben itu." Hasan mengusap ubun-ubun istrinya, lalu mendaratkan kecupan disana.

"Iya, akang ganteeeng. Apaciih yang nggak buat orang ganteng satu iniii? Hmmm?" cicit Flori menggoda Hasan dengan mengerucutkan bibir.

"Kata aku apa?"

"Hah? Apa? Kamu bilang apa? Idih, ga jelas!" tukas Flori menatap sinis.

"Kata aku, kamu harus gendutan. Kamu udah janji." Hasan menahan dagu istrinya hingga wanita cantik itu terus mendongak. Mereka abaikan orang-orang di sekeliling.

"Hiliih... kamu pasti kangen bokong aku yang gede, kan?!"

"Ah? Hahahah! Hahaha!" tawa Hasan sangatlah tenyah.

"Astaga kamu iniii! Konyol ah! Hahaha! Ada-ada aja ide becandanyaa! Ck!"

Flori melotot. Ia bilang dirinya serius. Dia suka sekali pahanya yang sekarang. Ia bahkan mengusap satu pahanya sebagai bukti. Katanya pahanya sangat 'slim' membuat dirinya seperti barbie sungguhan, sementara bokongnya tidak mengecil. Flori sampai memutar tubuh agar bokongnya dilihat sang suami tuk membuktikan kalau memang skala ukuran bokong dan pahanya sudah sangat sempurna.

Pria kekar bekulit coklat tua itu mengedip manis diiringi senyuman tipis. Ia biarkan istrinya menjauh sembari memutar tubuh, lalu memegang bokong, lalu memegang paha, bahkan menepuk singkat keduanya. Istrinya sangat aktif dan lincah seperti sedang promosi.

"Nggak, nggak! Sini-sini! Sini! Akang tetep mau kamu gendutan. Nanti orang mikir aku ga kasih makan kamu."

"Idih?! Dih! Hihihi. Hahaha. Lucu banget suami akuu." Flori terkekeh sembari manjur mundur. Tangannya dicengkeram oleh Hasan karena Hasan tak mau mereka berjauhan.

"Becanda muluu. Ck ck ck. Aku serius, sayaang."

"Ciaah! Aku kamu, nih ceritanya? Azeek. Senggol baang!!"

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now