5. Eleven

2 3 0
                                    

"Apa yang terjadi jika seseorang yang harusnya mati justru terperangkap di dunia sini?"

Sejak kejadian bertemu bocah itu aku jadi tertarik tentang kehidupan dari dunia lain. Kadang, kamu bisa melihatku mengobrol dengan Belinda dan Xandra. Awalnya aku hanya tahu Belinda yang memang dari awal ketahuan punya kemampuan lebih. Tapi ketika Xandra bergabung, aku tidak keberatan.

"Oh, anak SMA itu ya?" Tanya Belinda.

Aku mengerutkan dahi. "Kamu tahu?"

Karena ternyata mereka berdua sudah tahu keberadaan si bocah yang suka berkeliaran di dekatku.

"Yaah... terlihat begitu saja, kami tidak bisa tidak tahu?" Giliran Xandra yang menanggapi, sambil meniup-niup kukunya.

Oiya ya... Aku hanya mengangguk. Saat ini aku sedang mengobrol dengan mereka sambil menunggu dosen datang.

"Apa yang akan terjadi?" aku mengulang pertanyaanku.

"Tentu dia akan mencari pemuasan dari hal-hal yang paling ingin dia lakukan sebelumnya." Jawab Xandra tanpa mengalihkan fokusnya dari kuas dan kukunya.

"Kalau sudah terpenuhi?"

"Dia akan pergi dengan damai." Jawab Belinda membuatku menghembuskan napas.

"Ooh... syukurlah!"

"Tapiii!" Suara Xandra membuatku tidak jadi lega.

"Tapi apa?"

"Dia harus menyelesaikan semuanya sebelum, paling tidak, satu tahun peringatan kematiannya. Kalau tidak, dia akan terperangkap di sini selamanya dalam wujud roh jahat." Lanjut Belinda. "Itu setahuku sih, bisa benar bisa tidak."

"Kapan satu tahun kematiannya?" Tanya Xandra tak acuh, sibuk menutup botol pewarna kuku dengan satu tangan.

"Sekitar... sebelas hari lagi?"

Xandra mengangguk-angguk paham. "Dia itu rumit, kalau janjinya tidak ditepati, rohnya lebih dari jahat." Xandra menunjukkan hasil kukunya ke Belinda. "Cantik, kan?"

Belinda hanya mengangguk sambil tersenyum lemah. "Jangan bicara yang aneh-aneh. Dosen sudah datang, cepat bereskan!"

Aku menyesal menanyakan itu pada mereka. Aku jadi terngiang-ngiang kata-katanya, sampai kelas berakhir, sampai Belinda dan Xandra pamit pulang. Sampai aku tidak fokus mengerjakan tugas.

Sampai-sampai aku tidak sadar kalau Johnny sudah beberapa kali memanggil namaku.

"Hah? Apa?"

"Aku cuma mau bilang, perpustakaannya mau ditutup." Johnny terlihat sedang membereskan barang-barangnya.

Wah, aku sampai lupa, aku sedang mengerjakan tugas kelompok sambil menunggu Yudha pulang. Fokusku memang harus 'diperbaiki'.

"Maaf, sepertinya harus kita lanjutkan besok."

"Tidak apa." Johnny tersenyum. "Aku punya banyak waktu."

"Yah, baguslah kalau begitu." Aku balas tersenyum.

"Ada yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Johnny.

"Hmm... Ya, sedikit banyak."

"Mungkin aku bisa bantu?"

Aku diam sejenak, memandang Johnny yang sekarang sedang menatapku. Johnny orangnya baik, dan sepertinya bisa diandalkan. Tapi itu justru membuatku tidak mau terlihat menggelikan dengan menceritakan tentang si bocah.

Apalagi aku sudah berjanji dengan si bocah untuk tidak mengatakannya pada siapapun, kan?

"Kamu percaya arwah gentayangan?" Oke, aku memang lemah. Tapi hei, aku kan cuma tanya. bukan mengungkapkan siapa, apa, kapan, kenapa dan bagaimana keadaan si bocah SMA itu.

You Were HereNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ